melarang kepada hal-hal yang munkar diperlukan adanya kekuasaan untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar atau paling tidak, diperlukannya sebuah komunitas yang
prihatin terhadap perintah dan larangan terhadap kebaikan dan kemungkaran. Oleh sebab itu, di dalam penafsiran beliau juga menegaskan supaya umat Islam menegakkan
kekuasaan untuk memerintah dan melarang.
86
Adapun dalam mengakkan yang ma‟ruf dan melarang munkar harus dengan adab dan tertibnya. Wahbah Az-Zuhaili menulis dalam bukunya, Kebebasan Dalam Islam, bahwa
dalam kebebasan berpendapat ada tolak ukurnya, antaranya ialah: 1.
Islam memerintahkan untuk selalu beretika dalam berdebat dan mengungkapkan pendapat serta menghargai pendapat orang lain tanpa harus buru-buru memberi
putusan hukum. 2.
Islam melarang perdebatan yang dapat mendatangkan permusuhan dan kebencian. Allah subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik. ”Al-Nahl:12 Adapun batasan-batasannya adalah:
86
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal Al- Qur‟an, penerjemah: As‟ad Yasin dkk, Jakarta: Gema Insani, 2008 Cet.
ke-6, jil 3, hlm. 184.
1. Kebebasan berpendapat tidak boleh mengakibatkan fitnah dan perpecahan umat.
2. Kebebasan berpendapat ini tidak boleh berakibat menyebarkan pembangkangan,
hawa nafsu dan bid‟ah di antara umat Islam.
3. Kebebasan berpendapat ini tidak boleh mendatangkan penghinaan atau kata-kata
kotor atau membicarakan rahsia orang lain. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
Artinya:
“Allah tidak menyukai ucapan yang buruk, dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. ”An-Nisaa‟:148
Ini menunjukkan bahwa syariat Islam mengkombinasikan antara kebebasan dan batasan. Kebebasan berpendapat dalam Islam tidak akan tegak kecuali atas dasar wawasan
keilmuan dan pikiran yang menyentuh benak penanya. Dan kebebasan berpendapat dan berekspresi memberikan manfaat bagi individu dan umat yang dapat memupuk rasa dan
persaudaraan, kecintaan dan rasa hormat antara mereka, sehingga kesombongan pribadi dan kelompok akan tercabut.
87
Dengan ini, kebebasan yang dibawa oleh Islam, mencerminkan kepelbagaian aturan yang terkandung di dalam syariat Islam. Di samping jaminan-jaminan terhadap hak yang
sepatutnya dimiliki oleh warga, Islam juga mengatur mengenai adab-adab dan nilai moral
87
Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam. Penerjemah Ahmad Minan dan Salafuddin Ilyas, Jakarta Timur:Pustaka Al-Kausar, 2005 Cet 1, hlm. 119.
yang perlu dipatuhi. Islam memberi kebebasan sepenuhnya terhadap warga untuk menyatakan pendapatnya. Asalkan tidak bercanggah dengan prinsip-prinsip utama Islam,
atau tidak bercanggah dengan ketentuan qat‟ie
88
dalam Islam. Kesimpulannya, mungkin tidak secara keseluruhan negara-
negara Islam kini dalam mnenerapkan undang-undang Islam ke undang-undang sesebuah negara tertentu. Seperti UU Pornografi, Pernikahan, Miras, Pedidikan, Keuangan
Moneter, Sumber Daya Alam, dll. maka bagi mereka yang mengatakan negeri Islam seperti Indonesia, Malaysia atau Arab Saudi adalah Darul Islam, justeru mereka wajib
menurunkan penguasa yang jelas telah melakukan kemaksiatan atau melakukan kemungkaran yang nyata, sepertimana firman Allah di dalam Al-Qu
r‟an:
59. Wahai orang-orang Yang beriman, Taatlah kamu kepada Allah dan Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil-Amri orang-orang Yang berkuasa dari kalangan kamu. kemudian jika kamu
berbantah-bantah berselisihan Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada Kitab Allah Al-Quran dan Sunnah RasulNya - jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Yang demikian adalah lebih baik bagi kamu, dan lebih elok pula kesudahannya.
