merasa cemas akan kemampuannya berbicara bahasa Jepang. Di saat yang sama, Sasahara lulus dari Universitas Shiou. Sasahara menjadi
seorang editor manga dan dia membantu Ogiue, pacarnya yang menjadi seorang mangaka pengarang komik dan banyak memberi nasehat kepadanya mengenai
manga yang dibuatnya. Kehidupan mereka sebagai otaku tetap berlanjut dan kegiatan mereka tidak
berubah dan tidak jauh dari manga dan anime serta kegiatan ke-otaku-an lainnya. Namun, Sasahara merasa bahagia menjalani hidupnya sebagai otaku.
3.2. Analisis Sosiologis Kehidupan Otaku Sebagai Tokoh-Tokoh Dalam Komik Genshiken
3.2.1. Sasahara Kanji
笹原 完士
Cuplikan Jilid I Halaman 134-135 :
Anggota klub manga : “Jadi, klubmu itu adalah tempat berkumpulnya orang aneh. Mereka tidak pernah berbuat apapun. Bagaimana kalau kau
berhenti dan bergabung dengan klubku saja?” Sasahara Kanji
: “Oh? Bukannya kau juga ada di klub ini Haraguchi-san?” Anggota klub manga : “Tidak, hanya nama saja, pertamanya aku ikut klubmu itu.
Tapi aku langung keluar begitu tahu tempat seperti apa itu sebenarnya. Oh. Apa kau tahu, ketua klubnya? Dia sudah
jadi ketua sejak tahun pertamaku…aku jadi penasaran sudah berapa lama dia ada di sana. Aku tidaka tahu. Yah,
Universitas Sumatera Utara
kurasa aku cocok dengan suasana di sana.” Anggota klub manga : “Oh ya? Sayang sekali.”
Analisis :
Dari cuplikan dialog di atas, dapat diketahui bahwa, Haraguchi, anggota klub manga menganggap bahwa keberadaan klub Genshiken hanyalah kumpulan otaku
yang aneh. Dan memandang para otaku sebagai suatu kesalahan dalam budaya manga dan anime yang ada. Sedangkan Sasahara merasa kesal terhadap Haraguchi yang
memandang sebelah mata terhadap klubnya. Dia menganggap bahwa klub Genshiken bagi para otaku sepertinya adalah yang terbaik, karena dia merasa cocok dengan
suasana tersebut. Walaupun mendapat stereotip yang buruk dari Haraguchi mengenai kehidupan para otaku.
Dalam suatu masyarakat yang sangat homogen seperti Jepang, dimana kebanyakan orang Jepang akan merasa puas sekali dapat menyesuaikan pakaian,
tingkah laku, gaya hidup, dan bahkan pikiran pada norma-norma kelompok mereka. Dikarenakan telah merasuk ke dalam gaya hidup orang Jepang untuk berperilaku
sama dengan satu kelompoknya. Jika ada saja salah satu individu yang berbeda maka mungkin dianggap aneh dan akan dikucilkan.
Gaya hidup para otaku yang berbeda dari masyarakat Jepang pada umumnya, serta terpisah jauh dari kehidupan sosial yang ada menyebabkan para otaku
dipandang “aneh” oleh masyarakat. Jepang yang mencap perilaku, gaya hidup, dan kehidupan sosial para otaku sebagai fenomena sosial yang kurang baik bagi generasi
muda di Jepang khususnya di kalangan penggemar manga dan anime. Namun bagi para otaku sendiri, keberadaan mereka yang kurang ditanggapi dengan baik oleh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, membuat mereka menjadi semakin tertutup dan hanya dapat terbuka dengan sesama otaku saja.
Menurut hemat penulis, fenomena sosial yang terjadi di kalangan para otaku yang menjadi tertutup dan aneh juga tidak terlepas dari masyarakat yang turut
berperan melabeli para otaku tersebut sebagai “orang aneh”.
3.2.2. Kousaka Makoto