5. Petunjuk untuk bertindak merupakan peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Adanya penetapan kawasan tanpa rokok di beberapa
daerah dan universitas di Indonesia merupakan salah satu motivasi untuk menetapkan kawasan tanpa rokok di FKM USU. Dipertegas lagi dengan adanya
Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan akan memperkuat motivasi untuk menetapkan kawasan tersebut.
6. Efikasi diri merupakan kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Seperti yang diungkapkan informan 1 jika FKM USU
ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok:
Final itu, final. Kita sedang merumuskan untuk menyegerakan kawasan itu. Termasuk lengkap dengan sanksi-sanksinya. Sedang kita buat aturan mainnya,
gak boleh lagi tarik ulur, gitu
Informan 1 merasa percaya dengan kemampuannya untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok di FKM USU.
5.5. Kawasan Tanpa Rokok Merupakan Cara Preventif Dalam
Meningkatkan Kesehatan
Upaya mewujudkan kesehatan dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Peningkatan kesehatan ini terbagi lagi
dalam dua aspek yakni preventif pencegahan penyakit dan promotif peningkatan kesehatan itu sendiri. Adapun pernyataan informan tentang kawasan tanpa rokok
merupakan cara preventif dalam meningkatkan kesehatan sebagai berikut:
Iyalah preventif, mencegahlah itu. Karena gak ada orang yang merokok langsung sakit dan mati, efeknya panjang. Jadi, mencegah orang supaya
mengurangi penyebab-penyebab sakit, iya kan...
Universitas Sumatera Utara
Sangat bagus, sangat preventif. Aplikasi terhormat. Yang merokok tahu privasinya, yang tak merokok tahu privasi dia...
Dari pernyataan informan di atas, mengatakan bahwa kawasan tanpa rokok merupakan cara preventif dalam meningkatkan kesehatan. Secara umum, kawasan
tanpa rokok bertujuan untuk melindungi setiap orang terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok dan menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat rokok.
5.6. Komitmen Unsur Pimpinan FKM USU Dalam Menetapkan Kawasan
Tanpa Rokok Sebagai Kebijakan Kesehatan
Persepsi yang dinyatakan para informan juga mengarah kepada komitmern mereka dalam menetapkan kawasan tanpa rokok sebagai kebijakan kesehatan. Semua
informan memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikan kawasan tanpa rokok sebagai upaya peningkatan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan informan
di bawah ini:
Ya saya konsisten.. Sekali peraturan dibuat, dengan landasan hukum yang kuat, demi kepentingan kesehatan, ya gak boleh diganggu gugat...
Ya untuk kawasan tanpa rokok sangat-sangat setuju lah. Cocok lah kalau ada kawasan itu di FKM
Komitmen saya, saya kepingin supaya ada dan tetap ada. Persoalannya ya itu, belum terealisasi dengan baiklah. Saya kepinginnya ada, harus adapun...
Persepsi seseorang akan berkaitan dengan perubahan perilaku dan komitmennya. Seperti yang diuraikan WHO dalam Notoatmodjo 2003 yang
menyatakan bahwa adanya kesediaan untuk berubah apabila terjadi inovasi-inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
berubah perilakunya, dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Di dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan sangat
diperlukan usaha-usaha yang konkret dan positif. Salah satu strategi untuk perubahan perilaku tersebut menurut WHO adalah menggunakan kekuatankekuasaan atau
dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan berperilaku seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh
dengan adanya peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari penentu kebijakan unsur pimpinan
dalam penegakkan suatu aturan sebagai perubahan perilaku. Adanya persepsi dari unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok, yang
dilihat dari segi manfaat dan motivasi untuk bertindak dalam pengambilan suatu keputusan, maka akan terbentuklah suatu komitmen yang kuat.
Dari pernyataan informan 6 yang mengatakan setuju dengan adanya kawasan tanpa rokok dan memiliki harapan agar kawasan tersebut dapat diwujudkan serta
bertahan lama. Berdasarkan uraian di atas, komitmen unsur pimpinan diperkuat lagi dengan
dua pernyataan dari informan 1, yakni:
Saya salah satu perokok, saya pimpinan, saya tidak boleh egois sambil terbatuk, hukhuk. Saya paham, saya yang harus memulai itu. Dalan tanda
petik, saya korban rokok, itu urusan lain. Jadi tunggu waktu saja, saya harus ikuti peraturan yang saya bikin sendiri...
Universitas Sumatera Utara
Jadi nanti misalnya ada dosen bandel tetap merokok di dalam kelasruangan, mahasiswanya melapor, selesailah itu dosennya, panggil
langsung. Kalo saya sendiri yang ngerokok, kalian boleh mengadu ke rektor. Itu pak dekan kami merokok juga, padahal peraturan sudah ada, boleh...
Menurut peneliti, setiap informan memiliki komitmen yang kuat dalam menetapkan kawasan tanpa rokok sebagai kebijakan kesehatan di FKM USU. Hal itu
terlihat dari pernyataan informan 1 yang bersedia mengikuti peraturan yang dia buat sendiri dan bersedia menjalani sanksi jika terjadi pelanggaran.
5.7. Rancangan Kebijakan yang Sesuai Untuk Penetapan Kawasan Tanpa