88
Dalil qat‟ie, merupakan dalil yang disepakati oleh para ulama atau juga merupakan sumber-sumber yang
disepakati di kalangan jumhur. Dalil yang disepakati tersebut ialah al- Qur‟an, al-Sunnah, Ijma‟ ulama‟, dan
al-Qiyas. Lihat lanjut, Abd. Latif Muda dan Rosmawati Ali Rujukan Pengajian Syariah, Perbahasan Usul al-Ahkam, Selangor: Darul al-Fajr, 2009 Cet 1, hlm. 25.
C. Tinjauan Undang-Undang Kepolisian Terhadap Unjuk Rasa di Tempat Umum di
Malaysia Dan Indonesia
1. Di Malaysia
Ditinjau di dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia, maka hal-hal yang terkait wewenang kepolisian terhadap gerakan massal atau unjuk rasa ditempat umum, maka di
dalam aturan yang ditetapkan undang-undang Malaysia adalah menfokuskan kawasan atau tempat yang disahkan oleh keizinan kepolisian, maka hal ini, ujuk rasa dibenarkan
jika kepala gerakaan massal sudah dapat keizinan dari pihak kepolisian berdasarkan undang-undang yang ditetapkan untuk melakukan demontrasi atau unjuk rasa samada
ditempat tertutup atau tempat umum. Di sini akan dijelaskan undang-undang yang terkait
masalah ini; a.
Jaminan Hak berunjuk rasa di muka umum Dalam Perlembagaan Persekutuan.
Sebagai sebuah perbandingan dapat dilihat ketentuan di Malaysia. Pertama, penulis akan menjelaskan hak-hak asasi yang terkandung di dalam Perlembagaan Persekutuan
Malaysia
89
atau Konstitusi Malaysia
90
. Konstitusi Malaysia
91
mengatur mengenai HAM dalam Bab II tentang kebebasan asasi ditemukan 9 pasal HAM. Pelbagai hak disebut,
89
Perlembagaan Persekutuan Malaysia boleh dikatakan bermula semenjak Tanah Melayu berlindung di bawah naungan kerajaan Inggeris pada akhir abad ke-19. Lihat Mohd Salleh Abbas, Prinsip Perlembagaan
Dan Pemerintahan Di Malaysia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006 Cet. 3,hlm. 11. Lihat juga
http:ms. wikipedia. orgwikiPerlembagaan_Persekutuan ,Tanggal 30. 03. 2011. Jam 12:08 Wib.
90
Seterusnya Perlembagaan Persekutuan Malaysia penulis akan menggunakan Konstitusi Malaysia.
91
Konstitusi Malaysia 1957 mengandungi 15 bab dan 183 pasal. Konstitusi Malaysia dapat dilihat, http:ms.
wikipedia. orgwikiPerlembagaan_Persekutuan ,tanggal 30. 03. 2011 jam 11:46 WIB.
bermula dengan hak kebebasan diri, larangan pengabdian dan kerja paksa, perlindungan dari undang-undang jenayah yang berkuat kuasa kebelakangan dan perbicaraan
berulang.
92
Hak politik hanya diatur dalam pasal 7 sampai pasal 10.
93
Selain itu, Konstitusi Malaysia juga menjamin kebebasan beragama. Bab kebebasan beragama juga turut diperkuatkan lagi oleh aturan yang mengistiharkan Islam sebagai
agama rasmi persekutuan.
94
Hak mengenai pendidikan juga dimasukkan dalam bab kebebasan asasi
95
. Bab kebebasan asasi ini dikahiri dengan aturan yang menjamin hak terhadap harta
96
. Aturan ini mengatur mengenai hak seseorang mendapaTimbalan yang mencukupi sekiranya harta mereka diambil oleh pihak berkuasa.
