memberikan dukungan jawara akan senantiasa merujuk pada kedekatan mereka terhadap salah seorang calon. Sehingga kepentingan-kepentingan mereka bisa
terpenuhi.
C. Peran Jawara sebagai Mobilized Political Partisipation
Kejawaraan merupakan identitas sekelompok orang di Kabupaten Lebak, meskipun hanya salah satu unsur dalam masyarakat, ia menempati kedudukan
yang berpengaruh, terutama dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Dengan posisi yang dominan layaknya kyai di daerah lain, jawara bisa mempengaruhi
dinamika sosial-politik masyarakat. Bahkan posisi jawara di Kabupaten Lebak lebih menentukan dari pada kyai, hal ini dikarenakan posisi kiyai di Kabupaten
Lebak masih tertutup dalam hal politik karena kiyai menganggap politik sering berbenturan dengan etika keagamaan.
102
Hal berbeda ditunjukan oleh jawara, jawara yang cenderung pragmatis dan tidak begitu perduli dengan permasalahan
etika. Jawara yang memiliki karakter berbeda dari anggota masyarakat lainnya
seperti berani wanten, agresif, sompral tutur kata keras dan blak-blakan terbuka. Apa lagi mereka dibalut dengan keterampilan bela diri silat dan
diyakini memiliki kadigjayaan kesaktian.
103
Hal ini yang mengindikasikan k
eberadaan jawara sebagai elit tradisional sebagai sekelompok orang yang berpengaruh kuat dalam masyarakat Lebak. Keberadaan jawara yang memiliki
pengaruh dan teroganisir dengan rapih, sehingga ia menjadi sebuah civil society.
102
Wawancara dengan Abdul Hadad Sekretaris TTKDH Kab. Lebak pada tanggal 29 Agustus 2013.
103
Andi Rahman Alamsyah, Islam, Jawara Demokrasi. Jakarta, PT Dian Rakyat, 2010, hal. 65
Namun civil society mereka tidak memposisikan diri sebagai lembaga mediasi antara kepentingan rakyat dan pemerintah. Malah ia merupakan kekuatan yang
dominan yang dapat mengontrol dan memobilisasi segala kekuasaan lokal baik dengan cara sopan maupun dengan cara kekerasan.
104
Keterkaitannya dalam pilkada tentunya pasangan yang mendapat dukungan dari jawara merupakan
keuntungan dalam meraih suara rakyat, karena kegiatan politik jawara senantiasa akan oleh masyarakat.
Pilkada Kabupaten Lebak tahun 2008
menempatkan
posisi jawara bukan sebagai kelompok orang yang berebut kekuasaan, melainkan sebagai
Mobilized Political Partisipation
menjadi tim sukses sebagai pendulang suara terhadap calon pemegang kekuasaan. Dalam hal ini jawara mampu memberikan andil besar
karena kedudukan jawara sebagai elit tradisional memiliki kharisma istimewa pada masyarakat lapisan bawah di Banten.
105
Keberadaan jawara sebagai elit lokal yang berpengaruh kuat dalam masyarakat Lebak dan Banten pada umumnya mengindikasikan kekuatan politik
jawara.Pencalonan incombent H. Mulyadi Jayabaya menjadi bupati mendapat respon baik dikalangan jawara. Hal ini disebabkan hubungan yang sudah terjalin
antara pemerintah dengan jawara tidak perlu lagi membangun pola hubungan yang komprehensif karena sudah terjalin pada saat incombent H. Mulyadi
Jayabaya menjabat sebagai Bupati. Hal senada pula diutarakan oleh H. Agus Sutisna sebagai anggota KPU Kabupaten Lebak yang sekarang menjabat
104
Ahmad Abrori. Perilaku Politik Jawara banten Dalam Proses Politik Di Banten. Tesis Fisip Universitas Indonesia
105
Taufik Abdullah, Banten Dalam Pergumulan Sejarah, LP3S, 2004, hal. xxvi
komisioner KPU Kabupaten Lebak, dia menyatakan bahwa hubungan yang dijalin oleh oleh H. Mulyadi Jayabaya merupakan hubungan yang sudah dijalin cukup
harmonis saat periode pertama H. Mulyadi jayabaya memimpin Kabupaten Lebak.
106
Jawara sebagai tokoh elit tradisional yang dihormati dan disegani karena dianggap memiliki kemampuan untuk memanipulasi kekuatan magis keberanian
wanten, kawani secara fisik, yang keberaniannya itu didukung oleh kemampuan dalam menguasai ilmu bela diri persilatan dan ilmu-ilmu kesaktian. Karena
kelebihannya yang dimilikinya tersebut pengaruh yang cukup besar dalam masyarakat dan juga memiliki para pengikut yang setia. Kepemimpinannya
bersifat kharismatik inilah yang menjadikan jawara sebagai pendulang suara. Peran jawara sebagai tim sukses diindikasikan dengan mengkampanyekan
pasangan calon bupatiwakil bupati. Jawara melakukan berbagai pendekatan pada tiap kalangan masyarakat petani, nelayan, agamawan, birokrasi, dan lain-lain. Hal
ini menurut Samuel P. Huntington merupakan bentuk kategori partisipasi Lobbying.
107
Dalam hal ini jawara memerintahkan seluruh anak buahnya yang tersebar keseluruh wilayah agar dapat mendukung pasangan calon yang didukung
oleh para jawara tersebut. Selain itu, jika jawara dengan lobbying tidak berhasil mendulang suara,
maka tidak segan-segan jawara akan melakukannya melalui jalan kekerasan untuk mempengaruhi masyarakat. Hal ini juga disebut oleh Samuel P. Huntington
106
Wawancara dengan Agus Sutisna Anggota KPU Kabupaten Lebak tahun 2003-2008 dan Ketua KPU Kabupaten Lebak tahun 2008-2013 pada tanggal 29 Agustus 2013.
107
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan
Mudah , Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 8.
sebagai bentuk kategori partisipasi Violence.
108
Dalam hal ini jawara tidak lagi menggunakan cara yang baik dalam mempengaruhi masyarakat, tetapi jawara
cenderung menekan masyarakat melalui bentuk kekerasan lisan maupun fisik.
108
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan
Mudah , Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 1998, hal. 8.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan