Diversifikasi Usaha Petani ke arah Industri Hilir

diperuntukkan untuk penelitian. Pada tahun 2005, hanya sebesar 0.05 persen dari angaran PDB yang dialokasikan untuk anggaran penelitian Sinar Harapan 2005. Senada dengan hal tersebut, dikemukakan oleh Menteri Keuangan bahwa saat ini masih sangat sulit untuk mendapatkan anggaran riset teknologi. Kebijakan pada politik anggaran masih dilarang untuk mengambil dana dari luar Kompas 2007 dalam LIPI 2008. Ilmu pengetahuan di bidang pertanian juga seharusnya bukan hanya konsumsi intelektual yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Informasi yang dapat dikemas dengan bahasa sederhana justru dibutuhkan masyarakat tani sebagai pelaksana riil di lapangan. Petani tidak membutuhkan uraian bahasa ilmiah. Yang dibutuhkan mereka adalah hasil penelitian yang telah dikemas menjadi panduan praktis, mudah dilakukan di lapangan dan pasarnya dijamin dengan harga yang baik.

3. Diversifikasi Usaha Petani ke arah Industri Hilir

Dalam perspektif perbaikan kesejahteraan masyarakat perdesaan, program- program pintas, seperti pemberian insentif bagi investor besar asing ataupun domestik untuk menggairahkan perekonomian di perdesaan, justru akan lebih memperluas permasalahan pembangunan dibandingkan manfaat kecil yang dapat dihasilkan. Sebaliknya, apabila kepemilikan dapat turut dikuasai kelompok petani lokal, maka aliran nilai tambah ke luar wilayah dapat dicegah, dan akumulasi modal dapat digunakan kembali untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan perekonomian masyarakat lokal. Penempatan lokasi agroindustri unggulan di wilayah perdesaan juga lebih menguntungkan dari aspek biaya operasional usaha, yaitu dapat meminimumkan biaya angkut input dan biaya distribusi output. Biaya distribusi output dapat diminimalkan karena biasanya pasar produk agroindustri cukup besar di wilayah perdesaan. Penerapan perluasan usaha petani dari kegiatan budidaya on farm ke arah industri hilir off farm untuk mendapatkan peningkatan nilai tambah produknya, tidak semudah wacana yang telah dipaparkan. Perlu kajian untuk menentukan kemungkinan usaha diversifikasi tersebut. Hal itu disebabkan terfragmentasinya lahan pertanian pada skala usaha yang sempit dan tidak berada pada satu hamparan, akan menyulitkan pengelolaannya. Dengan kajian praktis di lapangan, dapat dilihat kemungkinan usaha pertanian tertentu di suatu wilayah di provinsi Jawa Barat, yang dapat dikelola dalam satu manajemen. Pengelolaan dalam satu manajemen dimaksudkan agar diperoleh skala usaha yang lebih besar sehingga memenuhi skala usaha ekonomis dan memiliki posisi tawar yang kuat serta mampu mengaitkannya dengan industri hilir yang akan dikembangkan. Tingkat pengetahuan dan kemampuan petani yang pada umumnya masih terbatas, merupakan kendala lain yang perlu dipecahkan. Untuk itu, keterlibatan praktisi intelektual pertanian, dibutuhkan sebagai pendamping dan membantu agar upaya tersebut dapat direalisasikan. Jenis pertanian tanaman pangan dan hortikultura biasanya menempati area lahan yang sempit. Untuk kedua sektor ini, perluasan ke arah hilir dimungkinkan memiliki lebih banyak pilihan dari variasi jenis usaha olahan yang dapat dikelola, selain tidak selalu membutuhkan investasi besar. Oleh karena itu, usaha ke arah hilir pada sektor ini dapat dimungkinkan terlaksana lebih dulu. Adanya perluasan usaha ke hilir pada sektor ini menjadi kebutuhan, terutama di saat puncak panen raya, yang biasanya dibanjiri dengan produk-produk pertanian. Sifat produk hortikultura yang cenderung perishable dan bulkiness menuntut proses pengolahan segera. Oleh karena itu diversifikasi usaha olahan produk primer tidak hanya dapat memberi nilai tambah yang jauh lebih tinggi, tetapi juga dapat mengantisipasi sifat spesifik produk hortikultura dan mencegah jatuhnya harga. Program pendampingan dan pelatihan proses pengolahan produk dapat