⌧
⌧ .............
Artinya
: “
Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” Q.S. An-Nisa’ 4:13-14
Ayat ini turun sesudah menerangkan bagian ashabul-furudh, artinya membatasi bagian yang telah ditentukan oleh ALLAH SWT. Maka seluruh sisa harta
itu diserahkan kepada baitul mal.
21
e. Abdullah ibnu Abbas
Sisa harta diberikan kepada ash-habul furudh selain suami, istri dan juga selain nenek, jika ia bersama ashabul furudh yang memiliki hubungan kekerabatan
karena nasab. Jika tidak ada, ia boleh medapatkan pengembalian. Dalil yang dikemukakan adalah Warisan nenek merupakan makanan untuknya. Oleh karena itu
21
Ibid, hal. 323
nenek tidak boleh mendapatkan bagian lebih dari apa yang telah ditetapkan, kecuali jika tidak ada ashabul furudh, yang memiliki hubungan karena nasab.
22
2. Pendapat para Imam Mazhab a.
Imam Syafi’i dan Imam Maliki
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Maliki Sisa harta yang tersisa setelah bagian ashabul furudh dibagikan radd, tidak bisa dikembalikan kepada ashabul
furud , tetapi harus diserahkan ke baitul mal.
23
Demikian juga tidak boleh diserahkan kepada dzawil arham, baik keadaan kas baitul mal teratur dalam melaksanakan
tugasnya maupun tidak. Sebab hak pusaka terhadap kelebihan tersebut adalah ditangan orang-orang muslimin pada umumnya. Orang-orang muslimin pada
keadaan bagaimanapun tidak boleh dianggap sepi. Biarpun nashir tersebut tidak melaksanakan amanat orang-orang muslimin, tetapi hal itu tidak dapat
menggugurkan hak mereka.
24
Oleh karena itu Kelebihan harta setelah dibagi-bagikan kepada ahli waris dzul al-furudh tidak dapat dimiliki oleh seorang ahli waris karena
tidak ada jalan untuk memilikinya dan harus diserahkan ke baitulmal.
22
Ibid, hal. 327.
23
Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, Ahkamul Mawaris Fissyariatil Islamiyyah Ala Mazahibul Arbaah,
hal. 174.
24
Muhammad Syarbini al-Khotib, Mughnil Muhtaj Mesir: Musthapa al-Baby al-Halaby, 1958 Juz III, hal. 6.