Perkembangan dan Lahirnya Kelompok Otaku di Jepang Perilaku para Otaku

kalangan anak perempuan, tapi sebaliknya istilah ini tidak pernah digunakan untuk perempuan. Berhubung istilah otaku sering digunakan dalam konteks yang menyinggung perasaan, penggunaan istilah otaku sering dikritik sebagai praduga atau perlakuan diskriminasi terhadap seseorang. Istilah otaku juga identik dengan sebutan Akiba Kei yang digunakan untuk laki-laki yang berselera buruk dalam soal berpakaian. Sebutan Akiba Kei berasal dari gaya berpakaian laki-laki yang lebih suka mengeluarkan uang untuk keperluan hobi di distrik Akihabara, Tokyo daripada membeli baju yang sedang tren. Sebutan lain yang kurang umum untuk Akiba-Kei adalah A-Boy atau A-Kei, mengikuti istilah B- Boy B-Kei atau B-Kaji yang sudah lebih dulu ada untuk orang yang meniru penampilan penyanyi hip-hop berkulit hitam.

2.2.2. Perkembangan dan Lahirnya Kelompok Otaku di Jepang

Sebelum istilah otaku menjadi populer di Jepang, sudah ada orang yang disebut mania karena hanya menekuni sesuatu dan tidak mempunyai minat pada kehidupan sehari-hari yang biasa dilakukan orang. Di Jepang, istilah otaku sering digunakan di luar konteks penggemar berat anime atau manga untuk menggantikan istilah mania, sehingga ada istilah Game-otaku, Gundam-otaku otaku mengenai robot Gundam, Gunji-otaku otaku bidang militer, Pasokon-otaku otaku komputer, Tetsudō-otaku otaku kereta api alias Tecchan dan lain-lain. Para Otaku tersebut membentuk kelompok-kelompok tersendiri berdasarkan kesukaan atau hobi yang sama. Mereka berkumpul baik secara langsung maupun tidak langsung dari internet dan membentuk suatu komunitas yang memiliki tujuan Universitas Sumatera Utara dan keinginan yang sama. Diantara banyaknya kelompok otaku tersebut, komunitas otaku manga dan anime di Jepang saat ini cukup besar kalau melihat dari tingkat pasar penggemar manga dan anime. Dapat dikatakan komunitas otaku ini di Jepang dapat terlihat dari banyaknya kelompok otaku manga dan anime yang bermunculan dalam masyarakat Jepang saat ini.

