Identifikasi sektor unggulan dan arahan penerapannya untuk peningkatan kinerja pembangunan wilayah di Jawa Barat
IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN
ARAHAN PENERAPANNYA UNTUK PENINGKATAN
KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH
DI JAWA BARAT
RR SHINTA DESMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(2)
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Sektor Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008 Rr Shinta Desmawati NRP A353060394
(3)
ABSTRACK
RR SHINTA DESMAWATI. Identification of Potential Sectors and Its Direction of Application to Support Performance of West Java’s Regional Development. Under direction of BABA BARUS and NOER AZAM ACHSANI.
Industrial sector has become a dominant sector among 9 economic sectors in West Java. It left agricultural sector behind. Such kind of structural transformation posed many development problems. It is therefore important to identify potential sectors that will turn to be the leading sectors to achieve West Java’s development goals. Objectives of this research were: (1) measuring development performances of West Java; measuring the correlation between economic development and human welfare; (2) identifying potential sectors in line with West Java’s development goals; and (3) giving the direction of potential sectors’ development in line with the general development. This study uses an input-output (I-O) model, some development performance indicators, industrial tree diagrams, LQ, SSA, and spatial analysis.
The results showed that development activities in the industrial or service regencies towards to many kinds of development problems, such as disparities, unemployment, land fragmentation and others. There is no correlation between the economic development and the human welfare. For identification of potential sector, the industrial sector was a sector that fulfilled those criteria, including its strongest sector linkages of all economic sectors. However, its strong linkages within the industrial sector and it had weak linkages to the agricultural sector. Meanwhile the agricultural sectors, including agro-industries, identified as potential sectors in West Java for their complex linkages to other economic sectors, high multiplier effects, low dependences on external factors, have no driving to disparities and their capability on maintaining environmental sustainability. These potential agro-industries were paddy processing industries, other food industries, tobacco processing industries, rubber industries and sugar industries. Paddy, tobacco, rubber, sugarcane, poultry, and livestock were the primary agricultural commodities represent those advantages. All of the primary agricultural land-use is already consistent with the official document of regional spatial planning.
Farmers’ agricultural diversification including its off-farm business should be the proper choice to increase agricultural product value added as well as farmers’ income. This effort should be applied more intensively in Cianjur, Garut, Cirebon, and Indramayu regencies for they have the lowest welfare within West Java. Keywords: potential sectors, performance of development, West Java
(4)
RR SHINTA DESMAWATI. Identifikasi Sektor Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat. Dibimbing oleh BABA BARUS dan NOER AZAM ACHSANI.
Kegiatan pembangunan di Jawa Barat menunjukkan telah terjadinya pola pintas transformasi struktural ke arah sektor industri/jasa tanpa melalui tahap pematangan sektor pertanian. Hal itu dimaksudkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi di pusat-pusat pertumbuhan, dengan memberikan konsentrasi pembangunan pada sektor industri dan jasa. Sementara sektor industri nonpertanian yang dominan di Jawa Barat memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap faktor eksternal dan keterkaitan yang lemah dengan sektor pertanian. Dengan karakteristik industri seperti ini, maka kegiatan ekonomi melalui prioritas pengembangan sektor industri, tidak dapat menjamin bertumbuhnya sektor pertanian, sebaliknya akan memunculkan kesenjangan, tingkat pengangguran dan berbagai permasalahan pembangunan lainnya. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur kinerja pembangunan dan mengetahui keterkaitan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan kesejahteraan manusia, (2) mengidentifikasi sektor unggulan yang sejalan dengan tujuan pembangunan, (3) memberikan arahan pengembangan sektor unggulan dan pembangunan wilayah secara umum. Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Barat. Pendekatan analisis yang digunakan adalah Location Quotient, Shift Share Analysis, model input-output (9 sektor dan 86 sektor), laju pertumbuhan PDRB, kontribusi pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, IndeksWilliamson, Indeks Gini (pendapatan dan penguasaan lahan), beberapa analisis indikator pembangunan manusia (IKM, IPM, IPJ, IDJ), analisis komponen utama (PCA), bagan pohon industri dan analisis spasial (SIG). Data yang digunakan meliputi PDRB kabupaten/kota, data indikator pembangunan, data penguasaan lahan, statistik pertanian, database statistik industri, bagan pohon industri, peta administrasi, peta RTRW, peta penggunaan lahan dan peta arahan pertanian.
Hasil analisis kinerja pembangunan menunjukan bahwa aktivitas pembangunan di kabupaten industri dan jasa cenderung mengarah pada berbagai permasalahan, diantaranya adalah kesenjangan tingkat pendapatan, kesenjangan dalam mengakses fasilitas pelayanan pokok, kesenjangan antarwilayah, tingkat pengangguran serta meluasnya fragmentasi lahan. Sementara aktivitas di kabupaten pertanian tidak menunjukkan fenomena tersebut, sehingga untuk program ke depan dalam pencapaian tujuan pemerataan, pembangunan sektor pertanian memenuhi kriteria tersebut. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi di Jawa Barat tidak berkorelasi dengan kesejahteraan manusianya.
Beberapa hasil analisis 9 sektor ekonomi menunjukkan bahwa sektor industri unggul dalam beberapa kriteria, yaitu tertinggi dari kontribusinya terhadap PDRB provinsi, sebagai sektor basis, memiliki kontribusi terbesar terhadap total output provinsi, terkuat dalam keterkaitan sektoralnya dan tertinggi dari angka pengganda pendapatan dan pengganda PDRB (setelah sektor bangunan). Tetapi ditemukan indikasi negatif bahwa keterkaitan yang kuat pada sektor industri hanya terjadi di dalam kelompok sektornya sendiri dan sangat lemah keterkaitannya dengan pertanian primer. Selain itu, sektor ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada faktor eksternal (input impor dan modal asing). Tetapi tidak semua industri
(5)
menunjukkan indikasi negatif tersebut. Analisis I-O 86 sektor dan bagan pohon industri memperlihatkan bahwa industri pertanian unggulan memiliki keterkaitan yang dekat dengan pertanian primer, lebih kompleks keterkaitan sektoralnya dan sangat rendah ketergantungannya pada faktor eksternal, selain keunggulan lainnya (dampak pengganda pendapatan/PDRB dan keterkaitan sektoral). Agroindustri unggulan tersebut adalah seluruh jenis industri beras, beberapa industri makanan lainnya, industri pengeringan/pengolahan tembakau, industri karet dan industri gula. Keunggulan agroindustri ini dapat melengkapi kelemahan sektor pertanian primer yang tidak memiliki dampak pengganda yang tinggi (kecuali pengganda pajak tak langsung). Dihasilkan dari analisis I-O bahwa sektor pertanian primer unggulan (padi, tembakau, karet, tebu, unggas dan ternak) merupakan sektor hulu agroindustri unggulan tersebut, sehingga upaya diversifikasi usaha petani ke arah agroindustri hilir tidak hanya akan meningkatkan pendapatan mereka, tetapi juga akan memacu pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Dari uraian di atas, sektor pertanian dapat memenuhi tujuan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan seluruh pertanian primer unggulan, terutama di kabupaten pemusatannya, pada umumnya telah konsisten dengan ketetapan RTRW, serta didukung oleh ketersediaan lahan yang sesuai (S1/S2/S3). Pada padi sawah, lebih dari separuh (52 % – 100 %) luas area sawah aktual di masing-masing kabupaten pemusatan padi telah menempati kawasan pertanian RTRW. Aktivitas usahatani padi sawah yang konsisten dengan RTRW, terutama tersebar di bagian utara Jawa Barat, yaitu di Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Pada kasus yang lebih detil terungkap bahwa hampir seluruh luas lahan sawah aktual (91.2 %) di Kabupaten Sukabumi konsisten dengan RTRW. Begitu pula dengan padi ladang dan pertanian primer ungulan lainnya. Oleh karenanya, sektor pertanian unggulan memenuhi kriteria tujuan keberlanjutan. Hal ini sekaligus menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan Provinsi Jawa Barat yang dapat sejalan dengan tujuan pembangunan.
Pengembangan sektor unggulan diarahkan untuk mengoptimalkan keterkaitan sektoral dan keterkaitan antarwilayah dari sektor unggulan tersebut di masing-masing lokasi pemusatannya. Pembangunan fasilitas urban dan pemberdayan masyarakatnya menjadi suatu kebutuhan, agar setiap wilayah dengan kekuatan yang berimbang dan keunggulan basis sumberdaya yang berbeda, dapat saling memperkuat dan menjalin kerja sama tersebut. Untuk percepatan pembangunan, upaya pengembangan sektor unggulan dapat diterapkan dengan menyesuaikan karakteristik keunggulan suatu sektor dengan permasalahan wilayah. Industri yang memiliki dampak pengganda pendapatan yang tinggi, dapat dikembangkan di pusat-pusat budidaya padi yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah, seperti Cianjur, Garut, Cirebon dan Indramayu. Sementara sektor yang unggul dalam penganda serapan tenaga kerja dapat diterapkan di wilayah-wilayah dengan tingkat kesejahteraan rendah dan pengangguran tinggi (Karawang).
Secara umum kegiatan pembangunan diarahkan untuk memperkuat sektor pertanian, termasuk wilayah dan masyarakat yang berada di dalamnya. Upaya tersebut dilakukan melalui kerja sama (sektoral, regional dan antarinstitusi) secara terintegrasi, dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal dan membenahi perangkat regulasi (terutama pengaturan kepemilikan dan pendistribusiannya), sehingga pemerintah akan mampu membiayai pembangunan untuk pencapaian tujuan pembangunan dan meningkatkan kinerja pembangunannya.