Seterusnya hak kebebasan unjuk rasa di muka umum diatur di dalam Konstitusi Malaysia pada pasal 10 ayat 1. Yang berbunyi
“a Setiap warga negara adalah berhak bebas bercakap dan mengeluarkan fikiran, b Semua warga negara adalah berhak
berhimpun secara aman dan dengan tidak bersenjata”. Setelah kita melihat aturan yang diundang-undangkan di kedua Negara ini, terdapat
perbedaan yang signifikan antara keduanya. Jika dari segi pembentukan aturan di Indonesia dilatarbelakangi oleh pemerintah diktator sejak pimpinan Soekarno sehingga
digulingkan oleh mahasiswa pada tahun 1998. Hal ini telah memberi transformasi di
92
Abdul Aziz Bari, Perlembagaan Malaysia, Asas-asas dan Masalah, Selangor: Percetakan Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2001 Cet 1, hlm. 184.
93
Misalnya hak persamaan di hadapan hukum dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “semua orang adalah
sama rata di sisi undang-undang dan berhak mendapat perlindungan yang sama rata di sisi undang- undang”.
94
Bab 1 Pasal 3,ayat 1, berbunyi “Agama Islam adalah agama rasmi bagi Persekutuan,setiap agama lain
boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana- mana negeri bagian”.
95
Pasal 12
96
Pasal 13
dalam pembentukan perundang-undang yang seterusnya. Kelihatan jelas perbedaan undang-undang yang diatur sebelum reformasi dan selepas reformasi. Hak-hak yang
diakaui secara universal diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Kemudian hal yang berbeda yang berlaku di Malaysia, di mana pembentukan undang-
undangnya tidak berlaku banyak perubahan semenjak kemerdekaan. Malahan mengambil sikap mempertahankan undang-undang yang telah dibentuk sejak dulu. Hal ini telah
mempersempitkan ruang yang sepatutnya dinikmati oleh warga Malaysia. Kita melihat bahwa seharusnya undang-undang perlu mengikut perubahan sosial yang berlaku dalam
masyarakat.
b. Aturan perundang-undangan terhadap unjuk rasa di tempat umum.
Aturan mengenai mengadakan unjuk rasa diatur di dalam UU Nomor 344 Tahun 1967 Tentang Polisi. UU ini dengan jelas mempertegas bahwa apa jua bentuk unjuk rasa harus
memohon surat izin dari polisi tempatan.
97
Dengan UU ini polisi mempunyai kuasa absolut untuk meluluskan atau melarang untuk diadakan perhimpunan.
Dalam hal ini, banyak ahli akademik maupun ahli politik mengkritik aturan sedemikian. Kerana cenderung disalah gunakan. Abdul Aziz Bari dalam bukunya, Politik
Perlembagaan, mengatakan kuasa-kuasa budibicara yang diletakkan di tangan pihak-
97
Selengkapnya pasal 27 ini menyatakan. “Setiap orang yang bermaksud untuk mengadakan atau
mengumpulkan apapun atau rapat atau membentuk prosesi dalam tersebut di atas tempat umum,sebelum harus bersidang,mengumpulkan atau membentuk perakitan tersebut,pertemuan dengan polisi tempatan di
mana perakitan tersebut,pertemuan atau prosesi yang akan mengadakan permohonan izin dalam nama itu,dan jika polisi tersebut merasa puas bahwa perakitan,rapat atau prosesi yang tidak mungkin akan
merugikan kepentingan keamanan Malaysia atau apapun bagiannya atau untuk membangkitkan gangguan perdamaian,ia mengeluarkan lisensi dalam bentuk seperti yang mungkin ditentukan menetapkan nama dari
lisensi dan mendefinisikan kondisi-kondisi di atas mana perakitan tersebut,pertemuan atau prosesi diijinkan: Asalkan polisi tersebut dapat dilakukan setiap saat dalam alasan apapun yang masalah lisensi
dalam ayat ini dapat
menolak,membatalkan lisensi tersebut”.