Jawara Pada Masa Reformasi

Hubungan antara jawara dan Golkar yang terbentuk karena alasan sejarah, kedekatan ideologi, kultural maupun patron klien yang saling menguntungkan keduanya. Hubungan patron klien antara jawara-Golkar merupakan hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Golkar sebagai patron jawara mendapat dukungan yang besar, partai Golkar-jawara yang secara historis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kiyai ini mendapat dukungan meraup massa santri yang tersebar di pesantren-pesantren maupun non santri, unsur pemerintahan, dan unsure-unsur masyarakat lainnya. Sedangkan jawara sebagai klien medapatkan perlindungan hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Dengan jaringan tersebut, Golkar memperoleh dukungan yang besar dalam setiap pelaksanaan pemilu, pembuatan kebijakan politik, dan memperkokoh posisi Golkar-Orde Baru. Sedangkan jawara mendapatkan posisi-posisi kunci dalam struktur partai politik Golkar sendiri yang juga masih bertahan hingga kini.

5. Jawara Pada Masa Reformasi

Tumbangnya era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto telah mengiringi transisi demokrasi Indonesia kembali pada alur demokrasi yang seutuhnya yang dikenal dengan era reformasi. Kebebasan dalam sistem pemerintahan ini telah mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan dalam sistem ketatanegaraan yang ditumpahkan dalam bentuk demonstrari mahasiswa dan masyarakat pada pertengahan sampai penghujung tahun 1998. Cita-cita akan suatu suatu masyarakat bangsa yang mempunyai rule of law, perwakilan, dan kebebasan bagi semua telah berhasil diraih. Dengan demokrasi pada era ini semua orang bisa mewujudkan kesanggupan-kesanggupannya. Mereka saling memperkuat satu sama lain negara melindungi warga Negara, sedang warga Negara mendharma-baktikan dirinya terhadap Negara. Kemajuan dalam kondisi berfikir yang satu akan pula memperbaiki kondisi jasmani bagi yang lain, dengan demikian model masyarakat yang baik dari para filosof yang memerintah dan yang diperintah, sarana dan tujuan, dijelmakan dalam model kaum institusionalis. 85 Sebagai patron klien rezim Orde Baru dan partai Golkar, jawara cenderung bermuka dua mengenai demokrasi. Hal ini dikarenakan sifat jawara yang seutuhnya tidak sejalan dengan konsep demokrasi, demokrasi dianggap bisa mengancam dominasinya terhadap politik lokal di Banten. amun, sikap masyarakat secara luas mendukung reformasi membuat jawara tidak bisa membantah perihal reformasi demokrasi. Akan tetapi kenyataan berkata lain, runtuhnya rezim Orde Baru ini malah makin mengukuhkan dominasi jawara. Jawara memperoleh peluang lebih besar untuk terus melanggengkan dominasi sosial-politiknya. Jawara tidak lagi terkooptasi oleh satu partai Golkar tapi jawara mulai melebarkan sayapnya pada partai-partai lain seperti PDIP, PKP, PBB, dan lain-lain, dan bahkan tidak sedikit jawara yang independen yang pada kesempatan dan kepentingan lain mereka bisa bebas bermanuver ekonomi- politik. 86 Jawara yang menyebar dalam jejaring sosial masyarakat ini merupakan sebuah kedigjayaan jawara sebagai sosok elit tradisional yang tidak bisa dipisahkan dan suatu bentuk kekhasan dalam sosial-politik di Banten. 85 David E. Apter, Pengantar analisa Politik, CV. Rajawali bekerja sama dengan Yayasan Solidaritas Gadjah Mada. Jakarta. 