Pengertian Kepolisian Dalam Perspektif Islam

Sekarang istilah tersebut dikenali dengan Wilayah Hisbah yang diperkenalkan oleh pemerintah Nanggore Aceh. 43 Secara sepintas, kajian tentang Hisbah dalam khazanah pemikiran Islam telah banyak dikaji oleh ahli, baik secara khusus dalam suatu buku ataupun merupakan bagian dalam satu bab. Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, Al-Siyasah Al- Syar‟iyyah memaknai Wilayah sebagai “wewenang” dan “kekuasaan” yang dimiliki oleh intitusi pemerintahan untuk mengakkan jiha d, keadilan, hudud, melakukan amar m‟ruf nahi mungkar, serta menolong pihak yang teraniaya. Sementara kata Hisbah bermakna pengawasan, pengiraan dan perhintungan. 44 Sedangkan dalam kitab Al-Ahkam al-Sulthaniyah, al-Mawardi memaknai Hisbah dengan seruan kepada kebaikan secara terang-terangan dan melarang dari kemungkaran secara terang-terangan pula. 45 Berbeda dengan Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun memaknai Hisbah dengan tugas keagamaan dalam bidang amar ma‟ruf nahi mungkar secar luas yang difardhukan bagi setiap Muslim dengan harapan dapat membawa manusia kepada kemaslahatan umum dalam sebuah negara. Seperti penertiban jalan raya untuk menghindari kemacetan dan mencegah muatan kapal penumpang hantar barang secara berlebihan. 46 Hisbah juga bias dipahami sebagai salah satu lemabag dalam Islam yang khusus menangani kasus moral 43 Prof Dr Al- Yasa Abu Bakar MA, Syariat Islam di Provinsi Aceh Darussalam Paradigm Kebijakan dan Kegiatan, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005 hlm. 350. 44 Hafas Furqani, Wilayatul Hisbah, http:www.acehinstinite.org frot-html. Artikel diakses pada 20 Mei 2011, jam 13:45 WIB. 45 Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-Hukum Peneyelenggaraan Negara Dalam Syariat Islam, Penerjemah Fadli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006 Cet II, hlm. 399. 46 Drs. Jamhuri, Wilayatul Hisbah Bukan Polisi Syariat, http:www.Serambinews.comoldindex.php?aksi=baca opinik, Artikel diakses pada 20 Mei 2011, jam 15:30 WIB. dan berbagai bemtuk maksiat yang tidak termasuk wewenang peradilan biasa dan peradilan mazalim peradilan khusus yang menangangi tindak pidana para penguasa. Secara Etimologis, hisbah berarti melakukan sesuatu perbuatan baik dengan penuh perhintungan. Para ulamak fiqh Siyasi politik mendefinisikan hisbah sebagai peradilan yang menangani kasus orng yang melanggar secara nyata perintah untuk berbuat baik dan kasus oerang yang mengerjakan secara nyata larangan untuk berbuat mungkar. Dengan demikian, tugas utama lembaga ini adalah mengajak orang berbuat baik dan mencegah orang berbuat mungkar, dengan tujuan mendapat pahala dan redha Allah SWT. 47

B. Sejarah Kepolisian Dalam Hukum Islam

1. Kepolisian Pada Masa Nabi Muhammad

Pada awal pertama dakwah Islam di Makkah, Nabi Muhammad tidak diperkenankan untuk melakukan peperangan. 48 Dakwah Islam dilakukan dengan persuatif. Komunitas muslim di Makkah belum cukup kuat untuk mendeklarasi ajaran-ajaran Islam secara transparan. Berbagai hambatan dan tantangan datang silih berganti dari suku Quraish Makkah, bahkan tidak sedikit kerabat Nabi Muhammad sendiri menjadi musuh Islam. 47 Drs. H. A. Hafis Dasuki, M.A.dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta: PT ICHTIAR BARU VAN HOLVE, 1996, hlm. 190. 48 Ibnu Taimiyah, Al- Siyasah Al- Syar‟iyyah fi Isiahi Al-Raiyyah, Mesir: Dar Al-Kitab Al-Araby, 1969, h 54 Pada tahun 662 M, Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah dan membangun masyarakat muslim yang lebih kuat. Memasuki tahun ke-2 H 624 M, Madinah menghadapi serangan kaum Musyrik dalam perang Badar yang dimenangi oleh tentara Islam. Dalam perang pertama kali Nabi dan pengikutnya harus lebih dahulu bermusyawarah untuk menentukan strategi dalam memenangkan suatu pertempuran. Satu tahun kemudian 625 M, rombongan tentara Makkah melakukan serangan balik dengan kemenangan di pihak Makkah dalam perang Uhud. Pada tahun 627 M, setelah perang Uhud, pasukan Makkah mengalami kekalahan akibat taktik perang yang dilakukan kaum muslimin dengan menggali parit khandaq. Pada tahun 628 M, Nabi melakukan perjanjian damai antara suku Quraisy Makkah dengan kaum muslimin Madinah yang dikenal sebagai perjanjian Hudaibiyah, Islam semakin maju dan banyak kaum Makkah yang masuk Islam. Namun perjanjian damai tersebut dilanggar oleh kaum Quraisy Makkah, pada tahun 630 M, Nabi dan kaum muslimin membalas dengan menyerang kota makkah tanpa pertumparan darah dan kaum muslimin menguasai Makkah. Kemenangan angkatan perang pada masa nabi yang merupakan perkembangan mendasar berkaitan dengan kebijakan tentang lembaga kepolisian yang menandakan era baru lembaga kepolisian, dimana lembaga kepolisian mempunyai kekuasaan penuh dalam mengatur keamanan negara. Nabi sebagai kepala agama sekaligus sebagai kepala pemerintahan hanya memberikan kebijakan-kebiajakan global yang berkaitan dengan aktivitas kepolisian. Pengangkatan panglima perang pertama kali terjadi pada Ramadhan 1 HMaret 623 M, enam bulan setelah hijrah Nabi dan terakhir kali terjadi pada Rabiu Tsani 1 H632 M. Ada 72 kali pengangkatan pemimpin perang dengan jumlah pemimpin yang dipercayai 47 orang. 49

2. Kepolisian pada masa Khulafaur Rasyidun

Pada saat Nabi meninggal dunia, organisasi politik negara Madinah menghadapi krusial. Pertama, Al-Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam telah dianggap selesai, karena tidak di turunkan lagi. Untuk memberikan jawaban atas persoalan yang muncul maka diperlukan tafsir atas teks Al- Qur‟an. Kedua, tidak adanya pengganti yang dipersiapkan sebelum Nabi meninggal. Ketiga, muncul pertentangan antara kaum Anshar dan Muhajirin tentang pemimpin setelah nabi Setelah musyawarah di Tsaqifah, Bani Saidah sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai kepala agama sekaligus sebagai kepala pemerintahan dan sebagai panglima perang tertinggi. Tugas politik pertama yang harus dihadapi adalah banyaknya komunitas Muslim yang meninggalkan agamanya sepeninggalnya Nabi. Abu Bakar dibantu Umar bin Khattab menyakinkan umat Muslim bahwa „nabi-nabi‟ baru harus ditumpaskan sampai 49 Para ulama dan sejarawan berbeda pendapat tentang beberapa kali peristiwa perang yang diikuti oleh Nabi Ghazwah dan beberapa peperangan yang tidak diikuti oleh Nabi sariyah. Imam Yahya, Tradisi Militer Dalam Islam Yogyarkarta: Logung Pustaka, 200, h. 40.