Latar Belakang Masalah Otaku

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Otaku

(オタク) adalah istilah atau sebutan dalam bahasa Jepang yang dipakai untuk orang yang tergila-gila pada budaya visual modern Jepang, seperti : komik jepang manga, 漫画 , anime アニメ , game, cosplay, dan lain-lain. Kata otaku sendiri berarti “rumahmu” atau “kamu” お宅 dan mempunyai konotasi formal. Tetapi sejak tahun 80-an, kata “otaku” dipakai dalam makna lain. Awalnya adalah ketika kalangan penggemar anime dan manga komik ketika bertemu dan saling menyapa, “ お宅 の コレクション を 見てもいいですか。 ” Bolehkah saya melihat koleksi kamu? dengan menggunakan bahasa yang sopan. Istilah otaku berasal dari creator Macross 1982 yaitu Shoji Kawamori dan Haruhiko Mikimoto yang bekerja di studio Nue. Karena keduanya belajar di Universitas Keio yang terkenal sebagai institusi pendidikan terhormat, mereka menggunakan kata otaku untuk saling menyapa. Kemudian staff Studio Nue juga turut menggunakan sapaan otaku, sehingga menular ke kalangan fans Macross. Tahun 1983, istilah otaku untuk menyebut fans digunakan dalam artikel Otaku no kenkyuu お宅の研究 dalam majalah Manga Burikko yang ditulis oleh jurnalis Akio Nakamori. Ia menyebut fans sebagai otaku-zoku generasi otaku dan menulis bahwa otaku itu anti sosial, tertutup dan aneh. Istilah otaku itu menjadi semakin negatif ketika kasus pembunuhan 4 orang anak perempuan oleh Tsutomu Universitas Sumatera Utara Miyazaki tahun 1989 yang membuka fakta bahwa Miyazaki adalah seorang “otaku” yang tidak dapat membedakan dan memisahkan antara kenyataan dengan khayalan yang ia konsumsi melalui manga dan anime yang kebanyakan mengandung unsur kekerasan dan pornografihentai. Otaku lahir dan berkembang karena pengaruh tekhnologi yang berkembang dan masyarakat sendiri yang melahirkan dan membuat identitas untuk mereka. Menurut Volker Grassmuck dalam artikel “Sendiri Tapi Tak Kesepian” terjemahan tahun 1990, bahwa dalam banyak hal, otaku adalah bagian dari fenomena media. Media lah salah satu sebab utama kemunculan mereka, kemudian media jugalah yang menciptakan nama untuk mereka. Mereka hidup di dalam dunia maya-informasi yang disediakan oleh media, dan bahkan penelitian tentang otaku sebenarnya adalah penelitian tentang sejarah media. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang menganut paham masyarakat kelompok shuudan shugi. Penekanan pada kelompok mempunyai pengaruh yang merasuk ke dalam gaya hidup Jepang terutama hubungan antar pribadi di Jepang. Sehingga orang merasa bahwa bangsa Jepang terutama cenderung berkelompok. Menurut Suryohadiprojo 1982 : 42, bahwa sifat Jepang yang menonjol adalah peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat. Besarnya peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat, sebenarnya tidak hanya terdapat pada bangsa Jepang, karena pada umumnya terdapat juga pada umat manusia yang belum terkena individualisme. Seperti kelompok yang dibentuk oleh para otaku di Jepang, walaupun mereka tertutup tetapi mereka juga tidak ingin sendirian dan tetap berjalan dalam lingkaran kelompok mereka untuk berbagi hobi yang sama. Universitas Sumatera Utara Para otaku dalam kehidupan nyata ataupun yang tergambar dalam hasil karya sastra kebanyakan adalah sosok-sosok yang dipandang negatif oleh orang Jepang dikarenakan kesukaan atau hobi biasanya manga dan anime mereka terhadap sesuatu sangat berlebihan dan terkadang menyimpang, sehingga dirasakan “aneh” dan “maniak”. Karya sastra merupakan salah satu media umtuk menggambaran kejadian yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Rene Wellek dalam Melani Budianto 1997 : 109 berpendapat bahwa sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Selain itu, menurut Boulton dalam Aminuddin 2000 : 37 mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Sastra secara umum, terdiri atas berbagai variasi jenis sastra, seperti puisi, prosa, drama, roman, dan lain sebagainya. Salah satu karya sastra dalam bentuk prosa adalah novel, cerpen, cerita bergambar cergam, kartun komik, dan lain sebagainya. Komik merupakan salah satu karya sastra yang dapat memikat penikmat sastra dari berbagai macam kalangan, baik anak-anak, remaja, bahkan orang tua. Pengertian komik dalam artikel “Selintas Sejarah Komik Indonesia” yang ditulis oleh Guntur Angkat 2004, menurut kutipan Marcel Bonnet dalam bukunya “Komik Indonesia” adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituang dalam gambar dan tanda, mengarah kepada suatu Universitas Sumatera Utara pemikiran dan perenungan. Komik dalam bahasa Jepang disebut manga. Kata “manga” 漫画 digunakan pertama kali oleh seorang