(6)
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
(7)
IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN
ARAHAN PENERAPANNYA UNTUK PENINGKATAN
KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH
DI JAWA BARAT
RR SHINTA DESMAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(8)
(9)
Judul Tesis : Identifikasi Sektor Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat Nama : Rr Shinta Desmawati
NRP : A 353060394
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Baba Barus, MSc. Ketua
Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 6 Februari 2008
Tanggal Lulus:
(10)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan karunia dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dengan judul Identifikasi Sektor Unggulan untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat, dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, MSc sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak memotivasi, memberi kemudahan selama studi, menyumbang pemikiran serta membuka cakrawala berfikir penulis;
2. Bapak Dr. Ir Noer Azam Achsani, MS sebagai dosen pembimbing II yang juga telah banyak memberi masukan dan pandangannya untuk penyempurnaan karya ini;
3. Bapak Didit Okta Pribadi, SP, MSi. selain sebagai penguji luar komisi, juga telah banyak berbagi ilmu dan pemikiran;
4. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB;
5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;
6. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Sekretaris Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan tugas belajar;
7. Bapak Dr. Ananto sebagai Kepala Bagian Perencanaan Ditjen PPHP, Ibu Andi Arnida, para pejabat eselon IV dan seluruh staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;
8. Ibu Jemmy Marwitha dari Bapeda Jawa Barat, atas ketulusan hati yang tak henti-hentinya membantu ketersediaan data penelitian;
9. Bapak Margo, Bapak Eko, Bapak Bagus, Bapak Supardi dari BPS yang juga telah membantu ketersediaan data penelitian;
10. Ayahanda R. Soehardini dan Ibunda Rd. Atie Soekaesih tercinta, saudara-saudaraku yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan semangat; 11. Suami dan ananda tercinta atas kasih sayang, kesabaran dan pengertiannya
selama waktu-waktu yang tersita di masa pendidikan.
12. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2006 yang senantiasa kompak dan sahabat-sahabatku atas dorongan untuk melanjutkan pendidikan serta semua pihak yang telah membantu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian, karya kecil ini semoga dapat bermanfaat untuk turut menyumbang khasanah dunia ilmu pengetahuan dan meningkatkan optimisme pembangunan di masa depan yang lebih baik.
Bogor, Februari 2008 Rr Shinta Desmawati
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro, Lampung pada tanggal 27 Desember 1969 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara, dari pasangan R. Soehardini dan Rd. Atie Soekaesih. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta pada tahun 1988 dan melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institiut Pertanian Bogor. Gelar sarjana diperoleh pada bulan Maret tahun 1993.
Pada tahun 1994 - 1998 penulis bekerja sebagai dosen pada Universitas Persada Indonesia, YAI Jakarta. Sejak tahun 1998 penulis bekerja sebagai PNS dan saat ini bertugas di Bagian Perencanaan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta. Kesempatan melanjutkan studi baru diperoleh pada tahun 2006 melalui program beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) pada program studi Ilmu Prencanaan Wilayah.
(12)
Sebuah karya kecil yang kuperuntukkan bagi orang-orang yang
kukasihi dan mengasihiku tanpa dibatasi kefanaan dunia: Mamah dan Bapak tercinta, suami terkasih
dan anakku tersayang Al Mustakfi Billah
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang...
1
Perumusan Masalah...
2
Tujuan Penelitian ...
3
Manfaat Penelitian...
3
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan Wilayah ...
4
Tujuan Pembangunan Berimbang ...
6
Sektor Unggulan ...
7
Keunggulan
Sektor
Pertanian ...
8
Kinerja Pembangunan Wilayah ... ...….…... 10
Model Input-Output ...
13
Analisis Spasial ...
15
Kerangka Pemikiran ... 15
Studi yang Terkait dengan Penelitian ...
16
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian...………..….…..
20
Jenis dan Sumber Data ...………...……….... 20
Kerangka Pendekatan Penelitian ..…………...………..……… 20
(14)
Kondisi Wilayah ...
48
Komposisi Penduduk ...………...………... 52
Kondisi Perekonomian ...…………...……….…….. 59
Sarana dan Prasana Wilayah Penenlitian ...……….…….. 61
KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH DI JAWA BARAT …...…
66
Pengelompokan Kabupaten/kota Berdasarkan Sektor Basis dan Sektor
Kompetitif Wilayah ...
66
Pembangunan Ekonomi di Jawa Barat ...…...………...
72
Pembangunan Kesejahteraan Manusia ...
86
Keterkaitan antara Pembangunan Ekonomi dengan Pembangunan
Kesejahteraan Manusia ... 98
SEKTOR EKONOMI UNGGULAN YANG SEJALAN DENGAN TUJUAN
PEMBANGUNAN DI JAWA BARAT ...
102
Tujuan Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi dan
Stabil ... 102
Tujuan Pembangunan Pemerataan ... 128
Tujuan Pembangunan Keberlanjutan ...………... 135
ARAHAN PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN ... 156
Penguatan Keterkaitan Sektoral dan Keterkaitan Antarwilayah Sektor
Unggulan ... 157
ARAHAN PEMBANGUNAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA
PEMBANGUNAN WILAYAH DI JAWA BARAT ... 193
Konsep Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Transformasi Sektoral ... 193
Arahan Pembangunan untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan di Jawa
Barat ...………... 197
(15)
SIMPULAN ... 209
Simpulan ... 209
Saran ... 211
DAFTAR PUSTAKA ...………...…….…….….. 214
(16)
xi
Halaman
1 Tujuan, metoda analisis, jenis data, output dan sumber data ...
24
2 Transaksi input-output ...
39
4 Luas wilayah, jumlah kecamatan, perkotaan dan perdesaan provinsi Jawa
Barat Tahun 2005 ...
50
5 Perkembangan luas lahan sawah dan lahan kering provinsi Jawa Barat
... 51
6 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2000-2005 ...
53
7 Jumlah penduduk menurut kelompok umur (jiwa) ...
55
8 Penduduk Jawa Barat Berumur 10 tahun ke atas menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan tahun 2003 (jiwa) ...
57
9 Banyaknya penduduk kabupaten/kota yang bekerja di Jawa Barat menurut
mata pencaharian (jiwa) ...
58
10 Distribusi penduduk kabupaten/kota yang bekerja di Jawa Barat menurut
mata pencaharian (%) ...
60
11 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Barat atas dasar
harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2004 ...
61
12 Jumlah fasilitas sarana kesehatan di provinsi Jawa Barat (unit) ...
62
13 Banyaknya sekolah dan guru tingkat SD, SMTP dan SMTA di provinsi
Jawa Barat ...
63
14 Bandara udara di Jawa Barat ...
65
15 Pelabuhan laut di Jawa Barat ...
65
16
Sektor kompetitif dan sektor komparatif kabupaten/kota di provinsi Jawa
(17)
xii
17
Pertumbuhan PDRB kelompok kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun
2001 - 2005 (persen) ...
73
18
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Atas Dasar Harga Konstan 2000 periode
2001 – 2005 (% per tahun) ...
74
19
Kontribusi pertumbuhan sektor ekonomi di Jawa Barat tahun 2001-2005
... 76
20
Indeks Williamson Provinsi Jawa Barat, kabupaten pertanian,
kabupaten/kota industri, kabupaten/kota jasa tahun 2000-2005 ...
78
21
Indeks Gini pendapatan penduduk perkotaan, perdesaan dan agregat
Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 dan 2005 ...
79
22
Indeks Gini penguasaan lahan kelompok kabupaten di Jawa Barat tahun
2004 ...
80
23
Indeks Gini penguasaan lahan kabupaten/kota di Jawa Barat ...
81
24
Perkembangan tingkat pengangguran kelompok kabupaten di Jawa Barat
2001-2005 ...
83
25
Perkembangan tingkat pengangguran di Jawa Barat tahun 2001-2005
... 84
26
Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat tahun 2003-2004 ...
87
27
Nilai Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Kabupaten/kota di Jawa Barat Tahun2003 Menurut Peringkat
...
88
28
Nilai Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Kabupaten/kota di Jawa Barat
Tahun 2002 Menurut Peringkat ...
90
29
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002 menurut kelompok
kabupaten ...
94
30
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2005 menurut kelompok
kabupaten ...
95
31
Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) indikator kinerja pembangunan
(18)
xiii
... 105
33
Persentase nilai input sektor pengguna yang diperoleh dari output sektor
pemasok (%) ... 112
34
Persentase output sektor pemasok untuk memenuhi permintaan (%) ...
