Kepolisian pada masa Khulafaur Rasyidun

Pada periode Utsman bin Affan 644-656 M, sebagai khalifah setelah Umar tidak memberikan nuansa baru dalam pemerintahan negara Islam. 52 Karena perkembangan sistem organisasi lembaga kepolisian selama pemerintahan Utsman tidak banyak mengalami perubahan yang berani. Sama seperti pendahulunya, pemerintahan Ali bin Abi Thalib tidak meninggalkan sistem organisasi lembaga kepolisian yang lebih baik dari Khalifah Umar dan Utsman. Pemerintaha Ali diwarnai perang sipil antar umat Muslim, Perang yang dikenal dengan perang Unta jamal 656M. Setelah masa Khalafaur Rasyidin, bentuknya lebih sistematis dengan kewenangan yang s emakin jelas, dimulai oleh salah seorang khalifah Bani „Abbas yaitu al-Mahdi 159-169 H pada masa khalifah inilah badan yang bertugas dan diberi kewenangan menangani masalah amar ma‟ruf nahi mungkar ini diberi nama wilayatul hisbah.

C. Wewenang Kepolisian Menurut Tinjauan Hukum Islam

Di dalam fiqh, Wilayatu Hisbah merupakan satu badan pengawasan yang bertugas melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar, mengingatkan masyarakat mengenai aturan-aturab syariat, langkah yang harus mereka ambil untuk menjalankan syariat serta batas di mana orang-orang harus berhenti. Sebab kalau mereka terus berbuat, mereka akan dianggap melanggr ketentuan syariat. Dalam keadaan terpaksa atau sangat mendesak, Wilyatul Hisbah diberi izin melakukan tindakan untuk menghentikan pelanggaran serta melakukan 52 Hugh Kennedy, The Prophet and The Age of The Chalipates: The Islamic near East From The eleven Century, London Longham, 1956, hlm. 120 tindakan yang dapat menghentikan upaya pelanggaran atau sebaliknya mengarahkan orang melakukan ajaran dan perintah syariat. 53 Sebenarnya tugas keagamaan tentang amar ma‟ruf nahi mungkar itu dapat dilakukan oleh tiap-tiap pribadi Muslim, tapi ada perbedaan antara muhtasib dengan orang yang bertindak atas rasa sukarela, perbedaan itu adalah sebagai berikut: 1. Menyuruh ma;ruf dan mencegah mungkar adalah fardhu ain bagi si muhtasib, kerana dia emang diangkat untuk itu dan diberi gaji pula, sedang untuk orang lain merupakan fardhu kifayah. 2. Si muhtasib adalah orang-orang ditugaskan untuk bertindak atas seseorang yang membuat kemungkaran dan wajib member bantuan kepada orang meminta bantuannya. Sedang orang yang bekerja dengan sukarela tidak diharuskan atasnya yang demikian itu, kecuali ketika darurat. 3. Muhtasib harus membahas dan meniliti kemungkaran-kemungkaran yang nyata untuk mencegah terjadinya hal –hal yang tidak diinginkan, sebagimana dia harus memeriksa tentang perbuata- perbuatan ma‟ruf yng tidak dikerjakan oleh orang- orang yang harus mengerjakannya. 4. Mustasib dapat mengankat beberapa pegawainya untuk menjalankan tugas dan dia diberi h ak menjalankan hak menjalan hukuman ta‟zir terhadap orang-orang yang mengerjakan kemungkaran. 54 53 Prof Dr Yasa Abu Bakar, MA, Merampai Pelaksanaan Syariat Islam, Pendukung Kanun Pelaksanaan Syariat Islam, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005 hlm. 92. Seorang Muhtasib itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1 Merdeka, akhil baligh, dan adil; 2 Memiliki pandangan yang luas serta berpegang teguh kepada ajaran Islam; dan 3 Memiliki pengetahuan yang memadai tentang bentuk-bentuk kemungkaran. Sebagian ahli fiqh menambahkan ayat lain yaitu Muhtasib harus seorang mujtahid akan tetapi, syarat ini ditolak oleh jumhur ulamak. 55 a Posisi Wilayatul Hisbah Dalam sejarah Islam, hierarki struktural wilayatul hisbah, berada di bawah lembaga peradilan wilayatul hisbah bersama dengan wilayatul qadha dan wilayatul madzalim berada di bawah qadhi al-qadha Hakim Agung. Ketiga institusi tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu sebagai lembaga peradilan yang memutuskan sengketa dan memberikan hukuman, tetapi ketiganya mempunyai perbedaan dalam hal cakupan tugas serta wewenang. Wilayatul qadha adalah lembaga peradilan umum seperti dikenal sekarang. Wilayatul madzalim adalah lembaga peradilan yang di bentuk untuk menangani kasus keseweng-wenangan dan kezaliman pejabat pemerintah. Sedangkan, Wilayatul hisbah adalah lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan syari‟at Islam dan amar ma‟ruf nahi mungkar secara umum. 56 Mengambil contoh praktik yang telah dilakukan di wilayah Kota Banda Aceh Darulssalam, wilayatul merupakan satu sistem yang khas dari sistem-sistem Islam. Ia berdiri di atas dasar tanggungjawab seorang Muslim membasmi kemungkaran dan 54 Teungku Mohammad Hasbi Ash Shiddiqie, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001 hlm. 97-98. 55 Drs. H. A. Hafis Dasuki, M.A.dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: PT ICHTIAR BARU VAN HOLVE, 1996, hlm. 193. 56 Ibid.