2.2.3. Jenis-jenis Otaku di Jepang

• Manga ota. Orang-orang yang suka membaca manga dan mengoleksi manga. • Seiyuu ota. Seiyuu adalah pengisi suara dari anime. Orang-orang yg tergolong ini mampu mengenali seiyuu hanya dari mendengar suaranya. • Tetsudou Railroad ota. Ada 2 tipe dari otaku ini, noritetsu: orang yang memiliki hobi melakukan perjalanan menggunakan kereta, dan toritetsu: orang yang memiliki hobi mengambil foto dari kereta. Untuk hal ini masih belum memungkinkan di Indonesia karena perkeretaapian di Indonesia belum bisa tergolong memiliki daya tarik. • Idol ota. Berlawanan dengan anime ota, Idol ota tertarik terhadap 3 dimensi sanjigen ketimbang 2 dimensi nijigen. Mereka biasanya mengambil foto- foto idolanya menggunakan camera. • Figure ota. Orang-orang yang mengoleksi action figure. Ada 2 tipe, yang pertama adalah yg mengoleksi figure-figure yang lebih mahal, dan yang kedua yang suka mengoleksi gachapongashapon gachapon adalah figure Universitas Sumatera Utara kecil atau trading figure. • Cosplay ota. Orang-orang yang suka menggunakan pakaian seperti karakter animegame. • Maid ota. Juga dikenal sebagai meidosuki. Orang-orang ini menyukai orang yang berpakaian dan bertindak seperti seorang maid pelayan dari abad pertengahan di Eropa. • Eroge ota. Eroge artinya erotic game. Orang-orang yang tergolong dalam otaku ini menyukai permainan erotic game game porno. Umumnya game- game seperti ini bisa didapat di Jepang. • Anime ota. Orang-orang yang suka dengan segala hal berhubungan anime. • Pasocon ota. Orang-orang yang suka dengan segala hal yang berhubungan dengan komputer. Atau juga dikenal sebagai computer freak. • Game ota. Orang-orang yang suka bermain game, tapi bukan yang tergolong erotic game. Orang-orang ini merupakan gamer-gamer yang sering menghabiskan waktunya bermain game online maupun offline, dan juga game-game console. • Gunji ota. Orang-orang yang suka dengan segala hal yang berhubungan dengan militer: seragam militer, mainan militer dan lain-lain. 2.2.4. Generasi-generasi Otaku • Otaku generasi pertama kelahiran paruh pertama tahun 1960-an Otaku generasi pertama dibesarkan sebagai penggemar fiksi sains di saat Universitas Sumatera Utara masyarakat umum masih mengganggap anime sebagai konsumsi anak-anak. Gekiga yang dimaksudkan sebagai bacaan orang dewasa lalu mulai dikenal secara luas. Otaku generasi pertama juga mulai ikut-ikutan membaca Gekiga. Di Jepang, generasi kelahiran tahun 1960-an disebut generasi Shinjinrui Generation X yang sewaktu kecil takjub dengan monster yang bisa berubah bentuk dan menyenangi Tokusatsu. • Otaku generasi II kelahiran sekitar tahun 1970-an Otaku generasi ini, di masa kecil membaca Space Battleship Yamato, Mobile Suit Gundam yang nantinya menjadi bekal penting untuk menjadi otaku. Masyarakat Jepang mulai menerima kehadiran otaku. Sebagian otaku generasi II tidak bisa membedakan antara dunia fiksi sains dengan alam nyata, misalnya Gundam-otaku Gun-ota. Permainan video dekade 1980-an juga menjadi kegemaran otaku generasi II. Pada saat yang sama, masyarakat mulai menaruh praduga terhadap otaku akibat kasus pembunuhan heboh dengan pelaku seorang otaku. Di kalangan anak sebaya, otaku mulai mendapat perlakuan diskriminasi. • Otaku generasi III kelahiran sekitar tahun 1980-an Otaku generasi ini, di masa kecil membaca Neon Genesis Evangelion, otaku generasi III sekarang menjadi inti gerakan Sekai Kei. Anak-anak dari otaku generasi I mulai menjadi otaku sehingga citra negatif otaku semakin berkurang dan otaku hanya dianggap sebagai salah satu hobi. Di kalangan Universitas Sumatera Utara otaku generasi III, kecenderungan Moé istilah untuk menyebutkan suatu keadaan sedang berfantasi seksual sudah menjadi istilah yang disepakati bersama, sekaligus sebagai prinsip dan tujuan. Otaku generasi III makin tenggelam di dalam dunia yang digambarkan manga, dan bahkan sampai menyenangi High Culture istilah untuk mneyebutkan kebudayaan yang diciptakan oleh manga dan anime yang ada di dalamnya. 2.3. Gambaran Kehidupan Sosial dan Perilaku Para Otaku di Jepang 2.3.1. Kehidupan Sosial para Otaku di Jepang dengan Lingkungan Sosialnya