113
35
Persentase nilai output sektor pemasok yang menjadi input sektor
pengguna (%) ... 114
36
Sepuluh sektor ekonomi utama menurut peringkat kriteria unggulan di
Jawa Barat ... 118
37
Sepuluh sektor pertanian primer Jawa Barat menurut peringkat kriteria
unggulan ... 119
38
Sepuluh sektor agroindustri menurut peringkat kriteria unggulan di Jawa
Barat... 120
39
Keterkaitan ke belakang sektor karet dengan sektor ekonomi di Jawa Barat
menurut peringkat ... 121
40
Keterkaitan ke belakang sektor unggas dan hasil-hasilnya dengan 5 sektor
ekonomi di Jawa Barat menurut peringkat ... 122
41
Keterkaitan ke belakang sektor tembakau dan hasil-hasilnya dengan 5
sektor ekonomi di Jawa Barat menurut peringkat ... 122
42
Keterkaitan ke depan sektor padi dengan 5 sektor ekonomi di Jawa Barat
menurut peringkat ... 122
43
Keterkaitan ke depan sektor tebu dengan sektor lainnya ... 123
44
Keterkaitan ke depan sektor industri makanan lainnya dengan 5 sektor
ekonomi di Jawa Barat menurut peringkat ... 124
45
Keterkaitan ke belakang sektor industri beras dengan 5 sektor ekonomi di
Jawa Barat menurut peringkat ... 125
46
Keterkaitan ke belakang sektor industri kulit dan barang dari kulit sektor
ekonomi di Jawa Barat menurut peringkat ... 125
47
Pemusatan padi, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di Jawa
(19)
xiv
48
Kekonsistenan pemanfaatan lahan di Kabupaten Sukabumi
... 144
49
Pemusatan produksi, kesesuaian tembakau dan luas perkebunan yang
konsisten/inkonsisten dengan RTRW ... 146
50
Pemusatan produksi karet, kesesuaian lahan dan luas perkebunan yang
konsisten /inkonsisten dengan RTRW ... 147
51
Pemusatan produksi tebu, kesesuaian lahan dan luas perkebunan yang
konsisten /inkonsisten dengan RTRW ... 149
52
Pemusatan produksi ternak, kesesuaian lahan, luas lahan padang rumput
yang konsisten dan inkonsisten dengan RTRW ... 151
53
Pemusatan padi dan industri utama kaitannya di Jawa Barat ... 167
54
Pemusatan unggas dan industri utama kaitannya di Jawa Barat ... 174
55
Pemusatan karet dan industri utama kaitannya di Jawa Barat ... 181
56
Pemusatan tembakau dan industri utama kaitannya di Jawa Barat ... 186
57
Pemusatan ternak dan industri utama kaitannya di Jawa Barat ... 190
(20)
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka pemikiran ...
17
2 Kerangka
pendekatan penelitian ...
25
3 Peta
wilayah
penelitian ...
49
4
Perkembangan jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2000, 2003
dan 2005 ...
54
5 Peta Sektor Basis dan Kompetitif Pertanian dan Pertambangan di Jawa
Barat ...
69
6 Peta Sektor Basis dan Kompetitif Industri di Jawa Barat ...
70
7 Peta Sektor Basis dan Kompetitif Jasa di Jawa Barat ...
71
8 Perkembangan pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan kelompok kabupaten
(pertanian, industri, jasa dan pertambangan) ...
73
9 Perkembangan Indeks Williamson kelompok kabupaten/kota dan Provinsi
Jawa Barat dan tahun 2000 – 2005 ...
78
10 Tingkat pengangguran kelompok kabupaten di Provinsi Jawa Barat
2001-2005 ...
83
11 Peta Perkembangan IKM 2002-2003 ………...
92
12 Peta Perkembangan IPM 2002-2005 ………...
96
13 Grafik keterkaitan antara IPM dan IPJ ………...
97
14 Keterkaitan
sektoral padi, industri beras dan industri kaitannya ...
129
15 Keterkaitan
sektoral unggas, industri beras dan industri kaitannya ...
130
16 Keterkaitan
sektoral karet, industri beras dan industri kaitannya ...
131
17 Keterkaitan
sektoral tembakau, industri beras dan industri kaitannya ...
132
18
Keterkaitan sektoral ternak, industri beras dan industri kaitannya ...
133
19
Keterkaitan sektoral tebu, industri beras dan industri kaitannya ...
134
20
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah dan pemusatan komoditi pertanian
unggulan Jawa Barat ...
137
(21)
xii
21
Peta penggunaan lahan di Jawa Barat ...
138
22
Peta arahan pertanian dan pemusatan komoditi pertanian unggulan Jawa
Barat ...
139
23
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi. ...
140
24
Peta penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi ...
140
25
Peta kesesuaian tembakau dan lokasi pemusatannya di Jawa Barat .……...
155
27
Peta kesesuaian karet dan lokasi pemusatannya di Jawa Barat .…...
155
28
Peta kesesuaian tebu dan lokasi pemusatannya di Jawa Barat ……...
156
29
Peta kesesuaian ternak dan lokasi pemusatannya di Jawa Barat ……...
156
30
Peta pemusatan padi, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di Jawa
Barat .……...
166
31 Peta pemusatan unggas, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di
Jawa Barat .…...
173
32 Peta pemusatan karet, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di
Jawa Barat …...…...
180
33 Peta pemusatan tembakau, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di
Jawa Barat .……...
185
34 Peta pemusatan ternak, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di
Jawa Barat .…...
189
35
Peta pemusatan tebu, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di Jawa
(22)
xi
Halaman
1
PDRB provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga
konstan 2000 tahun 2003 - 2004 (Rp Juta) ... 217
2
PDRB kabupaten/kota Jawa Barat atas dasar harga berlaku menurut
lapangan usaha tahun 2004 (juta rupiah) ... 217
3
PDRB kabupaten/kota Jawa Barat atas dasar harga konstan tahun 2000,
menurut lapangan usaha tahun 2000 (juta rupiah) ... 218
4
Lampiran 4 PDRB Kabupaten/kota Jawa Barat atas dasar harga konstan
tahun 2000, menurut lapangan usaha tahun 2004 (juta rupiah) ... 219
5
Nilai LQ & SSA kabupaten/kota di Jawa Barat berdasarkan PDRB
... 220
6
PDRB per kapita Jawa Barat menurut kelompok kabupaten tahun 2000 –
2005 ... 221
7
Proporsi jumlah penduduk berdasarkan golongan pengeluaran tahun 2002
dan 2005 ... 222
8
Nilai pengeluaran berdasarkan golongan pengeluaran tahun 2002 dan
2005 ... 222
9
Banyaknya desa tertinggal dan desa pusat pertumbuhan di Jawa Barat
tahun 2005 ... 223
10 Proporsi jumlah rumah tangga pertanian perkotaan, perdesaan, agregat
berdasarkan golongan luas lahan yang dikuasai tahun 2004 (%) ... 224
11 Jumlah
angkatan
kerja yang mencari pekerjaan dan angkatan kerja
kabupaten/kota Jawa Barat tahun 2001-2005 (jiwa) ... 225
12 Indeks Kemiskinan Manusia Provinsi Jawa Barat (IKM) tahun 2002 dan
2003 ... 226
13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2002 –
2005 ... 227
14 Indikator
Pembangunan Kesejahteraan Manusia Jawa Barat tahun
2002-2005 ... 228
15
Variabel indikator pembangunan untuk analisis komponen utama (PCA) ... 229
16 Transaksi domestik 9 sektor ekonomi atas dasar harga produsen (juta
rupiah) ... 230
17 Matriks
kebalikan
(I-A)-1 dan Koefisien input 9 sektor ekonomi di Jawa
(23)
xii
18 Koefisien
keterkaitan
dan angka dampak pengganda 9 sektor ekonomi
Jawa Barat ... 233
19 PDRB Jawa Barat dan PDB Indonesia atas dasar harga berlaku tahun
2004 (juta rupiah) ... 234
20 PDRB Jawa Barat dan PDB Indonesia atas dasar harga konstan tahun
2000, tahun 2001 - 2004 (juta rupiah) ... 234
21
Koefisien keterkaitan 86 sektor ekonomi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat
tahun 2003 ... 235
22 Pengganda
pendapatan,
pengganda
PAD dan pengganda PDRB sektor
ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2003 ... 237
23
Produksi tanaman pangan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 (ton) ... 239
24
Nilai LQ tanaman pangan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 ... 239
25
Produksi tanaman perkebunan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 (ton) ... 240
26
Nilai LQ tanaman perkebunan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 ... 240
27
Populasi ternak Provinsi Jawa Barat tahun 2003 (ekor) ... 241
28 Nilai LQ tanaman perkebunan Provinsi Jawa Barat tahun 2003 ... 241
(24)
Latar Belakang
Kegiatan pembangunan di Jawa Barat menunjukkan telah terjadinya pola pintas transformasi struktural, dari peran dominan sektor pertanian ke arah sektor industri, tanpa melalui tahap pematangan sektor pertanian. Hal ini diindikasikan dengan besarnya kontribusi sektor industri yang terus mengalami peningkatan dan mendominasi perekonomian Jawa Barat, namun tidak diikuti dengan kemantapan sektor pertanian dan kesejahteraan masyarakat taninya. Data statistik Bapeda Jawa Barat (2006) menunjukkan bahwa pada periode 2001-2005, kontribusi industri pengolahan terhadap PDRB provinsi mengalami peningkatan hingga mencapai 45 persen di tahun 2005, sedangkan kontribusi sektor pertanian tidak pernah lebih dari 16 persen. Sementara masyarakat di sektor pertanian juga tidak mengalami perbaikan kesejahteraan yang berarti, ditunjukkan dengan data persentase jumlah penduduk miskin (lebih dari 14.5 %) di kabupaten basis pertanian merupakan jumlah yang terbanyak di antara kabupaten/kota lainnya (Bapeda Provinsi Jawa Barat 2006).
