Tambahan untuk nenek 13 x 6.000.000 = 2.000.000.’ Tambahan untuk 2 saudari 23 x 6.000.000 = 4.000.000’
Jadi penerimaan nenek seluruhnya adalah Rp 4.000.000 + 2.000.000. = Rp 6.000.000.’
Jadi penerimaan 2 sdri se ibu seluruhnya Rp 8. 000.000 + 4.000.000 = Rp 12. 000.000.’
Istri tidak mendapatkan sisa harta, tetap mendapat Rp 6.000.000.’
D. Analisis Penulis.
Mengenai keberadaan radd para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ at-Tabiin, para Imam Mujtahid, bebeda pendapat tentang radd itu ada atau tidak, dan radd itu diberikan
kepada ahli waris yang bagaimana. Klasipikasi perbedaan ini adalah:
1. Zaid bin Tzabit, Urwah bin Zubeir, Sulaiman bin Yasar, Imam Syafi’i
dan Imam Malik. Mereka berpendapat bahwa radd itu tidak ada walaupun ada wajib diberikan kepada Baitul Mal.
2. Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Abdullah
bin Abbas, Ahmad bin Hanbal, Abu Hanifah, Pengikut Mazhab Syafi,i, dan Maliki, Syiah Zayidiyyah dan Imamiyyah. Mereka
berpendapat bahwa radd itu ada, diberikan kepada ahli waris ashabu al-furudh.
Mereka berbeda pendapat tentang ashabu al-Furudh yang bagimana boleh mendapatkan radd. Apakah ia ashabu al-furudh disebabkan senasab atau disebabkan
hukum. Karena bila kita teliti kembali ashabu al-furudh itu adalah para ahli waris yang mempunyai bagian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’, mereka adalah:
ibu, Nenek, Kakek dari jalur ibu, saudara laki-laki seibu, saudara perempuan seibu, suami, istri, ayah, kakek, anak perempuan, cucu perempuan,saudara perempuan
kandung, saudara perempuan seayah. Disini para ulama menyatakan bahwa ashabu al-Furudh yang boleh diberikan
radd adalah yang disebabkan senasab, suami atau istri tidak boleh mendapatkan radd, karena ia ashabu al-furudh yang disebabkan hukum. Berbeda dengan pendapat
Utsman bin Affan yang menyatakan bahwa pemberian radd diberikan kepada semua ashabu al-furudh tanpa memandang sebab, artinya suami atau istri tetap mendapat
radd. Bila kita teliti alasan yang dikemukakan para Ulama, baik yang menyatakan
radd diberikan kepada Baitul Mal atau ashabu al-Furudh sama kuatnya, karena al- Qur’an maupun Hadist yang menjelaskan secara mendetail tidak ada, kecuali hanya
interpretasi para Ulama Mujtahid untuk menentukan hukum. Seperti pendapat yang menyatakan radd diberikan kepada Baitul Mal, dalil yang dikemukakan adalah surah
an-Nisa’ ayat 13-14 yang artinya bahwa hukum ALLAH tidak boleh melampaui batas yang sudah ditentukan dari bagian-bagian ahli waris. Tidak boleh menambahi
atau mengurangi, ketika ditambahi, itu artinya melampaui ketentuan ALLAH, maka ketika ada radd diberikan kepada Baitul Mal, karena sudah menjadi hak orang islam.