Analisis konsistensi padi ladang tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten tetap mengandung kelemahan. Hal itu disebabkan analisis ini telah menjeneralisasi
area ladangtegalan sebagai area usahatani khusus padi ladang, sementara jenis usahatani lahan tegalanladang dapat berupa komoditi lainnya, seperti jagung,
ubikayu dan lain-lain. Kemungkinan bahwa lokasi padi ladang yang menempati area yang sesuai dengan RTRW kawasan budidaya atau sebaliknya tanaman
tegalan lain yang menempati area lindung, bisa saja terjadi.
2. Tembakau
Dari nilai LQ produksi tembakau, diketahui bahwa aktivitas perkebunan tembakau masyarakat Jawa Barat terpusat di kabupaten Majalengka, Sumedang,
Bandung, Garut dan Kuningan. Perkebunan tembakau di kabupaten tersebut didukung dengan besarnya ketersediaan lahan yang sesuai dengan karakteristik
tembakau, yaitu pada kelas kesesuaian S1S2 atau S3, sebagaimana terlihat pada Peta Kesesuaian Tembakau Gambar 25 dan Tabel 49. Di kabupaten pemusatan
tembakau, khusus kabupaten Bandung dan Garut, hanya memiliki lahan dominan kelas kesesuaian ’sesuai marjinal’ S3. Tetapi pada kabupaten Majalengka dan
Sumedang, yang produksi tembakaunya tertinggi di Jawa Barat, lahan dominannya berada pada kelas yang lebih baik, yaitu kelas S1S2 selain terdapat juga kelas S3.
Dengan memperbandingkan atau melakukan tumpang tindih antara lapisan peta RTRW dengan peta landuse, diketahui bahwa di kabupaten Bandung dan
Garut, telah terjadi konversi penggunaan lahan yang cukup luas dari area lindung nonhutan dan hutan lindung menjadi daerah perkebunan. Kondisi itu dapat
memperjelas kelas lahan pada kedua kabupaten tersebut, yang masuk ke dalam kelas kesesuaian S3. Dengan merujuk pada data atribut peta landsystem, diketahui
bahwa wilayah tersebut memiliki tingkat kemiringan yang tinggi dan dengan permukaan yang bergunung-gunung. Pada umumnya area tersebut biasanya
difungsikan sebagai kawasan lindung bagi wilayah di bawahnya, disebabkan resiko besar yang dapat timbul jika lahan tersebut difungsikan untuk aktivitas dengan
tutupan vegetasi rendah. Lahan dengan kemiringan tinggi namun dengan tutupan vegetasi yang renggang, tidak dapat menyimpan derasnya air hujan yang jatuh ke
permukaan tanah, sehingga akan memperbesar aliran permukaan
146 Tabel 49 Pemusatan produksi, kesesuaian tembakau dan luas perkebunan yang
konsisteninkonsisten dengan RTRW
KabupatenKota Konsisten
Bdy lain, HP, LNH Æ Pbun
Inkonsisten HK, HL Æ Pbun
Pemusatan Produksi LQ
Kesesuaian Lahan 10 000 km2
Bandung Pusat S3
0.45 0.25 Garut Pusat
S3 0.33
0.21 Kuningan Pusat
S1S2 0.15 0.07
Majalengka Pusat S1S2,
S3 0.17
0.07 Sumedang Pusat
S1S2, S3
0.11 0.10 Keterangan: HP hutan produksi, LNH lindung nonhutan, HK hutan konservasi, HL hutan
lindung
run off yang dapat menyebabkan bencana banjir atau tanah longsor. Oleh karena itu hanya tumbuhan bervegetasi lebat yang dapat ditolerir untuk lahan lindung
seperti ini. Pergeseran kawasan lindung menjadi area perkebunan bervegetasi lebat masih dapat ditolerir dan dalam analisis ini tidak dikategorikan sebagai
inkonsistensi. Walaupun pembukaan hutan menjadi perkebunan akan mengurangi fungsi hidrologis dan konservasi air tanah, namun fungsi tersebut tidak hilang dan
masih dapat dipertahankan. Bahkan lahan lindung nonhutan, yang kondisi alamiahnya tidak tertutupi vegetasi, maka penanaman tanaman tahunan bervegetasi
lebat, justru akan meningkatkan kapasitas air yang dapat diresap oleh lahan tersebut.
Tabel 49 menunjukkan bahwa hampir semua kabupaten pemusatan tembakau memiliki luas konversi lahan lindung yang cukup tinggi, kecuali
Kuningan dan Majalengka. Dengan pemikiran yang telah dikemukakan, maka kajian lebih detil akan dapat menunjukkan lokasiwilayah perkebunan tembakau
yang memenuhi kriteria keunggulan ini.
3. Karet