Pergeseran ke arah industrialisasi di Jawa Barat tercermin dari besarnya jumlah industri di provinsi ini, yaitu mencapai 60 persen dari total industri nasional, dengan karakteristik ketergantungan terhadap faktor eksternal yang cukup tinggi dan keterkaitan dengan sektor pertanian yang lemah. Keterkaitan yang lemah dengan sektor pertanian diindikasikan dengan dominannya jumlah industri nonpertanian (72.02 %) di Jawa Barat. Akibat keterkaitannya yang lemah, maka pengembangan sektor industri nonpertanian seperti ini praktis tidak dapat menjamin bertumbuhnya sektor pertanian di Jawa Barat. Sementara dari database statistik industri besar dan sedang, diketahui bahwa penggunaan input impor sektor industri Jawa Barat mencapai 41.1 persen dan sekitar 11.5 persen kepemilikannya dimiliki oleh pihak asing. Karakteristik industri seperti ini sangat rentan terhadap external shock yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Ketergantungan leading sector pada input dan modal eksternal dapat menjadi ancaman laten bagi perekonomian domestik. Nilai tukar mata uang domestik yang sangat tergantung pada perekonomian dunia, dan modal asing yang sewaktu-waktu dapat ditarik kepemilikannya, merupakan ancaman yang berada di luar
(25)
2 kendali. Kekhawatiran ini tidak hanya sebatas wacana, namun telah dibuktikan pada tahun 1997, di saat terjadi krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi secara keseluruhan. Hampir seluruh aktivitas perekonomian di Indonesia, termasuk di Jawa Barat, mengalami kemunduran pertumbuhan ekonomi. Beberapa industri di Jawa Barat bahkan mengalami kelumpuhan total sehingga tidak dapat beroperasi kembali. Kasus ditutupnya 47 perusahaan di Kota Cimahi, sejak terjadinya krisis ekonomi, menjadi bukti tidak dapat bertahannya sektor-sektor yang sangat bergantung pada faktor luar tersebut. Fakta lain yang dapat ditunjukkan bahwa empat sektor industri unggulan padat karya yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, elektronik, dan otomotif terancam kebangkrutan dalam 5 hingga 10 tahun mendatang. Dan kalangan pengusaha di empat sektor itu sebagian telah beralih sebagai pengimpor produk jadi dibandingkan memproduksi sendiri produk tersebut (Disperindag 2006).
Dengan karakteristik industri seperti yang telah digambarkan, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang diupayakan dengan memacu pertumbuhan sektor industri, tidak dapat menjamin bertumbuhnya sektor pertanian, sebaliknya akan memunculkan kesenjangan antar sektor dan antar wilayah, tingkat pengangguran yang tinggi, bahkan akan memperlemah perekonomian daerah secara keseluruhan. Sederetan permasalahan hasil pembangunan ini justru bertentangan dengan tujuan pembangunan yang ingin dicapai, yaitu pertumbuhan ekonomi yang mantap, pemerataan dan keberlanjutan. Penentuan sektor unggulan yang tepat, yaitu sejalan dengan tujuan pembangunan dan karakteristik wilayah, menjadi suatu kebutuhan agar tidak terjadi disorientasi kebijakan dan program pembangunan serta mencegah berlangsungnya permasalahan dan kemubaziran sumberdaya yang sifatnya terbatas.
Perumusan Masalah
Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja pembangunan di Jawa Barat dan apakah terjadi keterkaitan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan kesejahteraan manusia?
(26)
2. Apakah sektor unggulan yang sejalan dengan tujuan pembangunan (pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, pemerataan dan keberlangsungan)?
3. Bagaimana arahan pengembangan sektor unggulan dan pembangunan wilayah secara umum untuk peningkatan kinerja pembangunan di Jawa Barat?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengukur kinerja pembangunan di Jawa Barat dan mengetahui keterkaitan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan kesejahteraan manusia.
2. Mengidentifikasi sektor unggulan yang sejalan dengan tujuan pembangunan (pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, pemerataan dan keberlangsungan).
3. Memberikan arahan pengembangan sektor unggulan dan pembangunan wilayah secara umum untuk peningkatan kinerja pembangunan di Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan data, informasi dan arahan bagi para pengambil keputusan, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dalam penyempurnaan kebijakan pembangunan di Provinsi Jawa Barat.
(27)
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Pembangunan WilayahPerencanaan pembangunan wilayah didasari pada ilmu wilayah yang muncul relatif baru. Ilmu wilayah muncul sebagai suatu kritik terhadap ilmu ekonomi yang lazim, yaitu Neoclassical Economy pada tahun 1950-an. Ilmu ekonomi dianggap terlalu meyederhanakan permasalahan, karena permasalahan ekonomi hanya dipandang dari sisi penawaran dan permintaan secara agregat tanpa mempertimbangkan aspek ruang (wilayah). Pada kenyataannya secara spasial keberadaan suatu komoditas tersebar tidak merata di berbagai wilayah. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Rustiadi, et al (2006) yang menyatakan bahwa dari sisi permintaan penyebaran jumlah dan keragaman penduduk di dalam ruang yang tidak merata berdampak pada permintaan barang/jasa yang tidak merata. Sedangkan dari sisi penawaran, penyebaran sumberdaya, termasuk sebaran kualitas lahan yang tidak merata, berdampak pada pasokan barang yang tidak merata pula.
Secara luas perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal (Nugroho dan Dahuri 2004).
Rustiadi et al. (2006) lebih menekankan konsep pembangunan wilayah pada keterpaduan antara pembangunan secara sektoral, kewilayahan dan institusional. Dikemukakannya bahwa pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antarsektor, antarspasial (keruangan), serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Sehingga setiap program-program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah.
Pendekatan sektoral dilaksanakan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Sedangkan pendekatan wilayah dilakukan bertujuan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah, sehingga terlihat
(28)
perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Perbedaan fungsi tersebut terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan 2004a).
Sementara Anwar (1996) mengemukakan bahwa pendekatan analisis pembangunan wilayah harus mampu mencerminkan adanya kerangka berfikir yang menyangkut interaksi antara aktivitas-aktivitas ekonomi spasial dan mengarah kepada pemanfaatan sumberdaya secara optimal antara kegiatan di kawasan kota-kota dan wilayah-wilayah belakangnya (hinterland), di samping interaksi tersebut berlangsung dengan wilayah-wilayah lainnya yang lebih jauh. Karena antara kawasan kota dan wilayah belakangnya dapat terjadi hubungan fungsional yang tumbuh secara interaktif yang dapat saling mendorong atau saling menghambat dalam mencapai tingkat kemajuan optimum bagi keseluruhannya.
Terkait dengan perencanaan pembangunan melalui pendekatan sektoral, Saefulhakim (2004) mengemukakan adanya keterbatasan (scarcity) dalam hal ketersediaan sumberdaya hendaknya menjadi pertimbangan pemerintah, khususnya pemerintah daerah, dalam melaksanakan program-program pembangunan daerahnya sehingga dalam perencanaan pembangunan perlu ditetapkan adanya skala prioritas pembangunan yang didasarkan pada pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, serta (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik di mana beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial yang ada. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di seluruh wilayah.
Yang dimaksud sumberdaya adalah setiap hasil, benda, atau sifat/keadaan, yang dapat dihargai bilamana produksi, proses dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi: sumberdaya alam (natural
(29)
6 resources), sumberdaya manusia (human resouces), dan sumberdaya teknologi. Adapun rinciannya meliputi: 1) sumberdaya alam (natural resources) terdiri dari: a)sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal yang tidak tampak tetapi dapat diukur, seperti: lokasi, tapak atau posisi (site atau position), b) sumberdaya alam yang nyata berupa: bentuk daratan, air, iklim, tubuh tanah, vegetasi, hewan, mineral atau pelikan ; 2) sumberdaya manusia (human resouces) diantaranya adalah keadaan penduduk (jumlah, kerapatan penyebaran, susunan/struktur); proses pendidikan; dan lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan/kebiasaan penduduk setempat; 3) sumberdaya teknologi, kemampuan manusia untuk merubah sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannya dan perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya. Disamping itu kemajuan teknologi selalu memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi pembangunan suatu wilayah (Jayadinata 1986).
Tujuan Pembangunan Berimbang
Paradigma pembangunan selama beberapa dekade terakhir terus mengalami pergeseran dan perubahan mendasar. Berbagai pergeseran paradigma akibat adanya distorsi berupa "kesalahan" di dalam menerapkan model-model pembangunan yang ada selama ini adalah sebagai berikut (Rustiadi, et al. 2006):
(1) Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan-pilihan yang saling tidak menenggang (trade off) ke keharusan mencapai tujuan pembangunan tersebut secara "berimbang".
(2) Kecenderungan pendekatan dari cenderung melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatan-pendekatan regional dan lokal.
(3) Pergeseran asumsi tentang peranan pemerinah yang dominan menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian).
Menurut Anwar (2000) secara teoritik, polemik pemilihan antara stategi pertumbuhan dan pemerataan relatif telah diselesaikan saat lahirnya the second
(30)
fundamental theorm of welfare economics. Sementara itu the first fundamental theorm of welfare economics adalah konsep temuan Simon Kuznets (1996); kurva U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan dahulu tujuan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan). Hal ini telah memberi legitimasi dominasi peranan pemerintah untuk memusatkan pengalokasian sumberdaya pada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini telah menyebabkan terjadinya net transfer sumberdaya daerah ke kawasan pusat kekuasaan secara besar-besaran maupun melalui ekspor kepada negara-negara maju. Implikasi dari penekanan pertumbuhan ekonomi adalah polarisasi spasial (geografis) alokasi sumberdaya (capital investment) antarwilayah melalui aglomerasi industri di tempat-tempat yang paling kompetitif (kawasan kota-kota besar). Program bantuan pembangunan daerah tidak mampu mengurangi ketimpangan yang terjadi.
Berbagai permasalahan yang muncul akibat penerapan konsep Kuznet ini telah memberi pemikiran baru untuk menjadikan pencapaian ketiga tujuan pembangunan tersebut sebagai tujuan pembangunan yang berimbang. Upaya untuk mencapai pembangunan berimbang seperti ini dapat didekati dengan pembangunan wilayah dengan menjadikan masyarakat sebagai tujuan utama pembangunan.