dilakukan secara berkelanjutan, dimonitor dan dievaluasi kemajuannya sampai mereka dapat berusaha secara mandiri. Program pelatihan bukanlah program pelatihan yang bersifat temporal seperti yang selama ini sering dilakukan. Program seperti itu lebih cenderung bias sasaran dan bersifat mubazir anggaran dibandingkan menghasilkan keberhasilan. Tenaga pendamping ataupun pelatih yang dimaksud adalah tenaga ahli yang benar-benar memiliki pengetahuan tersebut atau berpengalaman di bidang itu. Penyebaran usaha perkebunan atau kebun campuran biasanya lebih terkonsentrasi dalam hamparan yang lebih dekat dan lebih luas. Oleh karenanya, sebenarnya usaha ini cenderung lebih memungkinkan untuk pengelolaan dalam satu manajemen. Hanya saja perluasan usaha ke arah hilir, seperti pendirian pabrik, membutuhkan investasi besar untuk modal awal. Selain itu, pendirian pabrik baru tidak akan dapat berkompetisi dengan pabrik yang telah eksis, seandainya pun seluruh produk perkebunan rakyat yang semula masuk ke pabrik besar swasta ataupun milik negara, dialihkan ke pabrik baru tersebut. Hal tersebut karena di provinsi Jawa Barat ini, proporsi perkebunan rakyat jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Namun kemungkinan untuk pengembangan itu tetap diperlukan kajian untuk melihat kemungkinannya. Terutama untuk komoditi teh dan kelapa-dalam yang memiliki proporsi perkebunan rakyat yang relatif cukup besar, setidaknya di antara jenis perkebunan lainnya. Kedua komoditi ini memang bukan komoditi unggulan hasil analisis, tetapi tetapi tidak berarti usaha pertanian di luar komoditi unggulan tersisihkan dari program pembangunan. Terutama jenis usaha pertanian yang menjadi tempat bergantung masyarakat banyak di Jawa Barat juga menjadi prioritas lain dari aspek yang berbeda. Perkebunan teh rakyat, selain memiliki areal luas lahan 56 531.48 ha terbesar kedua setelah perkebunan rakyat kelapa-dalam, juga menyerap tenaga kerja terbanyak di antara komoditi perkebunan rakyat lainnya. Sementara kelapa-dalam memiliki areal luas lahan yang dikelola rakyat terbesar 172 672.84 ha dan menyerap tenaga kerja terbanyak kedua setelah teh. Pendekatan lain yang lebih besar peluang perwujudannya adalah perluasan ke arah industri hilir olahan antara atau olahan pangan bagi perkebunan tertentu, seperti nata de coco, sari air kelapa, virgin coconut oil dan lain-lain. Industri seperti ini tidak membutuhkan biaya konstruksi sebesar pabrik industri primer seperti pabrik teh, pabrik gula dan lain-lain, sehingga diungkinkan untuk dimiliki oleh pekebun rakyat. Teh dan kelapa bukan termasuk komoditi pertanian yang memiliki keungulan keterkaitan sektoral maupun aspek dampak penggandanya. Namun industri hilirnya, seperti industri makanan lainnya, memiliki keterkaitan sektoral dan dampak penganda pendapatan yang tinggi. Terdapat pula produk perkebunan yang dapat diolah dengan menggunakan teknologi dan investasi yang tergolong dimungkinkan dikelola oleh kelompok pekebun, seperti industri pengasapan karet misalnya. Sehingga sebenarnya masih cukup besar peluang bagi pekebun untuk meningkatkan nilai tambah mereka dengan melakukan pengelolaan manajemen dan diversifikasi usaha ke arah off farm hilir. Pada jenis usaha lain, seperti unggas dan peternakan ruminansia, upaya yang sama dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah peternak. Terutama jika dimungkinkan adanya pengembangan ke arah hulu, disebabkan sampai saat ini kendala di bidang peternakan adalah masalah tingginya harga DOC, sementara usaha ini lebih banyak dikuasai oleh investor asing. Hal itu sebagaimana yang dituliskan pada harian Kompas 2007 bahwa pemerintah seharusnya dapat membantu peternak rakyat dengan memberi bantuan berupa unit usaha pembibitan. Dengan demikian, peternak tidak lagi sepenuhnya bergantung pada breeding farm pabrikan yang notabene adalah modal asing.

4. Pendirian Industri yang Tepat