Perokok Pasif Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi

Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai dalam rokok mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka, misalnya pada wajah. Wajah perokok menjadi tua dan jelek, mengeriput, kecoklatan, dan berminyak. 11. Kanker Mulut Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi, dan penyakit gusi. 12. Osteoporosis Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80 lebih lama untuk penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang. 13. Katarak Merokok mengakibatkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50 lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan. 14. Kerontokan Rambut Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan

2.7. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok tetapi menghisap ETS Environmental Tobacco Smoke. ETS adalah asap rokok utama dan asap rokok sampingan yang dihembuskan kembali oleh perokok. Bagi orang yang tidak Universitas Sumatera Utara merokok, asap rokok selalu tidak menyenangkan, berbau, mengiritasi hidung dan mata. Risiko menghirup asap rokok orang lain tidak sebesar menghirup asap rokok sendiri, tetapi risikonya tetap bermakna Crofton dan Simpson, 2002. Berdasarkan kutipan Law dan Hackshaw dalam Crofton dan Simpson 2002, 34 penelitian mengenai kanker paru menunjukkan suatu kombinasi peningkatan risiko 24 lebih tinggi kejadian kanker paru pada mereka yang terpajan asap rokok dalam rumah. Karena adanya risiko ini, berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan rumah menjadi kawasan tanpa asap rokok. Sekitar 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok atau menjadi perokok pasif. Mereka pun rentan terkena berbagai penyakit seperti bronkitis, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit akibat asap rokok. Soewarno Kosen mengungkapkan bahwa banyak warga Indonesia terpapar asap rokok karena 91,8 perokok merokok di rumah Zulkifli, 2010.

2.8. Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi

Adapun mitos dan fakta mengenai rokok yang dikutip dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance SEATCA: 1. Mitos: Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar. Universitas Sumatera Utara Fakta: Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok pajak dan sebagainya mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja, hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok. Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung. 2. Mitos: Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh negara-negara kaya. Fakta: Sekarang ini kurang lebih 80 perokok hidup di negara berkembang dan angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada tahun 2020, 70 dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang ini yaitu 50. Ini berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara-negara berkembang akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk membiayai perawatan kesehatan para perokok dan hilangnya produktifitas. Universitas Sumatera Utara 3. Mitos: Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok. Fakta: Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur. Para ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok, berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi. Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya. Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja baru. 4. Mitos: Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok. Universitas Sumatera Utara Fakta: Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga akan tetap membeli. Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain pemerintah akan tetap menerima pemasukan. Pengalaman mengatakan bahwa menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan berkurangnya pendapatan pemerintah. 5. Mitos: Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan. Fakta: Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan mendorong penyelundupan rokok dari negara dengan pajak rokok yang lebih rendah, yang ujungnya akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan mengurangi pendapatan prmerintah. Walaupun penyelundupan merupakan hal yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah adalah memerangi kejahatan dan bukannya mengorbankan kenaikan pajak pada rokok. Selain itu ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga terlibat dalam penyelundupan rokok. Klaim seperti ini patut disikapi dengan serius. Universitas Sumatera Utara 6. Mitos: Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok tidak perlu. Fakta: Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok dinaikkan. Selain itu orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang. Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10 karena naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995 untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat rokok. 7. Mitos: Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena akan kenaikan tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah. Universitas Sumatera Utara Fakta: Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah. Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk membeli rokok. Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat miskin. 8. Mitos: Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok. Fakta: Perokok membebani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang didapatkan dari asap rokok. Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka yang tidak merokok walaupun usia perokok biasanya lebih pendek. Apabila asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat seperti jamsostek maka para perokok tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga. Universitas Sumatera Utara

2.9. Kawasan Tanpa Rokok