Kehidupan Sosial para Otaku dengan Sesama Otaku

otaku generasi III, kecenderungan Moé istilah untuk menyebutkan suatu keadaan sedang berfantasi seksual sudah menjadi istilah yang disepakati bersama, sekaligus sebagai prinsip dan tujuan. Otaku generasi III makin tenggelam di dalam dunia yang digambarkan manga, dan bahkan sampai menyenangi High Culture istilah untuk mneyebutkan kebudayaan yang diciptakan oleh manga dan anime yang ada di dalamnya. 2.3. Gambaran Kehidupan Sosial dan Perilaku Para Otaku di Jepang 2.3.1. Kehidupan Sosial para Otaku di Jepang dengan Lingkungan Sosialnya

2.3.1.1. Kehidupan Sosial para Otaku dengan Sesama Otaku

Kebiasaan orang Jepang untuk masuk dalam suatu kelompok juga terdapat dalam komunitas otaku di Jepang. Hal itu dapat terlihat dari berbagai macam jenis kelompok otaku yang ada di Jepang. Persamaan yang ada dalam diri mereka menjadi asal mula pembentukan kelompok otaku tersebut. Para Otaku dalam kehidupan sosialnya kurang dapat terlihat secara langsung. Mereka lebih suka berkumpul secara tidak langsung seperti dalam dunia maya misalnya, internet. Mereka menggunakan jaringan elektronik, karena media itulah yang membuat mereka tetap bisa tinggal di rumah, sekaligus memampukan mereka untuk bertemu dengan orang-orang serupa tanpa perlu kontak fisik. Mereka lebih dapat terbuka tanpa kontak secara langsung. Biasanya mereka membentuk suatu komunitas yang memiliki persamaan hobi. Dalam suatu komunitas tersebut, mereka dapat terbuka dan mulai mengungkapkan jati dirinya. Hal ini dikarenakan mereka merasa aman membuka diri dalam kelompoknya. Universitas Sumatera Utara Biasanya, otaku menghindari komunikasi langsung, tapi terus menerus dan secara berlebihan, berkomunikasi melalui berbagai teknologi media. Struktur pertukaran informasi mereka adalah uwasa desas-desus dan kuchi-komi komunikasi oral, gosip, komunikasi minor, dan ofu rekoodo off the record, dan berbagai jenis permainan, penyebaran melalui jaringan elektronik, dan pada akhirnya diskomunikasi. Penting untuk berbicara, namun tidak penting apa yang dibicarakan. Karakter dari para otaku adalah bahwa mereka berbicara tanpa konteks tertentu. Mereka hidup dalam sistem yang merujuk diri sendiri yang tidak perlu memperhatikan isi. Paling penting dalam kesadaran mereka adalah keberadaan media. Pada dasarnya, mereka dapat berkomunikasi hanya dengan otaku yang satu tipe. Percakapan mereka tidaklah interaktif artinya saling berbalasan, tapi hanya untuk memamerkan pengetahuan informasi yang mereka punya. Setiap orang mengkategorikan yang lain dengan kesukaan mereka pada detail-detail tertentu. Jika dua orang dari mereka menemukan kesukaan yang sama, maka mereka akan menjadi dekat. Tapi jika tidak, mereka tidak merasa perlu untuk saling bercakap-cakap. Mereka tidak merasa perlu untuk mempengaruhi orang lain untuk menyukai apa yang mereka sukai. Kelompok ataupun komunitas otaku tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan sosial yang hampir sama dengan kebanyakan kelompok lainnya. Hanya saja mungkin cara mereka bergaul atau bersosialisasi sedikit berbeda. Misalnya, mereka lebih suka bersosialisasi dengan orang yang memiliki minat dan hobi yang sama dengan dirinya saja. Jika ada yang memiliki minat sedikit berbeda dari mereka, Universitas Sumatera Utara mungkin akan sedikit sulit bersosialisasi dengan mereka. Para otaku tersebut sangat menghargai orang yang mau memahami minat mereka terhadap hobinya, dan biasanya cenderung menutup diri pada orang asing yang berbeda hobi. Para otaku di Jepang dalam komunitasnya sangat loyalitas, terutama dalam saling pemberian informasi yang menyangkut hobi mereka. Mereka akan sangat menghargai dan menghormati orang yang memiliki sumber informasi mengenai hobi mereka. Karena itu para otaku tersebut saling berlomba-lomba memperoleh informasi dan melengkapi koleksi mereka untuk dapat diperlihatkan kepada otaku yang lain. Sesama otaku tersebut memiliki suatu kesamaan akan sesuatu hal dengan otaku lainnya, dan mereka mulai akan merasa diterima dalam kelompok tersebut. Sehingga dapat dikatakan sesama otaku tersebut membentuk komunitas mereka atas dasar persamaan yang ada dalam diri mereka.

2.3.1.2. Kehidupan Sosial para Otaku dengan yang Non-Otaku