kedudukan Hak-Hak Unjuk Rasa Di Malaysia

Kebebasan mengeluarkan pendapat ini dibatasi dengan kata-kata yang tidak menjadi fitnah, provokatif, tidak menghina Pengadilan dan kata-kata yang melanggar hak keutamaan Parlemen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan kata-kata fitnah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Barang siapa yang berkata, menulis, mencetak, menjual atau menyebarkan perkataan-perkataan yang bersifat provokatif dapat dianggap oleh undang-undang telah melakukan kesalahan yang dapat dihukum hingga lima tahun penjara atau denda RM 5000. 33 Pasal 28 Akta Keselamatan Dalam Negeri menyebutkan bahwa siapa saja yang menyebarkan berita palsu yang menakut-nakuti masyarakat umum, demikian juga dibuat dengan ucapan atau pun tulisan dapat dianggap telah melakukan suatu kesalahan. Bahan-bahan tertulis diawasi oleh undang-undang, jika seseorang hendak membuka atau mendirikan penerbitan atau pun surat kabar media cetak, harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri, setiap surat kabar atau bentuk tulisan apa pun hendaklah memiliki dan mencantumkan nama dan alamat penerbitnya dalam bahasa Melayu atau bahasa Inggris di halaman depan atau akhir. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Pemerintah mempunyai wewenang untuk menutup setiap surat kabar media cetak, buku-buku atau pun bahan-bahan bertulis lainnya agar perizinan itu tidak dipersalahkan gunakan. Bahkan sangat penting bagi pemerintah mengawasi penerbitan- penerbitan surat kabar media cetak atau buku-buku secara tegas yang mungkin dapat 33 Seksyen 500, Kanun Keseksaan merusak suasana politik dan keamanan di Malaysia. 34 Pengawasan kebebasan berpendapat bukan hanya dalam bentuk tulisan dan ucapan saja, bahkan juga dalam setiap permainan, pertunjukan, hiburan atau acara-acara yang serupa dengan itu. Menteri Dalam Negeri dapat menutup atau melarang setiap acara jika dianggap dapat mengakibatkan gangguan keamanan negara Malaysia. Untuk menjamin bahwa sekolah-sekolah, tempat-tempat atau yayasan-yayasan pendidikan digunakan hanya untuk mendapatkan pendidikan dan terhindar dari ajaran-ajaran politik komunis serta ajaran-ajaran yang dapat menggangu keamanan negara, maka Pemerintah berwenang: a Membuat Undang-undang supaya tidak melantik guru atau pensyarah Dosen yang akan membahayakan kepentingan negara; b Membuat Undang-undang supaya menutup setiap sekolah atau lembaga pendidikan, jika sekolah atau lembaga pendidikan tersebut digunakan untuk mengganggu kepentingan negara; dan c Membuat Undang-undang supaya para pelajar, mahasiswa, guru dan dosen tidak boleh membuat perkumpulan organisasi kecuali telah mendapat izin dari polisi. 35 Dalam hal kebebasan berkumpul, hendaklah dalam keadaan aman dan tidak bersenjata, Parlemen dapat membuat Undang-undang untuk menjaga kepentingan dan keselamatan negara. Berdasarkan Poin 27 Akta Polis 1967, setiap perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan konvensi hendaklah dilakukan dengan mendapat izin dari polisi terlebih 34 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 302 35 Ibid., h. 303-304 dahulu dan polisi berwenang tidak mengeluarkan izin tersebut jika dianggap bahwa perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan itu akan membahayakan keselamatan negara. Jika perhimpunan, perkumpulan atau pertemuan konvensi dilakukan tanpa mendapat izin, polisi berhak menghentikan dan membubarkannya dan setiap orang yang bertanggung jawab dapat dihukum karena melakukan kesalahan. Kemudian kebebasan untuk membentuk persatuan atau organisasi, ada undang-undang yang mengaturnya juga, yaitu Akta Pertubuhan tahun 1966. berdasarkan Pasal 5 Akta ini, Menteri Dalam Negeri berhak membuat keputusan yaitu suatu organisasi adalah dilarang keras jika organisasi tersebut digunakan untuk tujuan yang dapat membahayakan kepentingan dan keamanan negara. Suatu lembaga atau organisasi yang termasuk dalam jenis di atas tidak boleh didaftarkan, dan jika telah terdaftar maka akan dicabut keabsahannya. 36 Dari penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa adanya pengaturan dalam undang- undang tentang pembatasan hak dan kebebasan warga negara, ditujukan untuk menjaga dan memelihara kepentingan serta keamanan negara. Jika undang-undang yang dibuat oleh Parlemen telah menghalangi warga negaranya untuk bebas bergerak di wilayah Malaysia atau membatasi kebebasan berpendapat, berkumpul atau berorganisasi, kebebasan beragama dan lain-lain, karena pembatasan yang dibuat itu adalah untuk menjaga keselamatan dan keamanan negara, maka Undang-undang tersebut adalah sah dan tidak boleh ditentang demikianlah penjelasan tentang hak dan kewajiban warga negara Malaysia yang diatur dalam Perlembagan. 36 Ibid., h. 305

2. Kedudukan Hak-Hak Unjuk Rasa Di Indonesia

Disini, akan menjelaskan hak-hak unjuk rasa yang sudah termuat di dalam undang- undang adalah ; 37 a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia; b. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; c. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai; d. bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Mengingat: Pasal 5 ayat 1, Pasal 20 ayat 1, dan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memutuskan: 37 UNDANG-UNDANG Nomor 9 Tahun 1998, tentang Kemedekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum Menetapkan Undang-Undang Dewan tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas.Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Kesimpulannya dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut: 38 38 Dede Rosyada, dkk, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, cet. I h. 73 1. setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh; 2. dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis; 3. hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa Bangsa. Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. 39 Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan: 1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; 2. asas musyawarah dan mufakat; 3. asas kepastian hukum dan keadilan; 4. asas proporsionalitas; 39 Ibid,hlm 78