Persepsi Unsur Pimpinan Mengenai Jika FKM USU Ditetapkan Sebagai

Dari pernyataan di atas, 2 orang informan mengatakan belum merasakan efek negatif dari rokok karena rokok bisa menghilangkan stres dan efek rokok itu akan muncul dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan pernyataan tersebut, Silvan Tomkins yang dikutip oleh Rochadi, salah satu alasan orang merokok adalah dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, stress, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. Menurut Agnes Tineke yang dikutip oleh Prihatiningsih dalam Jurnal Lingkungan Keluarga Edisi ke II, 2007, mengatakan bahwa rokok mengandung 8- 20mg nikotin sehingga menimbulkan rasa nikmat bagi perokok, rasa senang, dan ketergantungan terhadap nikotin. Menurut Amstrong yang dikutip oleh Syafiie dkk 2009, mengatakan bahwa dampak bahaya rokok memang antik dan klasik, asap rokok merupakan penyebab berbagai penyakit. Dampaknya tidak instant berbeda dengan minuman keras dan narkoba. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Menurut peneliti, rokok memiliki efek negatif bagi kesehatan karena asapnya menimbulkan bau yang tidak enak dan merupakan faktor risiko berbagai penyakit.

5.4. Persepsi Unsur Pimpinan Mengenai Jika FKM USU Ditetapkan Sebagai

Kawasan Tanpa Rokok Adanya kawasan tanpa rokok di berbagai daerah dan universitas di Indonesia akan menimbulkan stimulus bagi unsur pimpinan untuk mengungkapkan persepsi Universitas Sumatera Utara mereka jika di FKM USU ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. Seperti pernyataan berikut: Final itu, final. Kita sedang merumuskan untuk menyegerakan kawasan itu. Termasuk lengkap dengan sanksi-sanksinya. Sedang kita buat aturan mainnya, gak boleh lagi tarik ulur, gitu Setuju. Saya sedang berusaha menggerakkan mahasiswa, agar mahasiswa mau mengayo-ayokan orang lain atau membuat poster dilarang merokok... Semua informan yang diwawancarai, setuju jika di FKM USU ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. Hal tersebut dapat dilihat dari antusias informan dalam mengungkapakan persepsinya. FKM USU yang merupakan lingkungan pendidikan yang menciptakan tenaga kesehatan sebagi pengayom masyarakat dan konseptor kesehatan harus mampu menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat. Adanya kawasan tanpa rokok merupkan suatu upaya dalam meningkatkan kesehatan. Tapi dari pernyataan informan 2, walaupun setuju dengan adanya kawasan tanpa rokok ada pengecualian dalam penetapan kawasan tersebut. Seperti pernyataan berikut: Saya sangat setuju, apalagi kalau bisa diterima oleh semua pihak, saya sangat setuju. Tapi kalo itu dibikin dan memunculkan polemik, ya gak usah. Peraturan itu mengikat semua orang dan merupakan kesepakatan bersama. Informan 2 tidak setuju jika kawasan tanpa rokok tidak berdasarkan kesepakatan bersama dan bisa memunculkan polemik. Ini merupakan dilema yang sulit di atasi. Tapi jika ingin meningkatkan kesehatan peraturan harus bisa ditegakkan karena dengan adanya tekanan akan mengubah perilaku seseorang ke arah yang baik. Secara teori ini akan bertahan sebentar saja, tapi menurut peneliti, jika dilakukan Universitas Sumatera Utara pemantauan dan evaluasi secara kontiniutas terhadap peraturan yang diberlakukan, maka bisa bertahan lama. Persepsi yang dinyatakan oleh informan merupakan kepercayaan mereka akan manfaat yang ditimbulkan oleh kawasan tanpa rokok. Hal ini berkaitan dengan teori Health Belief Model, menurut Houchbaun dkk yang dikutip oleh Edberg 2007 hubungan kesehatan dan kepercayaan akan memengaruhi persepsi seseorang seperti yang terdapat dalam komponen-komponen model berikut: 1. Persepsi kerentanan merupakan derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan, seperti asap rokok menimbulkan bau yang tidak enak dan faktor risiko penyebab berbagai penyakit. Informan 2 mengatakan efek rokok yang dirasakannya adalah rasa sesak selama seminggu dan setelah diperiksa secara medis ternyata paru-parunya telah berlubang. 2. Persepsi keparahan merupakan tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah. Seperti salah satu dosen yang mengatakan ketidaknyamanannya kepada informan 6 ketika berada di salah satu ruangan FKM USU: teguran tidak langsung, salah satu dosen menyampaikan keberatannya kalau ruang KTU itu bau asap Ruang KTU merupakan ruangan yang ber-AC dan tertutup. Jika ada yang merokok maka ruangan akan terasa pengap dan berbau asap rokok. Ini merupakan masalah bagi kesehatan orang yang berada di dalam ruangan KTU, untuk itu dibutuhkan ketegasan dalam menanggulangi masalah tersebut. Universitas Sumatera Utara 3. Persepsi manfaat merupakan hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari tindakan. Seperti yang diungkapakan informan berikut mengenai dampak kawasan tanpa rokok bagi kesehatan: Kalau dampaknya ya jelas lah ya, itu positif. Kalau dipandang dari sisi kesehatan, dengan merokok berarti telah memasukkan limbah ke dalam tubuhnya, kan gitu. Jadi kalau ada kawasan tanpa rokok, artinya bukan cuma memberi kontribusi positif bagi perokok aktifnya tapi juga bagi perokok pasifnya... Menurut Prihatiningsih dalam Jurnal Lingkungan Keluarga Edisi ke II, 2007 Disamping itu, manfaat penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah : a. Bermartabat, yakni menghargai dan melindungi hak asasi bukan perokok. b. Ekonomis yaitu meningkatkan produktivitas, mengurangi beban biaya hidup, dan menurunkan angka kesakitan. c. Menciptakan tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, institusi pendidikan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum yang sehat, aman dan nyaman. 4. Persepsi hambatan merupakan hasil negatif yang dipercaya sebagai hasil dari tindakan. Seperti yang diungkapkan informan 6 tentang kendala yang terjadi dalam menetapkan kawasan tanpa rokok: Kendalanya kemauan kebijakan pimpinan, walaupun saya termasuk pimpinan tapi tidak begitu keras Dari pernyataan di atas, mengungkapka bahwa penetapan kawasan tanpa rokok berdasarkan pada kemauan pimpinannya. Ketegasan pimpinan dalam mengambil keputusan merupakan suatu langkah dalam menyelesaikan suatu masalah. Universitas Sumatera Utara 5. Petunjuk untuk bertindak merupakan peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Adanya penetapan kawasan tanpa rokok di beberapa daerah dan universitas di Indonesia merupakan salah satu motivasi untuk menetapkan kawasan tanpa rokok di FKM USU. Dipertegas lagi dengan adanya Undang-undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan akan memperkuat motivasi untuk menetapkan kawasan tersebut. 6. Efikasi diri merupakan kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu. Seperti yang diungkapkan informan 1 jika FKM USU ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok: Final itu, final. Kita sedang merumuskan untuk menyegerakan kawasan itu. Termasuk lengkap dengan sanksi-sanksinya. Sedang kita buat aturan mainnya, gak boleh lagi tarik ulur, gitu Informan 1 merasa percaya dengan kemampuannya untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok di FKM USU.

5.5. Kawasan Tanpa Rokok Merupakan Cara Preventif Dalam