Murty (2000) mengemukakan bahwa isu pembangunan wilayah atau daerah yang berimbang tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah/daerah yang seragam, juga bentuk-bentuk keseragaman pola dan struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self sufficiency) setiap wilayah/daerah. Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah/daerah yang jelas-jelas beragam sehingga memberikan keuntungan/manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah (all regions).
Sektor Unggulan
Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor unggulan yang memiliki keterkaitan antarsektor yang kuat dalam menopang perekonomian suatu
(31)
8 wilayah. Suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci atau sektor unggulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi; (2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula; (3) mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan (4) mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi (Arief 1993).
Menurut Mubyarto (1989), potensi-potensi unggulan ditentukan berdasarkan pada kriteria berikut:
1. Jumlah tenaga kerja dan sumber-sumberdaya lainnya yang dipergunakan atau bisa dipakai secara langsung maupun tidak langsung.
2. Kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pendapatan dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediaannya harus mampu menampung laju pertumbuhan sektor tersebut.
Simatupang et al. (1999) mengemukakan kriteria lain yang harus dipenuhi suatu sektor unggulan, yaitu: (1) tangguh, (2) progresif, (3) strategis, (4) artikulatif, dan (5) responsif. Ketangguhan suatu sektor dinilai dari keunggulan kompetitifnya dan basis sumberdaya yang menjadi input aktivitas sektor tersebut (sumberdaya domestik atau sumberdaya eksternal/asing). Sifat progresif dinilai dari potensi suatu sektor untuk meningkatkan faktor produksi total, produktivitas faktor produksi total dan keberlanjutan pertumbuhan tersebut. Sedangkan arti strategis suatu sektor dilihat dari kemampuannya mengatasi permasalahan mendasar pembangunan suatu wilayah. Konsep artikulatif diukur dari kemampuan suatu sektor sebagai lokomatif penarik pertumbuhan sektor lainnya dan untuk mentransmisikannya kepada sektor-sektor lainnya dengan media keterkaitan produk, konsumsi, investasi dan tenaga kerja. Dan sifat responsif diukur dari tingkat kepekaan suatu sektor terhadap kebijakan yang diterapkan.
Keunggulan Sektor Pertanian
Sektor pertanian di wilayah tertentu dapat menjadi sektor unggulan wilayah, namun kondisi faktual yang sering terjadi adalah bahwa sektor ini hanya
(32)
merupakan sektor potensial, tetapi dengan kontribusi peran yang cukup besar terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Sumodiningrat (2000) menyatakan bahwa dalam sektor pertanian ditemui sejumlah keunggulan, indikatornya diantaranya adalah: pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar dan merupakan sumber pendapatan mayoritas penduduk; kedua, pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubtitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan; Ketiga, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga, yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Kelima, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian.
Dalam pembangunan perekonomian nasional, telah terjadi pergeseran secara terstruktur sehingga indikator-indikator tersebut tidak cukup kuat untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sektor inti (core sector). Bahkan porsi pembangunan yang diberikan pada sektor ini tidak seimbang dengan kelompok sektor industri dan sektor jasa. Hal ini menjadi salah satu penyebab lemahnya keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Hanya sedikit output sektor pertanian yang dimanfaatkan oleh sektor industri dan sektor jasa. Aktivitas yang lebih tidak menguntungkan adalah terjadinya kebocoran modal akibat ekspor produk pertanian dalam bentuk mentah dan derasnya pemakaian bahan baku impor untuk pemenuhan input bagi sektor nonpertanian dan pemenuhan konsumsi langsung domestik. Sebenarnya dalam paradigma transformasi yang ideal, sektor pertanian seharusnya dapat mendorong ekspansi industri-industri hulu sektor manufaktur, seperti industri pupuk, kimia dan lain-lain, dan juga mendorong ekspansi industri-industri hilir seperti industri-industri yang memproses produk pertanian dan sektor jasa seperti jasa angkutan, keuangan dan lain-lain. Apabila keterkaitan sektor manufaktur dengan sektor pertanian didinamisasi secara terstruktur akan menjadi kunci pertumbuhan dari sektor manufaktur. Pada perkembangan berikutnya, sektor manufaktur tersebut akan menjadi sektor inti berikutnya dan dapat dikembangkan menurut model pengembangan sektor pertanian yang didasarkan pada keterkaitan wilayah.
(33)
10 Kinerja Pembangunan Wilayah
Kinerja pembangunan wilayah diukur dengan pendekatan indikator-indikator penting yang dapat menjelaskan tingkat perkembangan dari suatu wilayah. Indikator Kinerja Pembangunan Wilayah merupakan ukuran kuantitatif level pencapaian dan daya tumbuh yang dimiliki oleh masing-masing daerah untuk pencapian tujuan-tujuan/tolok ukur pembangunan. Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa indikator kinerja secara umum memiliki fungsi untuk (1) memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangunan oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/ program/ kegiatan dan dalam menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja.
Indikator kinerja pembangunan dibangun atas dasar variabel-variabel penting yang dianggap bisa menggambarkan tingkat perkembangan atau mampu menjelaskan tingkat ukuran kinerja pembangunan daerah dan dapat dirumuskan dengan indeks atau rasio. Indeks/rasio untuk indikator kinerja pembangunan daerah, dihitung berdasarkan enam bidang, yaitu: (1) bidang perekonomian, diukur dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan per kapita, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat pemerataan pendapatan (indeks gini), tingkat daya beli, tingkat tabungan masyarakat, tingkat investasi, perdagangan luar negeri (nilai ekspor-impor), indeks harga bangunan, realisasi penerimaan APBD dan lain-lain; (2) bidang ketentraman dan ketertiban umum, diukur dengan luas wilayah berdasarkan jenis kasus atau kejadian, penduduk berdasarkan jenis kasus atau kejadian, luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan jenis konflik atau perkelahian, jumlah korban perkelahian/konflik, korban kecelakaan, kebakaran hutan dan lain-lain; (3) bidang kesehatan, diukur dengan jumlah penduduk terkena wabah penyakit, tingkat kematian, angka harapan hidup, angka kekurangan gizi dan angka kelahiran; (4) bidang pendidikan, diukur dengan tingkat pendidikan penduduk, angka putus sekolah, rataan lama sekolah, angka buta huruf, angka melek huruf dan angka kelulusan; (5) bidang tata ruang, lingkungan dan pemerintahan umum, diukur dengan kepadatan penduduk, rumah bangunan permanen dan nonpermanen, kepadatan luas lantai bangunan rumah,
(34)
tingkat kekumuhan permukiman, keterisolasian permukiman, penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang, tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau, luasan wilayah dan penduduk kerawanan bencana, dan jumlah wilayah terkena pencemaran lingkungan.
Kesenjangan Wilayah
Selama ini telah terjadi kebijakan salah arah (misleading policy) karena ukuran keberhasilan pembangunan cenderung hanya dilihat dari terciptanya laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi dengan strategi yang dipergunakan adalah mendorong industrialisasi yang dipercepat di kawasan-kawasan perkotaan. Pendekatan pembangunan tersebut memang telah berhasil mempercepat pertumbuhan kawasan perkotaan yang melampaui kawasan lainnya terutama wilayah perdesaan atau dengan kata lain kebijaksanaan pembangunan telah bersifat urban bias yang mendorong percepatan urbanisasi dan pada akhirnya akan menimbulkan biaya-biaya sosial yang tinggi. Lebih lanjut akibat dari terjadinya percepatan urbanisasi selain menimbulkan dampak positif juga menimbulkan dampak negatif, yaitu terserap dan terkurasnya sumberdaya yang dimiliki wilayah perdesaan oleh kawasan perkotaan, baik itu sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia (Anwar 2004).
Rustiadi dan Hadi (2007) menyatakan bahwa dalam konteks wilayah yang lebih luas, maka disparitas wilayah bisa pula dilihat dari ketimpangan wilayah dalam satu wilayah kabupaten, propinsi, regional, bahkan nasional. Ketimpangan wilayah dalam satu wilayah administratif sering melatari kecenderungan terjadinya pemekaran wilayah administratif. Hal ini tercermin dengan munculnya kabupaten - kabupaten baru dan propinsi-propinsi baru.
Timbulnya disparitas antarwilayah menurut Rustiadi et al. (2006), antara lain disebabkan oleh beberapa faktor utama yang terkait dengan variabel fisik maupun variabel ekonomi wilayah, yaitu: (1) geografi, (2) sejarah, (3) politik, (4) kebijakan pemerintah, (5) administrasi, (6) sosial-budaya dan (7) ekonomi. Suatu wilayah yang memiliki kondisi geografi lebih baik akan mempunyai kemampuan untuk berkembang yang lebih baik dibandingkan wilayah dengan kondisi geografi kurang menguntungkan. Bentuk organisasi serta kondisi perekonomian pada masa lalu
(35)
12 akan mempengaruhi tingkat perkembangan masyarakat di suatu wilayah dalam hal menumbuhkan inisiatif dan kreativitas dalam bekerja dan berusaha. Instabilitas politik serta sistem administrasi yang tidak efisien akan menghambat pengembangan wilayah dalam hal hilangnya peluang investasi akibat ketidakpastian usaha terutama di bidang ekonomi dan perijinan yang rumit. Kebijakan pemerintah yang tidak tepat dengan lebih menekankan pada pertumbuhan pembangunan tanpa diimbangi dengan pemerataan. Nilai-nilai sosial-budaya masyarakat yang konservatif dan kontraproduktif akan menghambat perkembangan ekonomi wilayahnya.