1977. hal. 266 86 Andi Rahman Alamsyah, Islam, Jawara Demokrasi. Jakarta, PT Dian Rakyat, 2010, hal. 67. Kedigjayaan jawara di era reformasi dapat diidentifikasi dalam pelaksanaan pilkada. Dalam pilkada dilibatkan oleh para pesrta pillkada sebagai sarana untuk mendulan suara masyarakat dalam pemenangan pilkada. Hal ini dikarenakan jawara sebagai sosok elit tradisional yang memiliki pengaruh besar dalam sosial-politik masyarakat Banten dapat memobilisasi masyarakat dalam dinamika sosial-politik dadaerahnya. Dalam pelaksanaan pilkada Kabupaten Lebak 2008, setiap gerakan sosial-politik yang dilakukan masyarakat merupakan gerakan yang dilatar belakangi oleh para jawara. 87 Secara umum, hal ini menjadikan peran politik yang dilakukan jawara sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sosial-politik di Kabupaten Lebak. 87 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. BAB IV PERAN POLITIK JAWARA DALAM PEMENANGAN H. MULYADI JAYABAYA A. Pilkada Kabupaten Lebak Tahun 2008 Pilkada sebagai salah satu ciri demokrasi pada era reformasi adalah adanya Pemilihan Umum secara langsung dari tingkat desa Lurah sampai dengan tingkat nasional Presiden. Menurut Undang-undang No. 22 tahun 1999, bupati dan walikota sepenuhnya menjadi kepala daerah otonom yang dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada DPRD dan dapat diberhentikan oleh DPRD pada masa jabatannya. 88 Hal ini sejalan dengan pemikiran Joseph A. Sschumpeter metode demokratis adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 89 Hal ini dimaksudkan agar terpilihnya pemimpin yang sesuai dengan hati-aspirasi masyarakat, sehingga masyarakat menjadi partisipatif untuk mengarahkan dan menentukan kemajuan daerahnya. Hal ini juga di pertegas dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pada tanggal 29 September yang menjelaskan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada sehingga daerah mempunyai otonomi untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya alam dan sumber daya 88 A. Ubaedilah. Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education : Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2 012, hal. 184. 89 Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna :Respon Intelektual Muslim Indonesia terhadap kmonsep Demokrasi .Yogyakarta, Tita Wacana, 1999, hal. 72. manusia daerahnya. 90 Kepala daerah Gubernur, Bupati, Walikota bersama DPRD, mempunyai peran sangat besar dalam menentukan arah dan jalannya pembangunan daerahnya. Pilkada sebagai sarana demokratisasi yang langsung menyentuh sendi- sendi masyarakat, pilkada merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin daerah. 91 Pilkada telah memberi ruang bagi perkembangan otonomi daerah dalam menentukan pemimpin yang mewakili aspirasi masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan pilkada di Indonesia, pada tiap daerahnya memiliki kultur politik yang berfarian. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang majemuk, pada tiap daerahnya memiliki farian kultur yang berbeda pula. Sehingga pendekatan politik ditingkat lokal selalu melibatkan institusi informal yang merefleksikan kultur masyarakat daerahnya. Dalam pelaksanaan pilkada di Kabupaten Lebak tahun 2008 yang diikuti oleh 3 pasangan calon. yaitu pasangan H. Mulyadi Jayabaya – H. Amir Hamzah yang diusung oleh partai PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, PKS, PKB, PAN, PBB, dan PBR. Pasangan H. Mardini – Wijaya Ganda Sungkawa diusung oleh partai PPP, PBB, PNI Marhaen dan Partai Pelopor. dan pasangan Muhamad yas’a Mulyadi – M. Sudirman yang diusung non partai independen dan 90 Miriam Budiardjo. Dasar Dasar Ilmu Politik . Edisi Revisi. Jakarta, Ikrar Mandiri Abadi, 2 008, hal. 134. 91 A. Ubaedilah. Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education : Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2 012, hal. 191. perseorangan. 