Standar Akuntansi Pendapatan Perpajakan .1 Pengertian Pajak

c For major classes of taxation revenue which the entity cannot measure reliably during the period in which the taxable event occurs, information about the nature of the tax; and d The nature and type of major classes of bequests, gifts, donations showing separately major classes of goods in-kind received. Jadi dalam IPSAS No 23, jumlah pendapatan harus diungkapkan sesuai dengan klasifikasi pendapatan. Selain itu kebijakan akuntansi pendapatan juga harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan entitas. 2.4 Standar Akuntansi Pendapatan Perpajakan 2.4.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan definisi resmi dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan KUP Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 tahun 2009 adalah “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa: a. Pajak merupakan kontribusi wajib, berarti harus dipenuhi dan tidak mengecualikan. b. Bersifat memaksa, berarti jika pajak tidak dipenuhi dapat ditagih secara paksa. c. Berdasarkan undang-undang, berarti setiap pemungutan atau pemotongan pajak harus berdasarkan aturan yang mendukung. Universitas Sumatera Utara d. Tidak mendapat imbalan secara langsung, artinya pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan secara langsung atas pajak yang dibayarkan, berbeda halnya dengan retribusi atau pungutan lain.

2.4.2 Sistem dan Cara Pemungutan Pajak

Dalam sistem pemungutan pajak, terdapat tiga sistem pemungutan yaitu: a. Official Assesment, yaitu sistem dimana besarnya pajak terutang atau yang harus dibayar dihitung oleh kantor pajak fiskus. Contoh pelaksanaan : pada Pajak Bumi dan Bangunan PBB. b. Self Assesment, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, contoh : Pada PPh pasal 2529. c. Witholding tax system, artinya pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lainpihak ketiga, contoh : PPh 21, PPh 23. Pada dasarnya sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah sistem self assessment. Prinsip self assessment ini diatur dalam UU KUP pasal 12 yaitu : 1. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 2. Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan, pelaporan dan pemnbayaran yang dilakukan wajib pajak dianggap benar kecuali otoritas pajak fiskus menemukan Universitas Sumatera Utara dan membuktikan hal lain. Surat ketetapan pajak akan terbit bila fiskus dapat membuktikan bahwa perhitungan wajib pajak tidak benar. Namun dalam prakteknya, sistem pemungutan pajak di Indonesia tidak menerapkan self assessment secara murni. Hal ini disebabkan dalam Undang Undang No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atau UU PPh di Indonesia mengenal adanya pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lainpihak ketiga yang disebut juga withholding tax. Sistem self assessment membutuhkan kesadaran dan pengetahuan wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan. Untuk itu, demi menjamin keberlangsungan penerimaan Negara serta kebenaran jumlah pemotongan dan pemungutan pajak karena lebih dekat dengan sumber pendapatan, diterapkanlah sistem withholding tax. Sistem withholding tax diatur dalam UU PPh pasal 20 yaitu: 1. Pajak yang diperkirakan akan terhutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri. 2. Pelunasan pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri tersebut, merupakan angsuran pajak yang akan dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terhutang untuk seluruh tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hukum pajak dikenal tiga macam cara pemungutan pajak, yaitu: a. Stelsel Nyata Menurut Brotodihardjo 2003,126 stelsel nyata “mendasarkan pengenaan pajak pada penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak. Berapa besarnya penghasilan sesungguhnya ini, sudah barang tentu baru Universitas Sumatera Utara akan dapat diketahui pada akhir tahun.”. Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dipungut pada akhir periode setelah obyeknya diketahui. b. Stelsel Fiktif fictive stelsel Menurut Brotodihardjo 2003,126 stelsel fiktif “bekerja dengan suatu anggapan. Anggapan ini bermacam-macam jalan pikirannya, tergantung dari bunyi kata undang-undang yang bersangkutan.” Misalnya dalam kaitannya dengan Pajak Penghasilan, anggapan yang digunakan adalah penghasilan si wajib pajak sama besarnya dengan penghasilan sesungguhnya tahun yang lalu dan tidak dipengaruhi penghasilan yang benar-benar diperoleh di tahun berjalan. Demikian seterusnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan dari stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel Campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Dalam penerapannya, stelsel campuran mula-mula pada awal tahun ditentukan jumlah pajak berdasarkan jumlah anggapan tertentu dan kemudian setelah tahun pajak berakhir diadakan koreksi sesuai dengan stelsel nyata. Kebaikan dari stelsel ini adalah bahwa pajak sudah dapat dipungut pada awal tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah fiskus menghitung kembali jumlah Universitas Sumatera Utara pajak setelah tahun pajak berakhir sehingga mengakibatkan beban pekerjaan fiskus bertambah drastis dan akibatnya seringkali tidak terselesaikan. Terkait stelsel campuran, pengakuan pendapatan perpajakan akrual untuk jenis pajak yang dipungut dengan stelsel campuran, seperti PPh 2529 akan memerlukan estimasi pendapatan sebagaimana pedoman IPSAS No.23. Hal ini disebabkan nilai dari pendapatan perpajakan yang dibayarkan wajib pajak pada tahun berjalan masih berupa anggapan dengan asumsi penghasilan tahun berjalan sama dengan penghasilan tahun lalu. Oleh karena itu jika ingin mengikuti pedoman dalam IPSAS No.23, maka dibutuhkan estimasi yang cermat untuk menghitung besaran pendapatan perpajakan secara akrual. Hal ini akan dijelaskan lebih rinci dalam Bab IV.

