Jawara Pada Masa Kolonial

untuk melakukan teror terhadap Pemerintah Kolonial Belanda beserta para kaki tangannya. Golongan kedua inilah yang kemudian disebut jawara. 76 Kelima, sebutan jawara mulai dikenal oleh masyarakat sekitar tahun 1809 ketika Gubernur Jenderal H.W. Daendels 1808-1811 memerintahkan pembuatan jalan pos dari Anyer ke Panarukan. Pembuatan jalan tersebut mengakibatkan terjadinya perlawanan rakyat Banten yang kemudian dikenal dengan sebutan perang pertama. Seiring dengan perlawanan rakyat itu, lahirlah sebutan jawara seperti yang dikatakan oleh Rd. Muhammad Taufiq Djajadiningrat. 77 Pada masa kini, perubahan lingkungan dalam perkembangan zaman secara tidak langsung telah mempengaruhi perilaku jawara. Beriringan dengan perkembangan itu pula telah banyak memberikan perubahan terhadap jawara dalam peranannya ditengah-tengah masyarakat. Pada masa kolonial peran jawara sering ditandai dengan perlawanan terhadap penjajah, pada masa kemerdekaan jawara terlibat dalam pembangunan sosial, agama, ekonomi, dan politik, dan pada masa reformasi jawara dihadapkan pada masalah mengekspresikan dan mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik sehingga dia dapat diterima ditengah-tengah masyarakat modern.

2. Jawara Pada Masa Kolonial

Jawara abad ke-19 pada masa kolonial, pada saat ini tekanan pemerintah kolonial terhadap masyarakat pribumi semakin besar, yang justru membangkitkan perlawanan-perlawanan masyarakat pribumi, yang umumnya dilakukan para 76 Nina H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah : Sultan, Ulama, Jawara. Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, hal. 127-128. 77 Kejawaraan Dalam Dinamika Sejarah Kabupaten Lebak. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012 http:resources.unpad.ac.idunpad-contentuploadspublikasi_dosenKejawaraan.pdf kiayi, dan para pemimpin lokal dalam masyarakat. Kondisi perlawanan masyarakat inilah yang akhirnya disebut dengan jawara. Untuk melemahkan perlawanan ini, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan propaganda terhadap jawara sebagai kelompok masyarakat yang suka membuat kekacauan. Kaum jawara dipersamakan dengan kelompok bandit sosial. Citra negatif jawara yang dilakukan kolonial terus terbawa dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Banten. Dalam konteks kekinian, umumnya masyarakat memandang bahwa jawara itu memiliki sifat yang buruk. 78 Mereka selalu ingin menang sendiri dan untuk mewujudkan setiap keinginannya mereka melakukannya dengan kekerasan fisik. Sedangkan pada hakikatnya, Jawara ini umumnya merupakan kelompok para kiyai yang mempunyai dua kelompok santri yang berkembang sesuai dengan kemampuan mereka. Pertama, yang mempunai kemampuan ataupun bakat di bidang ilmu agama sehingga kelak menjadi ulama. Kedua, para santri yang memiliki kemampuan yang berkaitan dengan ilmu bela diri. Golongan kedua inilah yang kemudian hari disebut dengan jawara. Kedua kelompok ini juga diisi dengan ilmu hikmah kekuatan magis, tetapi untuk golongan kedua hikmah yang diterima relatif “lebih besar” dari pada kelompok pertama. Selanjutnya, ada pendapat bahwa kaum jawara ini terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kaum jawara yang memegang teguh ilmu agama dan mereka disebut sebagai jawara- ulama. Mereka oleh para gurunya kiyai diberi kekuatan ilmu hikmah yang memang bersumber dari ajaran agama Islam. Kelompok jawara ini kemudian 78 Kejawaraan Dalam Dinamika Sejarah Kabupaten Lebak. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2012 http:resources.unpad.ac.idunpad-contentuploadspublikasi_dosenKejawaraan.pdf dikenal sebagai jawara-ulama dan mengembangkan white magic sebagai sumber kekuatan fisiknya. Kedua, kaum jawara yang menggunakan elmu hideung yakni ilmu kepandaian untuk memperoleh kekebalan diri kadugalan yang tidak berdasarkan ajaran Islam. Ilmu ini biasa juga disebut elmu rawayan atau elmu urang Baduy. 79 Bagi masyarakat Banten, khususnya Kabupaten Lebak, ilmu ini merupakan sarana untuk memperoleh kekebalan diri kadugalan yang proses pencapaiannya tidak berdasarkan agama Islam. Menurut tokoh cendekiawan Banten Tihami bahwa karakter jawara pada awalnya merupakan ekspresi ketundukan kepada kiayi, karena pada abad ke-19 jawara bermula dari murid kiayi. Oleh karenanya, menjadi hukum pantangan kawalat bagi jawara manakala ia melawan kiayi yang akan menyebabkan kehilangan kekuatan magi. Hubungan kiayi dan jawara seperti hubungan anak- orang tua sehingga guru harus ditunduki dan dihormati. Terlebih jawara-kiayi sangat erat hubungannya sebab kiayi merupakan sumber pemberi resep-resep magi. 80

3. Jawara Pada Masa Orde Lama