seniman bernama Hokusai Katsushika dan berasal dari dua huruf Cina yang artinya kira-kira gambar manusia untuk menceritakan sesuatu. Pada akhir abad 18, buku komik yang muncul untuk pertama kalinya adalah kibyoushi yaitu buku yang berisikan cerita dengan gambar beserta narasi dan dialog di sebelahmengelilinginya. Tema yang diangkat pun bermacam-macam. Pada akhir abad 19, Jepang secara cepat menyerap budaya, pengetahuan dan teknologi Barat, sehingga kibyoushi tergeser keberadaannya. Dan dalam sejarah manga, mungkin yang perlu dicatat adalah peranan Osamu Tezuka yang dikenal sebagai “God of Manga”. Tetsuwan Atom adalah manga karya Osamu Tezuka yang terkenal. Komik memiliki berbagai macam jenis genre sendiri. Komik di Jepang manga terbagi atas 4 sasaran penikmat, yaitu komik untuk anak laki-laki shounen manga, komik untuk anak perempuan shoujo manga, komik untuk remaja seinen manga, dan komik untuk orang dewasa sejin manga. Salah satu komik Jepang yang sangat menarik dan membahas mengenai kehidupan para otaku di Jepang yaitu komik “GENSHIKEN” げんしけん karya Kio Shimoku 木尾士目 yang termasuk dalam jenis seinen manga dan diterbitkan oleh Kodansha. Kio Shimoku adalah seorang komikus Jepang yang lahir pada tahun 1974. Kio Shimoku dalam wawancara PWCW Publisher Weekly Comics Week menyatakan dirinya sendiri juga adalah seorang otaku, dan ia ingin agar masyarakat khususnya di Jepang dapat memahami dan menerima bagaimana sebenarnya Universitas Sumatera Utara kehidupan para otaku di Jepang, terlepas dari pandangan negatif masyarakat terhadap komunitas otaku tersebut. Kio Shimoku juga membuat komik “Kujibiki Umbalance” yang bergenre sama dengan komik “Genshiken” yang termasuk dalam genre shounen manga komik untuk anak laki-laki Genshiken げんしけん merupakan komik yang mengisahkan kehidupan para otaku di Jepang yang sangat total dalam menjalani kehidupan ke-otaku-annya. Cerita komik Genshiken ini bermula dari anak muda yang bernama Sasahara Kanji 笹原 完士 yang sangat mengggemari sesuatu hal, khususnya manga dan anime, dan berniat menjadi anggota dari sebuah klub di Universitas Shiou yang baru dimasukinya yang bernama “GENSHIKEN”, yaitu singkatan dari Gendai Shikaku Bunka Kenkyukai 現代視覚文化研究会 yang berarti The Society for the Study of the Modern Visual Culture Kelompok Penelitian Budaya Visual Moderen. Para anggota klub ini memiliki minat yang berbeda-beda, mulai dari menggambar doujinshi komik buatan fans yang meniru karakter suatu komik, membaca manga , menonton anime, bermain video game, ber-cosplay memakai kostum layaknya tokoh komik, merakit plamo plastic model, dan lain-lain. Namun ada satu kesamaan diantara mereka, yaitu sangat tertarik pada manga dan anime. Dalam komik ini digambarkan dengan jelas kehidupan sosial, gaya hidup dan perilaku khas para otaku ini. Mereka melakukan berbagai kegiatan yang berbeda dari kehidupan “orang normal” lainnya, seperti bekerja dan belajar, tetapi mereka lebih suka membaca manga, menonton anime, dan mencari informasi tentang apa saja yang menarik minat mereka yang berhubungan dengan hobinya tersebut. Para otaku ini Universitas Sumatera Utara kebanyakan rela menghabiskan uangnya hanya untuk membeli barang-barang yang berhubungan dengan hobinya tanpa perduli dengan harganya. Semakin lengkap koleksinya, maka mereka akan semakin puas dan saling berlomba-lomba untuk memamerkan koleksinya ke sesama otaku lainnya. Walaupun mereka mendapat pertentangan dan tekanan dari kelompok lain, diakibatkan ‘keanehan’ mereka tersebut, mereka berusaha mati-matian untuk tetap mempertahankan prinsipnya. Dan walaupun mereka tertutup terhadap yang lain, mereka tetap mencoba berhubungan baik dengan klub lainnya, dengan tidak saling mengganggu. Pengarang juga menggambarkan dengan jelas prinsip dan pandangan para otaku, serta kondisi sosial yang membentuk karakter para otaku dalam komik ini. Selain itu, pengarang memasukkan berbagai macam pesan moral, yaitu “selama orang itu bisa membedakan baik dan buruk, mana yang merupakan imajinasi dan mana yang kenyataan, serta kegemaran tersebut tidak merugikan orang lain, maka itu bukanlah sesuatu yang salah”. Selain itu pengarang juga berusaha menyampaikan bawa “otaku juga seorang manusia sama seperti yang lainnya dan punya perasaan yang peka”. Hal inilah yang membuat penulis ingin memaparkan dan membahas kehidupan para otaku ini serta kehidupan sosial dan perilaku mereka melalui skripsi ini yang berjudul “ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN “OTAKU” PENCINTA BUDAYA VISUAL MODERN JEPANG SEBAGAI TOKOH- TOKOH DALAM KOMIK “GENSHIKEN” KARYA : KIO SHIMOKU”.

1.2. Perumusan Masalah