2.4.3 Jenis Penerimaan Pajak

Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam skripsi ini, yang akan dibahas adalah PPh, PPN, dan PPnBM saja.

2.4.3.1 Pajak Penghasilan PPh

a. Pengertian Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan. Adapun penghasilan menurut UU PPh pasal 4 ayat 1 yaitu “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Universitas Sumatera Utara b. Klasifikasi Pajak Penghasilan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, definisi penghasilan sangatlah luas. Oleh karena itu, pembagian klasifikasi pajak penghasilan didasarkan pada jenis- jenis penghasilan,dan dinamakan sesuai nomor pasal yang mengaturnya dalam UU PPh. Secara ringkas jenis peneriman PPh yang terdapat di KPP Pratama Medan Kota dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Jenis Pajak Penghasilan No Pasal Objek Pajak Sistem Pemungutan 1 Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Orang Pribadi Withholding 2 Pasal 22 Pembayaran atas penyerahan barang kepada pemungut PPh 22 mis : Bendahara pemerintah atas pembelian dari dana APBND , Impor, Penyerahan kepada kegiatan usaha di bidang tertentu industri kertas, semen, baja, dan otomotif Withholding 3 Pasal 23 Dividen, bunga, royalti, sewa, dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21. Withholding 4 Pasal 25 Merupakan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan‐bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan Self Assesment 5 Pasal 26 Penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk Usaha Tetap Withholding 6 Pasal 29 Merupakan jumlah pajak yang harus dibayar untuk suatu tahun Pajak bila pajak yang seharusnya terutang lebih besar daripada kredit pajak sesuai dengan aturan. Self Assesment 7 Pasal 4 ayat 2 Dikenakan pada penghasilan yang bersifat final, seperti bunga deposito, bunga tabungan, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanahbangunan, dan penghasilan lainnya yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah Withholding Sumber: Diolah Penulis Universitas Sumatera Utara

2.4.3.2 Pajak Pertambahan Nilai PPN

a. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang atau jasa merupakan Barang Kena Pajak BKP atau Jasa Kena Pajak JKP, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. b. Objek PPN Berdasarkan Undang-undang No 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau UU PPN dan PPnBM, PPN dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Universitas Sumatera Utara c. Yang Bukan Termasuk Objek PPN Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali ditentukan sebaliknya oleh Undang-undang No 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai atau UU PPN. Dengan demikian, UU PPN ini menggunakan metode negative list untuk menentukan apakah suatu barang digolongkan sebagai BKP atau Non BKP. Jenis barang non BKP sesuai dengan UU PPN adalah: a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan d. uang, emas batangan, dan surat berharga. Sedangkan Jasa Non JKP adalah: a. jasa pelayanan kesehatan medis; b. jasa pelayanan sosial; c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. jasa keuangan; e. jasa asuransi; f. jasa keagamaan; g. jasa pendidikan; h. jasa kesenian dan hiburan; i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k jasa tenaga kerja; l. jasa perhotelan; m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. jasa penyediaan tempat parkir; o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan q. jasa boga atau katering. Universitas Sumatera Utara

2.4.3.3 Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM

Terhadap barang-barang tertentu akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. Berdasarkan UU PPN pengenaan PPnBM dilakukan terhadap: a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya sekali, yaitu pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Barang mewah yang dimaksud dalam UU PPN ini adalah yang memenuhi kriteria: 1 Bukan merupakan barang kebutuhan pokok; 2 Dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; 3 Umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; danatau 4 Dikonsumsi untuk menunjukkan status.

2.4.4. Penetapan Jumlah Pajak Terutang dan Piutang Pajak

Penetapan jumlah pajak terutang merupakan wewenang yang melekat pada Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak fiskus meskipun kewajiban perpajakan telah dilaksanakan Wajib Pajak secara self assessment. Penetapan jumlah pajak terutang dapat dilakukan melalui proses pemeriksaan, penelitian, atau verifikasi. Dalam proses ini Direktorat Jenderal Pajak harus mampu Universitas Sumatera Utara membuktikan terdapat kesalahan penghitungan yang telah dilakukan wajib pajak. Untuk menetapkan pajak yang terutang, DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Adapun jenis surat ketetapan pajak adalah: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, yaitu surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, yaitu surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru novum yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT c. Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN, yaitu surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB, yaitu surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. e. Surat Tagihan Pajak STP yaitu surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Dari kelima macam ketetapan pajak, SKPKB, SKPKBT, dan STP akan memunculkan akun piutang pajak pada laporan keuangan DJP atau sebagai utang Universitas Sumatera Utara pajak pada laporan keuangan Wajib Pajak. Selanjutnya, DJP akan melakukan tindakan penagihan terhadap piutang pajak tersebut bila dalam tempo yang telah ditentukan Wajib Pajak belum melakukan pembayaran. Terhadap kelima macam ketetapan pajak diatas, wajib pajak juga dapat melakukan upaya hukum bila merasa penetapan pajak yang dilakukan DJP tidak benar. Upaya hukum tersebut adalah permohonan pembetulan, pengurangan, atau pembatalan sanksi, keberatan, banding, dan peninjauan kembali.

2.4.5 Pengakuan Pendapatan Pajak

Pendapatan pajak dapat diakui berdasarkan basis kas menuju akrual dan basis akrual.

a. Basis kas menuju akrual