Karet Identifikasi sektor unggulan dan arahan penerapannya untuk peningkatan kinerja pembangunan wilayah di Jawa Barat

146 Tabel 49 Pemusatan produksi, kesesuaian tembakau dan luas perkebunan yang konsisteninkonsisten dengan RTRW KabupatenKota Konsisten Bdy lain, HP, LNH Æ Pbun Inkonsisten HK, HL Æ Pbun Pemusatan Produksi LQ Kesesuaian Lahan 10 000 km2 Bandung Pusat S3 0.45 0.25 Garut Pusat S3 0.33 0.21 Kuningan Pusat S1S2 0.15 0.07 Majalengka Pusat S1S2, S3 0.17 0.07 Sumedang Pusat S1S2, S3 0.11 0.10 Keterangan: HP hutan produksi, LNH lindung nonhutan, HK hutan konservasi, HL hutan lindung run off yang dapat menyebabkan bencana banjir atau tanah longsor. Oleh karena itu hanya tumbuhan bervegetasi lebat yang dapat ditolerir untuk lahan lindung seperti ini. Pergeseran kawasan lindung menjadi area perkebunan bervegetasi lebat masih dapat ditolerir dan dalam analisis ini tidak dikategorikan sebagai inkonsistensi. Walaupun pembukaan hutan menjadi perkebunan akan mengurangi fungsi hidrologis dan konservasi air tanah, namun fungsi tersebut tidak hilang dan masih dapat dipertahankan. Bahkan lahan lindung nonhutan, yang kondisi alamiahnya tidak tertutupi vegetasi, maka penanaman tanaman tahunan bervegetasi lebat, justru akan meningkatkan kapasitas air yang dapat diresap oleh lahan tersebut. Tabel 49 menunjukkan bahwa hampir semua kabupaten pemusatan tembakau memiliki luas konversi lahan lindung yang cukup tinggi, kecuali Kuningan dan Majalengka. Dengan pemikiran yang telah dikemukakan, maka kajian lebih detil akan dapat menunjukkan lokasiwilayah perkebunan tembakau yang memenuhi kriteria keunggulan ini.

3. Karet

Aktivitas pemusatan produksi karet berada di kabupaten Bogor, Cianjur, Purwakarta dan Sukabumi. Perkebunan karet di kabupaten-kabupaten tersebut didukung dengan ketersediaan lahan yang sesuai dengan kriteria komoditi ini, 147 yaitu kelas S1S2 atau S3. Hal ini dapat dilihat pada Peta Kesesuaian Karet Gambar 26 dan Tabel 50. Tabel 50 Pemusatan produksi karet, kesesuaian lahan dan luas perkebunan yang konsisten inkonsisten dengan RTRW Konsisten Bdy lain, HP, LNH Æ Pbun Inkonsisten HK, HL Æ Pbun Kw.Lind, HP Æ Pbun Kabupaten Kota Pemusat an Produksi LQ Kesesuai-an Lahan 10 000 km 2 Bogor Pusat S1S2, S3 0.35 0.13 HK0,01, HL0,12, HP0,01, LNH 0,12 Cianjur Pusat S3 0.53 0.09 HK0,01, HL0,08, HP0,03, LNH 0,31 Purwakarta Pusat S1S2 0.23 0.05 HL0,05, HP0,02, LNH 0,10 Sukabumi Pusat S1S2, S3 0.42 0.11 HK0,02, HL0,09, HP0,01, LNH 0,32 Keterangan: HK hutan produksi, HL hutan lindung, HP hutan produksi, LNH lindung nonhutan Khusus untuk perkebunan akan dinilai konsisten jika pemanfaatan lahan aktual perkebunan menempati: 1 budidaya lain, 2 hutan produksi dan 3 lindung nonhutan. Kawasan ’lindung nonhutan’ berdasarkan dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat, meliputi: 1 Kelompok I: kawasan cagar budaya, kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ, kawasan terbuka hijau kota, dan 2 Kelompok II: kawasan resapan air, kawasan rawan bencana, kawasan perkebunan yang masuk dalam kriteria skor 125, kawasan lain non-hutan yang mempunyai nilai skor 125, kawasan sekitar danauwaduk, kawasan sekitar mata air, sempadan pantai dan sempadan sungai. Diasumsikan bahwa area yang ditempati perkebunan tersebut adalah area kelompok II, disebabkan area kelompok I pada umumnya merupakan kawasan yang benar-benar ekstra dilindungi sehingga peluang terkonversi tidak terlalu tinggi. Sedangkan kawasan kelompok II, dianggap masih ditolerir atau konsisten untuk perkebunan tahunan yang memiliki vegetasi lebat sehingga masih dapat berfungsi sebagai daerah resapan air. 148 Tabel 50 menunjukkan bahwa di kabupaten pemusatan karet, luas area perkebunan yang konsisten lebih besar dibandingkan dengan yang inkonsisten. Di beberapa lokasi pemusatan karet ini, ternyata area perkebunan yang menempati kawasan lindung nonhutan cukup besar. Secara visual hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkan atau menumpangkan peta RTRW dengan peta landuse dan peta arahan pertanian. Peta arahan pertanian dapat membantu pendugaan jenis perkebunan yang dimaksud, dimana pada peta landuse hal tersebut tidak dirinci. Di kabupaten Bogor, dari peta landuse diketahui bahwa aktivitas perkebunan tersebar di bagian barat, selatan dan timur wilayah Bogor. Dengan membandingkannya dengan peta RTRW, ditunjukkan bahwa aktivitas perkebunan di Bogor, sebagian menempati kawasan budidaya dan sebagian lainnya menempati kawasan lindung, terutama di bagian barat kabupaten Bogor. Dengan pengecekan silang dengan mengunakan Peta Arahan Pertanian, diduga bahwa perkebunan yang menempati kawasan lindung tersebut diantaranya adalah perkebunan karet, disebabkan wilayah tersebut diarahkan untuk perkebunan dataran rendah termasuk karet. Di kabupaten pemusatan karet lainya, yaitu Cianjur, Sukabumi dan Purwakarta, hal yang sama terjadi, dimana kebanyakan perkebunan menempati kawasan lindung, terutama kawasan lindung bukan hutan. Area lindung nonhutan yang rendah tingkat tutupan vegetasinya akan baik jika ditanami dengan tanaman karet. Selain itu karet termasuk jenis tanaman yang dapat beradaptasi dengan pH tanah yang rendah asam yang merupakan lahan terbanyak di negeri ini. Pada pH tanah 3.5 tanaman karet masih dapat hidup dan masuk ke dalam kelas kesesuaian S3. Dengan kemampuannya tersebut, maka pergeseran peruntukan lahan lindung nonhutan, terutama dengan sifat kimiawi yang kurang baik, menjadi perkebunan karet akan lebih bermanfaat. Dan sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa pergeseran kawasan lindung atau hutan produksi menjadi area perkebunan bervegetasi lebat masih dapat ditolerir dan dalam analisis ini tidak dikategorikan sebagai inkonsistensi. Dengan demikian, karet merupakan komoditi ungulan Jawa Barat, terutama di wilayah pemusatannya.

4. Tebu