mereka. Akan tetapi, mereka tidak menyatu dalam waris mewarisi secara fardh dan waris mewarisi secara tashib.
36
Contoh waris mewarisi secara fardh 1 anak perempuan
12 Paman kandung
sisa Contoh waris mewarisi secara tashib
Istri 18
1 anak perempuan sisa
1 orang anak laki-laki sisa
b. Ahli Waris Ashabah
Kata ashabah
merupakan jama’ dari tashib yang berarti kerabat seorang dari pihak bapaknya. Dalam memberikan defenisi ashabah atau tashib pada hakikatnya
ulama faraidh mempunyai kesamaan persepsi dan maksud, antar lain: Sebagaimana dikemukakan Rifa’i Arief yang dikutip oleh Usman Suparman dan
Yusuf Soawinata yaitu: “bagian yang tidak ditentukan dengan kadar tertentu seperti mengambil seluruh harta atau menerima seluruh harta atau menerima sisa setelah
pembagian ashabul furudh”.
37
Menurut Fathurrahman ashabah ialah: “ahli waris yang tidak mendapat bagian yang sudah dipastikan besar kecilnya yang telah
36
Ibid, hal.101.
37
Usman Suparman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, hal. 72.
disepakati oleh seluruh fuqaha. Seperti ashabul furudh dan yang belum disepakati seperti dzawil arham”.
38
Dalam kitab
Matnur al-Ruhbiyyah ashabah adalah ahli waris yang tidak mendapat
bagian yang sudah dipastikan besar kecilnya, yang telah disepakati oleh seluruh fuqoha seperti ashabul furudh dan yang belum disepakati oleh mereka seperti
dzawil arham serta mereka mendapatkan sisa harta peninggalan setelah dikurangi
bagian furudh.
39
Sayid Sabiq membagi ashabah atas dua bagian, yakni ashabah nasabiyyah yaitu berdasarkan kekerabatan dan ashabah sababiyyah yaitu berdasarkan adanya sebab
memerdekakan hamba sahaya. Mengenai ashabah nasabiyyah para ahli faraidh membaginya menjadi tiga bagian yaitu: Pertama, ashabah bil nafsi. Kedua, ashabah
bil ghair. Ketiga, Ashabah ma’al ghair.
40
Adapun rincian ashabah nasabiyyah sebagai berikut: 1
Ahabah bi an-Nafsi ialah tiap-tiap kerabat yang lelaki yang tidak diselangi dalam hubungannya dengan yang meninggal oleh seorang wanita.
41
Orang- orang yang menjadi ahli waris ashabah bi an-Nafsi berjumlah 12 orang. Yaitu: Anak laki- laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara laki-
laki sekandung, saudara laki-laki se ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki
38
Fathurrahman, Ilmu Waris, hal. 339.
39
Muhammad Sabatul al-Maridini, Sarhu al-Matnu al-Ruhbiyyah, hal. 23.
40
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Hal. 432
41
Hasby ash-Shiddiqy, Fiqh Mawaris, Jakarta: Bulan Bintang, 1973 hal. 167.
sekandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, paman sekandung, Paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, anak laki-laki dari
paman seayah, laki-laki yang memerdekakan budak, perempuan yang memerdekakan budak.
42
2 Ashabah bi al-Ghoir ialah tiap wanita yang mempunyai furudh tapi dalam
mawaris menerima ashabah, memerlukan orang lain dan dia bersekutu dengannya untuk menerima ashabah.
43
Orang-orang yang menjadi ashabah bi al-Ghoir adalah sekelompok anak perempuan bersama seorang atau sekelompok anak laki-laki, dan seorang
atau sekelompok saudara perempuan dengan seorang atau sekelompok saudara laki-laki, mana kala kelompok laki-laki tersebut menjadi waris
ashabah bi an-Nafsi.
44
3 Ashabah ma’a al-ghoir ialah tiap wanita yang memerlukan orang lain dalam
menerima ashabah, sedangkan orang lain itu bersekutu menerima ashabah tersebut.
45
Adalah seorang atau sekelompok saudara perempuan, baik sekandung maupun sebapak, yang mewaris bersama-sama dengan seorang atau
42
Usman Suparman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, hal. 75.
43
Ahmad Kuzari, Sistem Ashabah Dasar Pemindahan Hak Milik Atas Harta Tinggalan, hal. 92.
44
Usman Suparman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, hal. 77.
45
Hasby ash-Shiddiqy, Fiqh Mawaris, hal. 179.
sekelompok anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki, manakala tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki pancar laki-laki, atau bapak, serta tidak
ada saudaranya yang laki-laki, yang menjadikannya sebagai ahli waris bil ghoir. Jadi saudara perempuan sekandung atau sebapak mempunyai tiga
keadaan, yaitu sebagai penerima warisan secara fardh manakala tidak bersama-sama dengan saudara laki- lakinya sebagai ashabah bi ghoir
manakala bersama dengan saudara laki-lakinya; dan sebagi ashabah ma’al ghair manakala bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan
pancar laki-laki.
46
c. Dzawil Arham