2.3.1.1. Kehidupan Sosial para Otaku dengan Sesama Otaku

Kebiasaan orang Jepang untuk masuk dalam suatu kelompok juga terdapat dalam komunitas otaku di Jepang. Hal itu dapat terlihat dari berbagai macam jenis kelompok otaku yang ada di Jepang. Persamaan yang ada dalam diri mereka menjadi asal mula pembentukan kelompok otaku tersebut. Para Otaku dalam kehidupan sosialnya kurang dapat terlihat secara langsung. Mereka lebih suka berkumpul secara tidak langsung seperti dalam dunia maya misalnya, internet. Mereka menggunakan jaringan elektronik, karena media itulah yang membuat mereka tetap bisa tinggal di rumah, sekaligus memampukan mereka untuk bertemu dengan orang-orang serupa tanpa perlu kontak fisik. Mereka lebih dapat terbuka tanpa kontak secara langsung. Biasanya mereka membentuk suatu komunitas yang memiliki persamaan hobi. Dalam suatu komunitas tersebut, mereka dapat terbuka dan mulai mengungkapkan jati dirinya. Hal ini dikarenakan mereka merasa aman membuka diri dalam kelompoknya. Universitas Sumatera Utara Biasanya, otaku menghindari komunikasi langsung, tapi terus menerus dan secara berlebihan, berkomunikasi melalui berbagai teknologi media. Struktur pertukaran informasi mereka adalah uwasa desas-desus dan kuchi-komi komunikasi oral, gosip, komunikasi minor, dan ofu rekoodo off the record, dan berbagai jenis permainan, penyebaran melalui jaringan elektronik, dan pada akhirnya diskomunikasi. Penting untuk berbicara, namun tidak penting apa yang dibicarakan. Karakter dari para otaku adalah bahwa mereka berbicara tanpa konteks tertentu. Mereka hidup dalam sistem yang merujuk diri sendiri yang tidak perlu memperhatikan isi. Paling penting dalam kesadaran mereka adalah keberadaan media. Pada dasarnya, mereka dapat berkomunikasi hanya dengan otaku yang satu tipe. Percakapan mereka tidaklah interaktif artinya saling berbalasan, tapi hanya untuk memamerkan pengetahuan informasi yang mereka punya. Setiap orang mengkategorikan yang lain dengan kesukaan mereka pada detail-detail tertentu. Jika dua orang dari mereka menemukan kesukaan yang sama, maka mereka akan menjadi dekat. Tapi jika tidak, mereka tidak merasa perlu untuk saling bercakap-cakap. Mereka tidak merasa perlu untuk mempengaruhi orang lain untuk menyukai apa yang mereka sukai. Kelompok ataupun komunitas otaku tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan sosial yang hampir sama dengan kebanyakan kelompok lainnya. Hanya saja mungkin cara mereka bergaul atau bersosialisasi sedikit berbeda. Misalnya, mereka lebih suka bersosialisasi dengan orang yang memiliki minat dan hobi yang sama dengan dirinya saja. Jika ada yang memiliki minat sedikit berbeda dari mereka, Universitas Sumatera Utara mungkin akan sedikit sulit bersosialisasi dengan mereka. Para otaku tersebut sangat menghargai orang yang mau memahami minat mereka terhadap hobinya, dan biasanya cenderung menutup diri pada orang asing yang berbeda hobi. Para otaku di Jepang dalam komunitasnya sangat loyalitas, terutama dalam saling pemberian informasi yang menyangkut hobi mereka. Mereka akan sangat menghargai dan menghormati orang yang memiliki sumber informasi mengenai hobi mereka. Karena itu para otaku tersebut saling berlomba-lomba memperoleh informasi dan melengkapi koleksi mereka untuk dapat diperlihatkan kepada otaku yang lain. Sesama otaku tersebut memiliki suatu kesamaan akan sesuatu hal dengan otaku lainnya, dan mereka mulai akan merasa diterima dalam kelompok tersebut. Sehingga dapat dikatakan sesama otaku tersebut membentuk komunitas mereka atas dasar persamaan yang ada dalam diri mereka.