92 Pelaksanaan pilkada ini dimenangkan oleh pasangan H. Mulyadi jayabaya – H. Amir Hamzah dengan perolehan suara sebanyak 360.420 suara atau 64,3 suara yang memberikan suaranya. Diikuti oleh pasangan H. Mardini – Wijaya Ganda Sungkawa diurutan kedua dengan perolehan suara 172.326 suara atau 30,7 dan yang terakhir adalah pasangan M. Yas’a Mulyadi – M. Sudirman meraih suara 27.851 atau 5 suara, sedangkan suara tidak sah sebanyak 17.099 suara. 93 Secara keseluruhan pilkada Lebak tahun 2008 ini berjalan dengan normal, meskipun diwarnai dengan berbagai unjuk rasa oleh masing-masing pendukung peserta pilkada. Hal ini terlihat pada tahapan pencalonan dan pemungutan suara. Maraknya unjukrasa dalam tahapan pencalonan pilkada Lebak tahun 2008, disebabkan karena adanya indikasi ijazah palsu milik calon incumbent H. Mulyadi Jayabaya. meski demikian besarnya unjuk rasa pada tahapan pencalonan ini, KPU Kabupaten Lebak tetap meloloskan pasangan calon incumbent tersebut, dengan alasan bahwa kewenangan memutuskan ijazah palsu tersebut bukan bagian kewenangan KPU. Dengan kata lain komisioner KPU Lebak menjelaskan bahwa KPU tidak memiliki kewenangan dalam hal Ijazah. 94 Selanjutnya dalam tahapan pemungutan suara sampai penghitungan suara, pilkada lebak juga diramaikan dengan unjuk rasa. Unjuk rasa dalam tahapan ini masih berkaitan dengan isu dalam tahapan pencalonan yaitu indikasi Ijazah palsu 92 Tempo Interaktif, Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011 http:pilkadalebak. wordpress. com200805 dan Lebak, Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011 http:imnbanten. wordpress.com2008 1021kpud-lebak-tetapkan-mulyadi-amir-pemenang-pilkada 93 KPUD Kabupaten Lebak. Catatan Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara, Model DB 1 –KWK. pada 20 Oktober 2008. 94 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. H. Mulyadi jayabaya. Perbedaannya dengan tahapan pencalonan, dalam tahapan pemungutan suara sampai tahapan penghitungan suara, unjuk rasa ditandai dengan isu pengunduran diri 2 dua dari 3 tiga pasangan calon yaitu H. Mardini – Wijaya Ganda Sungkawa dan M. Yas’a Mulyadi – M. Sudirman. Kedua pasangan ini beralasan mengundurkan diri karena KPU Kabupaten Lebak tetap meloloskan pasangan incumbent H. Mulyadi jayabaya – H. Amir Hamzah sebagai calon Bupati dan wakil Bupati Lebak tahun 2008 – 2013. Penandatanganan pengunduran diri pasangan M. Yas’a Mulyadi – M. Sudirman dilakukan di Kampung Cilajur, Kecamatan Maja Kabupaten Lebak sekitar pukul 13.00 WIB sabtu 11 oktober 2008. Sementara itu, penyerahan berkas pengunduran diri kepada KPU Kabupaten Lebak dilakuakn pada pukul 16.00 WIB yang diantarkan langsung oleh pasangan calon M. Yas’a Mulyadi – M. Sudirman dan diterima oleh anggota KPU Lebak Ahmad Hakiki Hakim dan Kepala Sub Bagian Teknik Penyelenggaraan Sekretariat KPU Lebak Rahmat Gunawan. 95 Pengunduran diri pasangan peserta pilkada ini juga diikuti oleh pasangan H. Mardini – Wijaya Ganda Sungkawa sekitar 15 menit kemudian dan diterima oleh anggota KPU Lebak. Dalam surat pengunduran diri ini, kedua pasangan calon tersebut menuliskan kekecewaan terhadap KPU Kabupaten Lebak yang tetap meloloskan pasangan calon incumbent sebagai peserta pilkada Kabupaten Lebak tahun 2008. Terkait dengan pengunduran diri 2 dua pasangaan calon Bupati dan wakil Bupati Lebak tahun 2008 –2013, tentu saja hal ini mengancam 95 Protes KPU, Pilkada Lebak terancam Batal. