Hukum Terkait Mengkritik Pemempin Muslim di Tempat Terbuka

mengaku paling mengetahui hadits sahih dhoif, ternyata atau barangkali sengaja ceroboh menggunakan hadits dhoif Iyadh bin Ghanim tentang menasehati penguasa secara diam- diam : 74 Hadis Riwayat Ahmad, Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughiroh] telah menceritakan kepada kami [Shafwan] telah menceritakan kepadaku [Syuraih bin Ubaid Al Hadlromi] dan yang lainnya berkata; [Iyadl bin Ghonim] mencambuk orang Dariya ketika ditaklukkan. [Hisyam bin Hakim] meninggikan suaranya kepadanya untuk menegur sehingga „Iyadl marah. „Iyadl Radliyallahu‟anhu tinggal beberapa hari, lalu Hisyam bin Hakim mendatanginya, memberikan alasan. Hisyam berkata kepada „Iyadl, tidakkah kau mendengar Nabi SAW: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” „Iyadl bin ghanim berkata; Wahai Hisyam bin Hakim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga melihat apa yang kau lihat, namun tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima memang begitu, jika tidak maka dia telah melaksakan kewajibannya “, kamu Wahai Hisyam, kamu sungguh orang yang berani, jika kamu berani kepada penguasa Allah, 74 http:dnuxminds.wordpress.com20110414penjelasan-dan-hukum-syara-terkait demonstrasi-unjuk-rasa diakses pada 1242011 jam 10:43 am WIB. kenapa kamu tidak takut dibunuh penguasa dan kau menjadi korban penguasa Allah subhanahu wata‟ala? 75 Komentar Syaikh Syu‟aib al-Arnauth seorang ahli tahqiqpeneliti hadits – terha dap hadits ini adalah : Shahih li ghairihi selain perkataan : “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara…”, maka dengan tambahan ini hasan lighairihi dan ini hadits isnadnya dha‟if karena Inqitho‟ nya Syarih bin „Ubaid al- Hadhramiy dan dia tidak mendengar dari Iyadh maupun Hisyam. Artinya menurut beliau hadits ini hanya sahih pada redaksional Nabi SAW berkata: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang- orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” Selebihnya yaitu re daksional hadits “hendaknya menasehati penguasa secara diam diam” adalah redaksional yang dhoif. 76 Tapi sebagian ulamak mengatakan bahwa menasehati penguasa dengan secara diam-diam adalah tahap awal yang perlu dilakukan sebelum menasehati secara terang-terangan jika penguasa tersebut masih tidak kembali kepada al- Qur‟an dan Sunnah. Namun mereka tidak mau mengalah begitu saja, mereka membawa jalur lain untuk menguatkan hadits tersebut supaya naik statusnya menjadi hasan atau bahkan ke tingkat sahih. Apakah mereka tidak metarjih hadits tersebut ? bahwa andaikan itu hadits sahih sekali lagi andaikan hadits itu sahih tidakkah kekuatannya masih dibawah hadits-hadtis masyhur yang meriwayatkan bahwa banyak sahabat mengkritik penguasa di tempat 75 HR Ahmad 14792 dari Lidwa.com 76 http:dnuxminds.wordpress.com20110414penjelasan-dan-hukum-syara-terkait demonstrasi-unjuk-rasa diakses pada 1242011 jam 10:43 am WIB. terbuka baik itu kepada Rasulullah SAW ataupun kepada Khulafaur Rasyidin dan juga kepada Penguasa Daulah Umayah. 77