Penyerapan Tenaga Kerja
Indikator penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran dapat dipandang sebagai bentuk operasional dari konsep indikator tujuan ekonomi atau growth (produktivitas dan efisiensi). Namun indikator ini juga sering dianggap bagian dari konsep indikator kapasitas sumberdaya manusia (SDM) (Rustiadi et al. 2006). Permasalahan tenaga kerja di Indonesia bukan pada jumlah pengangguran terbuka, namun pada tingginya jumlah setengah penganggur. Yaitu tingginya jumlah pengangguran tak kentara (disguished unemployment) yang bekerja dengan jam kerja di atas 36 jam per minggu tetapi dengan nilai marginal productivity yang sangat rendah. Fenomena ini terutama terjadi pada sektor pertanian primer, di mana pada lahan pertanian yang sempit dikerjakan oleh banyak tenaga kerja sehingga penerimaan yang diperoleh terbagi-bagi menjadi semakin rendah.
Pembangunan Sumberdaya Manusia
UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Penduduk dalam konsep ini diposisikan sebagai tujuan akhir dan bukan alat atau instrumen pembangunan. Sementara pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Rustiadi et al. (2006) menyebutkan bahwa pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas. Pengukuran pencapaian hasil pembangunan manusia di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari
(36)
pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase pencapaian terhadap sasaran ideal. UNDP sejak tahun 1990 menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang merupakan indikator komposit tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar itu adalah tingkat kesehatan yang tercermin dengan umur panjang dan sehat yang mengukur peluang hidup; berpengetahuan dan berketrampilan; serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.
Model Input Output
Kadariah (1981) mengemukakan bahwa untuk menjamin adanya konsistensi perencanaan diperlukan suatu pendekatan yang secara eksplisit memperhitungkan adanya hubungan antarindustri atau antarsektor, yang dapat digambarkan dalam suatu Model Input-Output. Perencanaan dengan pendekatan antarsektor atau multisektoral sangat kompleks, namun memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan perencanaan agregatif yaitu: (1) pengawasan sektor-sektor lebih mudah dilaksanakan, (2) implementasi kebijakan atau keputusan tingkat sektor lebih operasional, (3) perhitungan (perkiraan) besarnya pendapatan nasional paling mudah dapat dijalankan berdasarkan perhitungan nilai tambah (value added) di tiap sektor.
Analisis Input-Output merupakan suatu model matematis untuk menelaah struktur perekonomian yang saling kait-mengait antarsektor atau kegiatan ekonomi. Idenya sangat sederhana namun mampu menjadi salah satu alat analisis yang ampuh dalam melihat hubungan antarsektor dalam perekonomian. Dasar pendekatannya adalah hubungan interdependensi antara suatu sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian adalah sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan dalam sepasang persamaan linear, sedangkan struktur perekonomian terlihat pada besarnya angka-angka koefisien ketergantungan interdependensi. Model ini merupakan varian terbaik ekuilibrium atau keseimbangan umum (Nasution 1996).
(37)
14 Teori Input-Output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada akhir dekade tahun 1930-an (Nazara 1997). Dalam perkembangannya metode-metode yang diturunkan dari Tabel I-O semakin banyak diterapkan sebagai alat analisis dan perencanaan ekonomi yang praktis dan bersifat kuantitatif. Menurut Leontief analisis input-output merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik di antara berbagai sektor-sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks.
Saefulhakim (2004) memandang perlu untuk mencermati secara seksama bahwa seringkali terjadi bahwa beberapa sektor yang diidentifikasikan memiliki peranan yang strategis karena keterkaitannya yang luas dan potensi menumbuhkan dampak ganda bagi berbagai indikator pembangunan, ternyata secara empirik dampak yang ditimbulkannya (income multiplier, employment multiplier, output multiplier, dan lain-lain) tidak terlalu luas sebagai akibat dari fenomena-fenomena: (1) keterkaitan yang asimetrik, dan (2) karakteristik sektor yang bersifat price-taker. Beberapa sektor cenderung memiliki posisi tawar yang rendah terhadap sektor lainnya di dalam penetapan harga. Sektor-sektor primer, terutama pertanian dengan pelaku-pelaku ekonomi petani-petani tanpa organisasi (lembaga) penunjang cenderung akan memiliki posisi tawar yang rendah di dalam penetapan harga. Kondisi asimetrik timbul akibat faktor (1) ciri komoditas dan (2) karakteristik pelaku utama sektor. Kondisi asimetrik tidak semata berdimensi sektoral namun juga berdimensi spasial (inter-regional).
Analisis Spasial
Proses perencanaan pembangunan wilayah selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan yang memiliki sifat keruangan (spasial). Oleh karena itu dalam analisis perencanaan wilayah, analisis yang menyangkut objek-objek dalam sistem keruangan (analisis spasial) menjadi sangat penting (Rustiadi et al. 2006). Sistem Informasi Geografis (SIG) memiliki peranan penting untuk memvisualisasikan data yang bersifat keruangan. SIG merupakan suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari aspek-aspek permukaan bumi (Burrough 1989 dalam Barus dan Wiradisastra 2000). Senada dengan definisi tersebut, Aronoff (1993)
(38)
mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup: (1) pemasukan; (2) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali; (3) manipulasi dan analisis, dan (4) pengembangan produk dan pencetakan. Kelebihan SIG menurut Barus dan Wiradisastra (2000) adalah merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk dijital. Data ini lebih padat dibandingkan dalam bentuk peta cetak, tabel dan bentuk konvensional lainnya.
Kerangka Pemikiran
Kegiatan pembangunan di Jawa Barat menunjukkan telah terjadinya pola pintas transformasi struktural, dari peran dominan sektor pertanian ke arah sektor industri, tanpa melalui tahap pematangan sektor pertanian. Pergeseran ini dimaksudkan untuk mendukung percepatan pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Depok merupakan sebagian dari pusat pertumbuhan di Jawa Barat dengan dukungan sektor industri dan jasa, yang dipilih sebagai sektor yang dapat memberikan perolehan yang cepat terhadap perekonomian daerah. Sementara wilayah perdesaan pertanian, yang merupakan daerah hinterlandnya, diharapkan mendapatkan efek dari keberhasilan pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan. Pada kenyataanya, efek yang terjadi justru sebaliknya, diantaranya adalah pengurasan sumberdaya di wilayah basis pertanian dan ketertinggalan dalam berbagai aspek. Dalam dimensi sektoral, konsep pembangunan seperti ini telah memunculkan ketimpangan sektoral antara sektor pertanian dan sektor industri/jasa, yang tercermin dari pesatnya pertumbuhan industri nonpertanian di Jawa Barat, ketimpangan aplikasi teknologi serta kesenjangan produktivitas, kualitas produk dan perolehan nilai tambah diantara kedua sektor tersebut.
Karakteristik wilayah Jawa Barat sebenarnya lebih mencirikan dominansi pertanian. Dengan penggunaan lahan yang sebagian besar untuk pertanian, sebagai lumbung padi nasional dan dominannya tenaga kerja yang terlibat di sektor pertanian, sebenarnya provinsi ini lebih mencirikan dan memiliki potensi besar di
(39)
16 sektor pertanian. Tetapi pencapaian pembangunan di wilayah ini selalu tertinggal, bahkan potensi sumberdayanya yang besar tersedot ke wilayah basis jasa dan industri, terutama daerah perkotaannya. Di sisi lain, industri yang dominan di provinsi ini memiliki karakteristik negatif akibat kaitannya yang sangat lemah dengan sektor pertanian dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap faktor eksternal.
Pembangunan yang menjadikan sektor industri seperti ini sebagai leading sector akan menyebabkan perekonomian yang rapuh, kurang berdampak pada sektor pertanian dan berpotensi memperluas permasalahan pembangunan yang telah berkembang. Oleh karena itu dibutuhkan kajian untuk menentukan sektor unggulan yang tepat, yang didukung dengan bukti empirik hasil analisis bahwa sektor unggulan tersebut benar-benar merupakan sektor yang tepat, yang dapat sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan untuk peningkatan kinerja pembangunan di Jawa Barat. Dalam bentuk diagram, uraian kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Studi yang Terkait dengan Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan topik penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo (2001) mengenai penentuan prioritas sektor untuk menyumbang kebijaksanaan fiskal di Provinsi Jawa Barat. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut yang terkait dengan penelitian ini adalah ”pemanfaatan prioritas sektor terhadap perekonomian wilayah di Provinsi Jawa Barat”. Metoda analisis yang digunakan adalah Analisis Input-Output dan analisis kinerja pembangunan untuk melihat keragaan pembangunan di Jawa Barat. Analisis I-O dilakukan dengan mengunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun 1999 (publikasi pertama) dengan klasifikasi 76 x 76 sektor. Dalam analisis optimasinya, 76 sektor ini disederhanakan menjadi 31 sektor.