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011 http:www.suarakarya-onlinne.comnews?id=211257 keberlangsungan pemungutan suara yang akan diselenggarakan pada tanggal 16 oktober 2008 yang menyisakan 1 satu pasangan calon incumbent. Namun ternyata KPU Kabupaten Lebak tetap menyelenggarakan pemungutan suara. KPUD menyebutkan bahwa pengunduran diri kedua pasangan calon tidak mempengaruhi pelaksanaan pemungutan suara pada pilkada 16 oktober 2008. Hal ini juga diperkuat oleh anggota KPU pusat yang disampaikan Putu Artha yang menetapkan pemungutan suara pilkada Lebak tahun 2008 harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. 96 Dalam kesempatan lain, H. Agus Sutisna anggota KPUD Lebak yang sekarang menjabat sebagai Ketua KPUD Lebak mengatakan pengunduran diri 2 dua pasangan calon itu dinilai tidak sah, selain itu keduanya telah menandatangani surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri dan juga tidak diatur dalam Undang-undang No. 12 tahun 2008 yang merupakan revisi sebagian Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemilihan kepala daerah. Kemudian dia menjelaskan kembali bahwa hal ini juga disebutkan dalam pasal lain bahwa pengunduran diri yang sah harus membayar sangsi denda Rp. 20 Miliar, hal inilah yang tidak dilakukan oleh kedua paasangan calon, sehingga pilkada harus tetap dilakukan sebagaimana mestinya. 97 Pilkada merupakan sebuah konsep pemilihan secara langsung yang melibatkan masyarakat dalam proses dan putusan politik. Keterlibatan masyarakat yang secara nyata dapat dilihat dalam sebagai sebuah mekanisme untuk memilih 96 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. 97 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. pemimpin politik, mekanisme dalam konteks memilih pemimpin politik ini dinamakan pilkada. Keterlibatan masyarakat dalam pilkada tidak hanya melibatkan institusi formal saja, melainkan juga institusi informal pada tiap daerahnya masing-masing. Dalam pelaksanaan pilkada Kabupaten Lebak k eterlibatan institusi informal ini tercermin oleh elit tradisional Kabupaten Lebak yaitu jawara. Jawara merupakan tokoh yang memberikan andil besar dalam dinamika politik pilkada kabupaten Lebak tahun 2008. Seperti yang dikemukakan oleh KPUD Lebak H. Agus Sutisna, yang menyebutkan bahwa pilkada tahun 2008 merupakan sebuah ajang politik element jawara. 98 Dalam Pemilihan Kepala Daerah pilkada Kabupaten Lebak tahun 2008 selain partai politik dan masyarakat, Jawara sebagai elit tradisional masyarakat merupakan sosok yang memiliki peranan yang besar dalam mendukung dan mensukseskan pasangan calon bupatiwakil bupati H. Mulyadi Jayabaya – H. Amir Hamzah peserta pilkada Lebak tahun 2008. pencalonan incombent H. Mulyadi Jayabaya mendapat dukungan oleh para jawara. Dukungan yang diberikan oleh para jawara tidak sertamerta begitu saja, melainkan karena hubungan baik yang sudah terjalin pada periode pemerintahan sebelumnya. Selain itu, para jawara juga menilai kinerja H. Mulyadi Jayabaya telah berhasil. 99 Keberhasilan kinerja incombent ini bisa dilihat dari fasilitas yang diberikan pemerintah di daerah para jawara. Hal inilah yang melatar 98 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. 99 Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013. belakangi dukungan terhadap pasangan calon H. Mulyadi Jayabaya – H. Amir Hamzah. Pilkada Kabupaten Lebak tahun 2008 hampir setiap gerakan politik dan mobilisasi masa calon bupatiwakil bupati H. Mulyadi jayabaya – H. Amir Hamzah dilatar belakangi oleh para jawara. Setidaknya dalam pelaksanaan pilkada 2008 terdapat 23 gerakan sosial yang dilatarbelakangi jawara dalam mensukseskan masing-masing pasangan calon peserta pilkada.

B. Dukungan Jawara Terhadap Pasangan H. Mulyadi Jayabaya – H. Amir