2.3.1.2. Kehidupan Sosial para Otaku dengan yang Non-Otaku

Para otaku dalam kehidupan sosialnya dengan yang non-otaku sedikit sulit terlihat. Biasanya meraka kurang dapat berkomunikasi satu sama lain, karena terdapat banyak perbedaan yang ada. Misalnya, dari cara berpakaian, hobi, dan cara pandang mereka terhadap sesuatu hal berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Kalau melihat dari sudut pandang masyarakat kebanyakan yang memandang negatif para otaku, maka tidak heran para otaku tersebut sedikit demi sedikit mulai menjauhi kehidupan bermasyarakat dan mulai membentuk komunitas mereka sendiri. Para otaku tersebut mulai hidup dalam dunia khayalan yang mereka ciptakan seperti dalam dunia manga dan anime. Mereka lebih suka hidup dalam dunia Universitas Sumatera Utara khayalan tersebut dikarenakan tidak ada tekanan dari masyarakat dan mereka dapat lebih berekspresi dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri. Hal ini menyebabkan mereka sedikit sulit memisahkan antara yang mana merupakan khayalan dan yang mana merupakan kenyataan. Sehingga kecendrungan untuk semakin terpisah dari yang non-otaku masyarakat pun terjadi. Kehidupan sosial para otaku dengan yang non-otaku tersebut dapat dikatakan sangat jarang terlihat, walaupun mungkin ada beberapa yang non-otaku dapat memahami keadaan mereka. Tetapi karena pandangan masyarakat yang sudah terlanjur memandang negatif para otaku, semakin membuat mereka menjauh perlahan-lahan dalam kehidupan bermasyarakat secara umum.

2.3.2. Perilaku para Otaku

Kehidupan para otaku mungkin tidak jauh berebeda dari kebanyakan orang lainnya. Namun perilaku maupun tindakan para otaku tersebut berbeda dengan orang lainnya. Mereka lebih suka diam di rumah untuk membaca manga dan menonton anime. Mereka seolah-olah masuk ke dalam dunia khayalan yang diciptakan oleh anime dan manga tersebut dan ikut terhanyut ke dalam ceritanya. Mereka mulai merasakan kesenangan yang lebih setelah mereka membaca manga dan menonton anime. Mereka ingin lepas dari tekanan kenyataan kehidupan yang sebenarnya dan mulai mencari dunia khayalan yang tidak memaksa dan dapat mereka ciptakan sendiri. Para otaku tersebut mulai bersikap seperti apa yang diciptakan oleh manga dan anime tersebut. Perilaku mereka menjadi sedikit aneh dan menyimpang kalau Universitas Sumatera Utara dilihat oleh masyarakat. Keanehan para otaku tersebut seperti : mereka lebih suka sesuatu yang abstrak daripada yang konkrit, contohnya, mereka lebih menyukai figure-figure tokoh anime dibandingkan manusia sebenarnya. Mereka kurang cakap berkomunikasi dengan orang lain daripada dengan tokoh-tokoh game yang dapat berbicara dengan mereka. Perilaku para otaku dinilai aneh oleh masyarakat Jepang yang menganggap sesuatu hal yang yang dilakukan para otaku tersebut menyimpang dari perilaku kebanyakan orang. Ada kesan bahwa semua otaku tergila-gila pada teknologi. Namun sebenarnya, itu bukan berarti mereka semua membenci alam, karena ada otaku untuk ikan tropis dan fosil. Mereka melakukannya dalam gaya otaku. Dalam hal ini yang penting adalah sikapnya, bukan yang lain. 2.4. Komik dan Manga komik Jepang 2.4.1. Defenisi Komik Komik adalah cerita bergambar cergam yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai penjelasan dialog dan alur cerita Angkat, 2004. Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat 2004 adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituang dalam gambar dan tanda, mengarah kepada suatu pemikiran dan perenungan. Menurut Will Eisner dalam bukunya Graphic Storytelling, komik adalah tatanan gambar dan balon kata yang berurutan. Scott McCloud punya pendapat lain lagi, katanya dalam buku Understanding Comics, komik didefinisikan sebagai gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang Universitas Sumatera Utara