Dari hasil penelitiannya, Dermoredjo menyatakan bahwa sektor yang dapat dijadikan penyangga struktur ekonomi Jawa Barat adalah sektor agroindustri dan sektor nonpertanian, khususnya industri nonpertanian bukan migas dan jasa. Hal tersebut karena sektor agroindustri merupakan sektor yang memiliki kaitan
(40)
output ke belakang murni (langsung) terbesar, sementara sektor industri nonmigas dan jasa memiliki kaitan ke depan murni terbesar. Penelitian Dermoredjo ini murni didasarkan pada koefisien keterkaitan sektor ekonomi hasil analisis input-output. Jika mengacu pada fakta akan tingginya ketergantungan industri nonpertanian terhadap faktor eksternal serta efek permasalahan yang ditimbulkannya di wilayah basis industri dan basis pertanian, maka keluarnya industri nonpertanian sebagai industri andalan menjadi hal yang perlu dipertanyakan dan perlu kajian lebih detil sebelum menjadikannya sebagai sektor penyangga ekonomi Jawa Barat. Dibutuhkan suatu kajian yang lebih detil untuk menentukan sektor unggulan Jawa Barat yang ditinjau dari berbagai aspek serta menelusuri sektor-sektor yang menerima dampak terbesar dari keterkaitan kuat sektor industri tersebut. Kajian input-output selama ini pada umumnya tidak menelusuri lebih dalam tentang hal ini. Tanpa penelurusan lebih detil, maka sektor-sektor yang paling besar mendapatkan dampak tersebut tidak akan pernah terungkap, sementara informasi ini sangat signifikan untuk ketepatan pemilihan sektor unggulan.
PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DI JAWA BARAT
PENINGKATAN KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH MASALAH DIMENSI REGIONAL:
- Kesenjangan Wilayah
- Perdesaan: - Sumberdaya wlyh Pertanian terkuras - Pembangunan tidak sepesat kota - Pkotaan: penyakit sosial, pengangguran, dll
PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN dengan Fondasi yg Rapuh
IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN YANG SEJALAN DENGAN TUJUAN PEMBANGUNAN
Potensi S.Pertanian Jabar : - Lumbung Padi Nasional - Penyerap TK terbesar - Lahan Pertanian Besar
•
Prioritas Pembangunan di Pusat Pertumbuhan (S.Industri/Jasa)•
Pola Pintas Transformasi Struktural (Pertanian bkn sektor kunci)MASALAH DIMENSI SEKTORAL: - Kesenjangan Sektoral (Pertanian vs Industri/Jasa)
- S.Industri nonpertanian dominan Æ faktor eksternal tinggi, keterkaitan dengan sektor pertanian lemah
(1)
Sektor Kode Sektor
Industri semen 49
Industri pengolahan tanah liat dan keramik
50
Industri barang galian lainnya dari bahan
baku bukan logam 51
Industri logam dasar dari besi dan baja
(kecuali furniture) 52
Industri logam dasar bukan besi dan baja 53 Industri barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya dan furniture 54 Industri mesin dan peralatan termasuk
perlengkapannya 55
Industri mesin lainnya dan perlengkapannya 56 Industri kendaraan bermotor, karoseri dan
perlengkapannya 57
Industri alat angkutan lainnya dan jasa
perbaikannya 58
Industri peralatan professional, ilmu pengetahuan, pengukur dan pengatur
59
Industri pengolahan lainnya 60
Listrik 61
Gas Kota 62
Air Bersih 63
Bangunan 64
Perdagangan 65
Hotel 66
Restoran 67
Jasa Angkutan Rel 68
Jasa Angkutan Udara
Jasa Penunjang Angkutan
Jasa Komunikasi
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya
Real estate dan usaha persewaan
bangunan
Jasa Perusahaan
Jasa Pemerintahan
Umum
Jasa Pendidikan Pemerintah
Jasa Kesehatan Pemerintah
72 73 74 75 76 77 78 79 80
0.00098
0.00528 0.00171 0.00025 0.00378 0.00041 0.00239 0.00121 0.00020
0.00013
0.00065 0.00022 0.00003 0.00052 0.00007 0.00030 0.00038 0.00003
0.00077
0.00328 0.00112 0.00018 0.00228 0.00040 0.00158 0.00088 0.00018
0.03026
0.02164 0.00666 0.00225 0.01148 0.00983 0.01340 0.00590 0.00120
0.00856
0.00420 0.00156 0.00074 0.00173 0.00494 0.00329 0.00349 0.00084
0.01301
0.01653 0.00547 0.00178 0.00936 0.00811 0.01212 0.00707 0.00121
0.03139
0.03027 0.01476 0.01201 0.01305 0.16024 0.03101 0.00993 0.00340 0.00871
0.00967 0.00481 0.00280 0.00219 0.01081 0.01323 0.00651 0.00109
0.01812
0.09220 0.00855 0.01138 0.00732 0.03197 0.03060 0.00985 0.00247
0.28875
0.00685 0.00775 0.00331 0.00222 0.00918 0.02787 0.00264 0.00199
0.00429
0.00086 0.00036 0.00023 0.00022 0.00080 0.00210 0.00319 0.00039 0.00143
0.00079 0.00052 0.00060 0.00060 0.00222 0.00171 0.02387 0.00584
- - - - - - - -0.01109
0.01638 0.01568 0.00875 0.00411 0.01733 0.01783 0.01599 0.00715 0.00054
0.00116 0.00063 0.00019 0.00018 0.00061 0.00027 0.00143 0.00062 0.01959
0.10681 0.03450 0.00501 0.07654 0.00819 0.04813 0.02420 0.00406
- - - - - - - -0.00834
0.00430 0.00241 0.00222 0.00138 0.00525 0.01278 0.00167 0.00031 0.05955
0.00808 0.00554 0.00463 0.00299 0.02072 0.06006 0.00638 0.00250 0.00033
(2)
Jasa Angkutan Jalan 69
Jasa Angkutan Laut 70
Jasa Angkutan Sungai dan Danau 71
Jasa Angkutan Udara 72
Jasa Penunjang Angkutan 73
Jasa Komunikasi 74
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 75
Real estate dan usaha persewaan bangunan
76
Jasa Perusahaan 77
Jasa Pemerintahan Umum 78
Jasa Pendidikan Pemerintah 79
Jasa Kesehatan Pemerintah 80
Jasa Pendidikan Swasta 81
Jasa Kesehatan Swasta 82
Jasa kemasyarakatan Lainnya 83
Jasa Rekreasi, Kebudayaan dan Olah Raga
84
Jasa Perorangan dan Rumah Tangga 85
Lainnya 86
JUMLAH INPUT ANTARA 190
0.00656
0.00593 0.00555 0.00865 0.00513 0.01348 0.01611 0.01272 0.00400 0.00092
0.00128 0.00728 0.00040 0.00026 0.00137 0.00244 0.00112 0.00049 0.00073
0.00070 0.00046 0.00021 0.00018 0.00141 0.00350 0.00128 0.00034 1.11983
0.00775 0.01848 0.01051 0.00664 0.02719 0.03267 0.00585 0.00173 0.13236
1.03541 0.00550 0.00194 0.00185 0.00602 0.01038 0.00284 0.00083 0.02002
0.03697 1.05277 0.01423 0.00774 0.02163 0.00800 0.00751 0.00201 0.09415
0.02385 0.05416 1.12477 0.03320 0.17354 0.03176 0.03620 0.01025
0.00556
0.00606 0.00297 0.00267 1.00490 0.00650 0.00240 0.00489 0.00088 0.13227
0.05699 0.05569 0.06435 0.03070 1.05364 0.02809 0.02361 0.00414 0.00598
0.00174 0.00318 0.00693 0.01044 0.02690 1.00112 0.00099 0.00019 0.00059
0.00039 0.00059 0.00159 0.00011 0.00184 0.00066 1.00787 0.00074 0.00052
0.00103 0.00080 0.00028 0.00012 0.00158 0.00071 0.00090 1.00104 0.00482
0.00251 0.00472 0.00395 0.00060 0.01161 0.00122 0.01143 0.00033 0.00196
0.00279 0.00178 0.00060 0.00084 0.00507 0.00070 0.00131 0.00054 0.00315
0.00380 0.00395 0.00203 0.00183 0.01908 0.00106 0.01022 0.00067
0.00087
0.00146 0.00293 0.00034 0.00007 0.00047 0.00015 0.00023 0.00003 0.02933
0.10173 0.02221 0.02988 0.01920 0.08822 0.06621 0.02340 0.00545 0.00133
0.00092 0.00038 0.00015 0.00046 0.00050 0.00065 0.00076 0.00010 2.76590
(3)
Sektor Kode Sektor
Padi 1
Jagung 2
Ketela Pohon 3
Ubi Jalar 4
Kacang Tanah 5
Kedele 6
Buah-buahan 7
Sayur-sayuran 8
Bahan Makanan Lainnya 9
Karet 10
Kelapa 11
Kelapa Sawit 12
T e h 13
Cengkeh 14
Tebu 15
Tembakau 16
Pertanian Tanaman Perkebunan 17
Ternak dan hasil-hasilnya 18
Susu segar 19
Unggas dan hasil-hasilnya 20
Kayu dan hasil-hasilnya 21
Ikan laut dan hasil laut lainnya termasuk
udang 22
Ikan darat dan hasil perairan darat lainnya 23
Minyak bumi 24
Gas bumi dan panas bumi 25
Bijih emas dan bijih perak 26
Jasa Pendidikan Swasta
Jasa Kesehatan Swasta
