2. Ashabul-furudh terdiri dari beberapa ahli waris dan tidak ada suami atau
istri. Pada situasi ini, harta waris dibagi berdasarkan jumlah bagian yang
dibagikan, bukan brdasarkan jumlah orang. Contoh: Seorang wafat meninggalkan ibu dan dua saudara seibu, harta waris
Rp 12.000.000.’ Ahli
Waris Fardh
AM: 6
Ibu 16 x 6 = 1.’ 1 x 12.000.000 = Rp 2.000.000.’
6 2 Saudari seibu
13 x 6 = 2.’ 2 x 12.000.000 = Rp 4.000.000.’ 6
3. Ahli waris ashabul-furud hanya satu orang tetapi bersama salah satu suami
atau istri, penyelesaiannya adalah menjadikan asal masalahnya dari bagian tetap orang yang tidak mendapatkan pengembalian, dan sisanya dibagikan
sesuai jumlah ahli waris Contoh:Seorang wafat meninggalkan suami dan dua anak perempuan, harta
waris Rp 24.000.000.’ Ahli
Waris Fardh
AM: 4
Suami 14 x 4 = 1.’ 1 x 24.000.000.’ = Rp 6.000.000.’
4 2 Anak perempuan
34 x 4 = 3.’ 3 x 24.000.000.’ = Rp 18.000.000.’ 4
4. Ahli waris ash-habul-furudh lebih dari satu orang, bersama salah satu dari
suami atau istri, penyelesaiannya adalah menjadikan asal masalahnya adalah hasil dari dari suami atau istri. Kemudian sisanya dibagikan kepada ash-habu
furudh, yang menerima pengembalian sisa harta waris, sesuai nisbat mereka. Jika masalhnya memerlukan tashih dilakukan tashih sesuai dengan
kaidahnya. Contoh:Seorang wafat meninggalkan Istri, ibu dan saudara seibu Rp
24.000.000.’ Ahli
Waris Fardh
AM: 12
Istri 14 x 12 = 3.’3 x 24.000.000 = Rp 6.000.000.’
12 Ibu
16 x 12 = 2.’ 2 x 24.000.000 = Rp 4.000.000.’ 12
2 Saudara seibu 13 x 12 = 4.’ 4 x 24.000.000 = Rp 8.000.000,’
12 Rp
18.000.000.’ 24.000.000 – 18.000.000 = 6.000.000.’Sisa harta ini diberikan kepada Ibu dan
saudara seibu. Yaitu Ibu
16 x 6 = 1.’1 x 6.000.000 = Rp 2.000.000.’ 3
2 Saudara se ibu 13 x 6 = 2.’ X 6.000.000 = Rp 4.000.000.’
3 Rp
6.000.000.’
BAB IV ANALISA PERSPEKTIF KONSEP RADD
A. Sejarah Singkat Kompilasi Hukum Islam 1.
Latar Belakang
Latar belakang pertama diadakannya penyusunan kompilasi adalah karena adanya kesimpang siuran putusan Pengadilan Agama yang saling berbeda, pada hal
kasususnya sama dan tajamnya perbedaan pendapat tentang masalah-masalah islam. Walaupun kitab kitab yang dipergunakan sudah ada ketentuan rujukan bagi
Pengadilan Agama pada tahun 1958 telah dikeluarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama No. B1735 tanggal 18 Pebruari 1958 yang merupakan tindak lanjut
peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan AgamaMahkamah Syar’iyyah diluar jawa dan Madura.
Dalam huruf B Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa untuk mendapat kesatuan hukum yang memeriksa perkara para Hakim Pengadilan AgamaMahkamah
Syar’iyyah dianjurkan agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab .
1
al- Bajuri, Fathu al-Muin dengan Syarahnya, Syarqawi ala at-Tahrir, QulyubiMahalli,
Fathu al-Wahab dengan Syarahnya, Tuhfah, Targhibu al-Mustaq, Qowaninu al- Syar’iyyah li Sayyid Usman bin Yahya, Qowaninu al-Syar’iyyah li Sayyid
1
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 2007 Cet Ke-5 hal. 22.
72
Shodaqoh Dahlan, Syamsuri li al-Faraidh, Bughyatu al-Mustarsyidin, al-Fiqhu ala al- Muadzahibi al-Arba’ah, Mughni al-Muhtaj.
Dengan menunjuk ketiga belas buku ini maka langkah kearah kepastian hukum semakin nyata dan keadaan ini dicatat sebagai pergeseran kearah kesatuan
hukum dalam bentuk tertulis dari beberapa bagian hukum islam. Ide kompilasi hukum islam timbul setelah berjalan dua setengah tahun
Mahkamah Agung membina bidang teknis Yustisial Peradilan Agama. Tugas pembinaan ini berdasar pada Undang-Undang No 14 Tahun 1970 yang menentukan
bahwa pengaturan personal, keuangan dan organisasi pengadilan yang ada, di serahkan kepada depertemen masing-masing. Sedangkan pengaturan teknis yustisial
ditangani oleh Mahkamah Agung. Meskipun Undang-Undang tersebut telah ditetapkan tahun 1970, akan tetapi pelaksanaannya dilingkungan Peradilan Agama
baru bisa dilakukan pada tahun 1983 setelah ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama SKB Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama No. 01, 02, 03 dan
04SK1-1983 dan No. 1,2,3 dan 4 Tahun 1983.
2
Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia KHI merupakan proyek Pembangunan Hukum Islam di Indonesia. Rancangan tersebut disusun oleh Tim
yang terdiri Unsur-Unsur Depertemen Agama dan Mahkamah Agung. Bila dilihat keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21 Maret
2
Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia Gemuruhnya Politik Hukum Hukum Islam, Hukum Barat, Hukum Adat Dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut lembaga Peradilan
Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006 Hal. 107. Lihat juga Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam, hal.33.