3. Konsep Dan adab dalam Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar

Menurut Abul A‟la al-Maududi, 78 ada kalanya pengungkapan pendapat, atau unjuk rasa, merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima sama sekali. Dan ada kalanya hal itu dapat membangkitkan fitnah, dan ada kalanya berlawanan dengan akhlak dan amanat manusiawi yang tidak dapat dibiarkan atau dimaafkan oleh hukum apa pun. 79 Namun, amr bil- ma‟ruf nahi anil-munkar ialah: pengungkapan pendapat secara benar. Untuk hal tersebut, Islam telah memilih istilah ini, dan Islam tidak menjadikan bentuk ini secara khusus, di antara bentuk-bentuk pengungkapan pendapat lainnya, sebagai salah satu hak rakyat semata-mata, tapi bahkan ia menganggapnya sebagai suatu kewajipan bagi mereka. 80 Kaum Muktazilah 81 sendiri telah memasukkannya pada lima prinsip pemikirannya sehingga tidak dapat dikatakan sempurna iman seseorang jika tidak melaksanakan poin yang satu ini. 82 77 DR Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam,Jakarta:PT raja Grafindo persada 2008 c. I h, 145. 78 Abu A‟la al-Maududi adalah seorang pemikir besar Islam kontemporer, lahir pada tanggal 25 September 1903 di Aurangabad, India Tengah, dan wafat pada tanggal 23 september 1979 di New York. Beliau juga pendiri organisasi Jamiah Islamiyah di Pakistan. Lihat lanjut, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata negara, ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press , 2008 Cet 5, hlm. 157- 178. 79 Ibid, hlm. 301. 80 Ibid, hlm. 301. 81 Kaum Muktazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada peroalan- persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji‟ahlm. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”. Lihat lanjut, Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran, Sejarah, Analisa dan perbandingan, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI-Press , 2008 Cet 5, hlm. 40. 82 Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Cet 1, hlm. 256. Manakala menurut imam Ibn Taimiyah, di dalam bukunya, Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, mengatakan Allah telah mewajibkan amr bil- ma‟ruf nahi anil-munkar sebagai fardhu kifayah. 83 Melalui firmannya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung ”. Ali-Imran: 104 Beliau menambah, menyuruh yang ma‟ruf dan mencegah yang mungkar tidak wajib bagi setiap orang, tapi wajib kifayah, sebagaimana yang ditunjukkan oleh al- Qur‟an. Apabila tidak ada melaksanakan kewajiban tersebut, maka berdosalah semua orang yang mampu menurut kadar kemampuannya. Sebab amar ma‟ruf nahi mungkar itu merupakan kewajiban atas setiap insan menurut kesanggupannya, 84 sebagaimana sabda Nabi SAW: ق ش ب قر ط ع : قي س ي ع ها ص ها سر تع س : ار أر يب ريغي ف , س ف عطتسي ل أف , ق ف عطتسي ل إف , يإا فعضأ كل . س ا ر ٥ Artinya: Dari Thariq bin Syihab, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman ”. Riwayat Muslim 150 85 Berhubung dengan ayat di atas, Ali- „Imran, ayat 104, Syed Qutb menjelaskan di dalam Tafsir Fi Zilal Aal- Qur‟an, bahwa dakwah kepada kebajikan bisa saja dalakukan oleh semua Muslim, namun untuk memerintahkan kepada hal-hal yang ma‟ruf dan 83 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah, Tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Kekuasaan, Siyasah Syar‟iyah dan Jihad Fi Sabilillah Jakarta: Darul Haq, 2007 Cet 2, hlm. 83. 84 Ibid, hlm. 83. 85 Muhammad Nashiruddin al-Bani, Ringkasan Sahih Muslim vol 1, Penerjemah Imron Rosadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 Cet 4, hlm. 35. melarang kepada hal-hal yang munkar diperlukan adanya kekuasaan untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar atau paling tidak, diperlukannya sebuah komunitas yang prihatin terhadap perintah dan larangan terhadap kebaikan dan kemungkaran. Oleh sebab itu, di dalam penafsiran beliau juga menegaskan supaya umat Islam menegakkan kekuasaan untuk memerintah dan melarang. 86 Adapun dalam mengakkan yang ma‟ruf dan melarang munkar harus dengan adab dan tertibnya. Wahbah Az-Zuhaili menulis dalam bukunya, Kebebasan Dalam Islam, bahwa dalam kebebasan berpendapat ada tolak ukurnya, antaranya ialah: 1. Islam memerintahkan untuk selalu beretika dalam berdebat dan mengungkapkan pendapat serta menghargai pendapat orang lain tanpa harus buru-buru memberi putusan hukum. 2. Islam melarang perdebatan yang dapat mendatangkan permusuhan dan kebencian. Allah subhanahu wa Ta‟ala berfirman:                           Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. ”Al-Nahl:12 Adapun batasan-batasannya adalah: 86 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal Al- Qur‟an, penerjemah: As‟ad Yasin dkk, Jakarta: Gema Insani, 2008 Cet. ke-6, jil 3, hlm. 184.