Jasa kemasyarakatan Lainnya
Jasa Rekreasi, Kebudayaan dan
Olah Raga
Jasa Perorangan dan Rumah
Tangga
Lainnya
JUMLAH PERMINTAAN
ANTARA
81 82 83 84 85 86 OA
0.00241
0.09557 0.06660 0.01346 0.00150 0.00142 2.60986 0.00044
0.00749 0.00991 0.01709 0.00043 0.00049 1.41298 0.00017
0.00108 0.00407 0.00515 0.00011 0.00010 1.10823 0.00002
0.00027 0.00152 0.00021 0.00002 0.00001 1.03441 0.00014
0.00059 0.00326 0.00128 0.00007 0.00007 1.17799 0.00022
0.00296 0.00528 0.00863 0.00021 0.00026 1.24111 0.00071
0.08033 0.03929 0.01980 0.00067 0.00029 1.39021 0.00074
0.07910 0.04348 0.01192 0.00070 0.00022 1.36832 0.00079
0.00653 0.02473 0.01906 0.00069 0.00079 1.42483 0.00130
0.00286 0.00078 0.00150 0.03258 0.00165 2.12196 0.00026
0.00332 0.00588 0.00872 0.00025 0.00027 1.17324 0.00054
0.00727 0.00540 0.00890 0.00099 0.00276 1.22764 0.00001
0.00007 0.00018 0.00019 0.00001 0.00001 1.29494 0.00003
0.00011 0.00007 0.00007 0.00004 0.00006 1.07945 0.00058
0.01078 0.00959 0.01157 0.00063 0.00075 2.18052 0.00001
- 0.00002 0.00001 0.00001 - 1.03293 0.00496
0.00972 0.00827 0.00894 0.00420 0.22702 1.82679 0.00052
0.00829 0.01218 0.01974 0.00052 0.00144 1.44448 0.00003
0.00200 0.00100 0.00114 0.00003 0.00003 1.02459 0.00159
0.05061 0.03751 0.01925 0.00183 0.00100 1.73284 0.00283
0.00076 0.00056 0.00059 0.00159 0.00171 1.86461
0.00127
0.03162 0.03271 0.03068 0.00122 0.00093 1.66709 0.00007
0.00086 0.00141 0.00118 0.00008 0.00004 1.04352 0.05113
0.06887 0.02072 0.02111 0.03774 0.08635 8.35475 0.01323
0.01243 0.00625 0.00745 0.01878 0.01787 3.49542 0.00112
(4)
Barang tambang dan hasil galian lainnya
27
Garam kasar 28
IMM_Beras 29
Gula 30
Teh olahan 31
Industri makanan lainnya 32
Industri pengolahan tembakau, bumbu rokok
dan rokok 33
Industri tekstil 34
Industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki
35
Industri kulit dan barang dari kulit kecuali
untuk alas kaki 36
Industri alas kaki 37
Industri Kayu, bamboo, rotan dan ayaman
38
Industri furniture (termasuk berbahan plastik,
besi dan baja) 39
Industri Kertas, barang dari kertas dan
sejenisnya 40
Industri Penerbitan dan percetakan 41
Industri Kimia Dasar, kecuali pupuk 42
Industri Pupuk 43
Industri Kimia dan barang-barang dari bahan
kimia lainnya 44
Industri pengilangan minyak bumi 45
Industri karet dan barang-barang dari karet
46
Industri barang-barang dari plastik (kecuali
furniture) 47
Industri gelas dan barang dari gelas 48
0.02435
0.01502 0.00439 0.00489 0.01309 0.01473 3.69187 0.00002
0.00006 0.00002 0.00002 0.00001 0.00004 1.00321 0.00194
0.11145 0.07624 0.01211 0.00165 0.00059 1.70859 0.00076
0.01429 0.01263 0.01515 0.00083 0.00098 1.38489 0.00003
0.00021 0.00062 0.00060 0.00003 0.00003 1.17377 0.00956
0.13313 0.22243 0.38750 0.00942 0.01079 6.29478
0.00027
0.00006 0.00063 0.00040 0.00039 0.00009 1.20418 0.00818
0.00440 0.00218 0.00209 0.02820 0.00628 2.46171
0.00234
0.00021 0.00102 0.00023 0.00109 0.00008 1.05824
0.00112
0.00007 0.00012 0.00014 0.00196 0.00031 1.48872 0.00043
0.00005 0.00010 0.00025 0.00212 0.00013 1.03400
0.00201
0.00067 0.00073 0.00086 0.00173 0.00271 1.94970 0.00011
0.00001 0.00003 0.00008 0.00001 - 1.02107 0.11549
0.00478 0.00361 0.00488 0.00617 0.00851 3.46405 0.08081
0.00124 0.00092 0.00120 0.00186 0.00047 1.33373 0.05789
0.06446 0.01143 0.01244 0.03627 0.05567 4.70328 0.00081
0.00800 0.00613 0.00460 0.00107 0.02041 2.05130 0.01546
0.21170 0.02648 0.02176 0.03775 0.12229 3.78992 0.03139
0.01298 0.01250 0.01382 0.02046 0.02758 4.68914
0.00272
0.00400 0.00167 0.00383 0.09557 0.00217 1.77550
0.00330
0.00390 0.00250 0.00676 0.01021 0.22955 1.65327 0.00071
(5)
Sektor Kode Sektor
Industri semen 49
Industri pengolahan tanah liat dan keramik
50
Industri barang galian lainnya dari bahan
baku bukan logam 51
Industri logam dasar dari besi dan baja
(kecuali furniture) 52
Industri logam dasar bukan besi dan baja 53 Industri barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya dan furniture 54 Industri mesin dan peralatan termasuk
perlengkapannya 55
Industri mesin lainnya dan perlengkapannya 56 Industri kendaraan bermotor, karoseri dan
perlengkapannya 57
Industri alat angkutan lainnya dan jasa
perbaikannya 58
Industri peralatan professional, ilmu pengetahuan, pengukur dan pengatur
59
Industri pengolahan lainnya 60
Listrik 61
Gas Kota 62
Air Bersih 63
Bangunan 64
Perdagangan 65
Hotel 66
Restoran 67
Jasa Angkutan Rel 68
Jasa Pendidikan Swasta
Jasa Kesehatan Swasta
Jasa kemasyarakatan Lainnya
Jasa Rekreasi, Kebudayaan dan
Olah Raga
Jasa Perorangan dan Rumah
Tangga
Lainnya
JUMLAH PERMINTAAN
ANTARA
81 82 83 84 85 86 OA
0.00077
0.00021 0.00030 0.00024 0.00030 0.00051 1.17897
0.00011
0.00003 0.00005 0.00006 0.00007 0.00007 1.01584
0.00090
0.00029 0.00022 0.00032 0.00082 0.00041 1.10937
0.00376
0.00142 0.00216 0.00218 0.02665 0.00266 2.70674
0.00152
0.00047 0.00074 0.00093 0.00767 0.00064 1.64037
0.00378
0.00146 0.00284 0.00237 0.01944 0.00353 1.77023
0.01508
0.00487 0.00593 0.00958 0.02795 0.01008 4.08536 0.00514
0.00136 0.00150 0.00405 0.03991 0.00171 1.71365
0.00698
0.00388 0.00374 0.00575 0.34136 0.00321 2.76229
0.00222
0.00236 0.00312 0.00405 0.00937 0.00081 3.02206
0.00166
0.00033 0.00099 0.00087 0.00351 0.00010 1.32606 0.00600
0.00109 0.00223 0.00289 0.00130 0.00015 1.15305
- - - - - 1.00000 0.01424
0.00433 0.00727 0.01068 0.02912 0.01029 2.23238 0.00055
0.00050 0.00060 0.00057 0.00071 0.00009 1.04527 0.01517
0.00420 0.00610 0.00472 0.00551 0.01019 2.34315
- - - - - 1.00000 0.00106
0.00030 0.00101 0.00071 0.00167 0.00035 1.10078 0.00728
0.00148 0.01828 0.01118 0.01066 0.00218 1.53398 0.00034
(6)
Jasa Angkutan Jalan 69
Jasa Angkutan Laut 70
Jasa Angkutan Sungai dan Danau 71
Jasa Angkutan Udara 72
Jasa Penunjang Angkutan 73
Jasa Komunikasi 74
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya 75
Real estate dan usaha persewaan bangunan
76
Jasa Perusahaan 77
Jasa Pemerintahan Umum 78
Jasa Pendidikan Pemerintah 79
Jasa Kesehatan Pemerintah 80
Jasa Pendidikan Swasta 81
Jasa Kesehatan Swasta 82
Jasa kemasyarakatan Lainnya 83
Jasa Rekreasi, Kebudayaan dan Olah Raga
84
Jasa Perorangan dan Rumah Tangga 85
Lainnya 86
JUMLAH INPUT ANTARA 190
0.00727
0.00312 0.00387 0.00520 0.00960 0.01001 1.79552 0.00067
0.00038 0.00039 0.00035 0.00202 0.00072 1.11876 0.00037
0.00019 0.00023 0.00022 0.00035 0.00025 1.10119 0.00595
0.00125 0.00369 0.00773 0.00283 0.00152 1.46761 0.00202
0.00086 0.00141 0.00363 0.00227 0.00206 1.59464 0.02658
0.00267 0.00338 0.00421 0.00462 0.00892 1.50192 0.04270
0.00980 0.01816 0.04052 0.02555 0.01205 3.30702
0.00341
0.00126 0.00283 0.00477 0.01837 0.00099 1.24879 0.07001
0.00839 0.02287 0.03097 0.04613 0.01263 2.79920 0.00665
0.00122 0.00495 0.00315 0.00190 0.00044 1.15202 0.00154
0.00008 0.00064 0.00030 0.00014 0.00006 1.03192 0.00040
0.00027 0.00040 0.00044 0.00016 0.00026 1.02671 1.04603
0.00826 0.00079 0.00317 0.00620 0.00026 1.14995 0.00069
1.00198 0.00068 0.00091 0.00233 0.00025 1.06300 0.00879
0.00046 1.06535 0.10793 0.00177 0.00042 1.27976
0.00025
0.00002 0.01769 1.09605 0.00007 0.00005 1.13409 0.01720
0.00996 0.00920 0.01428 1.01332 0.00490 2.37364 0.00047
0.00015 0.00014 0.00018 0.00150 1.01068 1.15427 1.77238