Industri karet remah, yang berada di Bogor, memiliki nilai output yang cukup besar. Kebutuhan industri yang cukup besar di Bogor ini dapat
dipasok dari kabupatennya sendiri dan dari kabupaten tetangganya, yaitu Sukabumi, yang memiliki produksi karet terbesar di Jawa Barat. Industri-industri
olahan yang kaitannya cukup jauh dengan sektor karet, merupakan industri yang memiliki input impor yang tidak sedikit dan terdapat kepemilikan asingnya
Gambar 16. Lokasi pemusatan industri-industri tersebut berada jauh dari pusat perkebunan karet dan pada umumnya terdapat di kabupatenkota industri atau jasa.
Contohnya adalah industri vulkanisir ban di Kota Bandung 25112, industri barang dari karet untuk keperluan rumah tangga 25191 di Kota Bandung dan Kota
Depok atau untuk keperluan industri 25192 di Bandung, Bekasi, Cirebon, industri komponen perelengkapan kendaraan roda dua dan tiga 35912 di Kota Bekasi,
Kabupaten Bekasi, Karawang dan seterusnya. Perbedaan lokasi dari beberapa jenis industri karet olahan merupakan
potensi hubungan interindustrial dan hubungan antarwilayah yang dapat dikembangkan. Sebagian besar industri olahan karet lanjutan telah masuk ke
pasaran dunia, seperti produk industri barang dari karet untuk keperluan rumah tangga 25191, industri barang dari karet untuk keperluan industri 25192,
industri ban luar dan dalam 25111 dan lain-lain. Walaupun industri ini memiliki segmen pasar yang lebih luas dibandingkan dengan industri olahan karet primer,
namun tidak disarankan untuk dilakukan pendirian industri tipe ini lagi, apabila kelemahan yang telah disebutkan tetap melekat pada industri yang akan dibangun
tersebut. Perbaikan diarahkan untuk meningkatkan kinerja industri yang telah ada sehingga mampu bersaing dengan produk impor dari luar negeri.
4. Tembakau dan Industri Kaitannya
Pada sektor perkebunan, komoditi yang memiliki dampak pengganda pendapatan terbesar adalah tembakau dan pertanian tanaman perkebunan. Tetapi
sebenarnya angka tersebut berada di bawah rata-rata seluruh sektor. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa seluruh perkebunan tembakau yang ada di Jawa
Barat merupakan perkebunan rakyat, tetapi usaha tembakau di Jawa Barat tidak terlalu besar, yang ditunjukkan dengan luasan kebun 7 639.18 ha yang hanya
sebesar 2.12 persen dari total luas lahan perkebunan rakyat Jawa Barat. Dan hanya sebesar 5.87 persen dari keseluruhan pekebun-rakyat yang bekerja pada
perkebunan tembakau ini. Tembakau memiliki keterkaitan ke belakang yang cukup kuat dengan sektor
di belakangnya, seperti industri kimia dasar, sektor perdagangan dan industri pupuk. Selain itu, komoditi ini juga memiliki keterkaitan ke depan dengan sektor-
sektor yang berbasis sumberdaya lokal dan yang dimiliki oleh pengusaha lokal. Sehingga pengembangan komoditi ini secara makro turut menciptakan
pertumbuhan perekonomian yang stabil dan mencegah terjadinya kebocoran nilai tambah ke luar wilayah. Keunggulan lainnya bahwa sektor ini memberikan
dampak pengganda yang cukup besar terhadap pajak tak langsung PAD dan PDRB daerah. Bahkan diantara komoditi perkebunan, tembakau merupakan
komoditi perkebunan yang memberikan dampak pengganda pendapatan terbesar, walaupun dengan indeks di bawah rata-rata 0.8. Apabila ini dikaitkan dengan
kepemilikan kebun yang seluruhnya dimiliki oleh rakyat, maka pengembangan komoditi ini seharusnya akan direspon dengan dampak positif, baik dalam
peningkatan pendapatan rumah tangga, PAD, PDRB sekaligus dapat menarik pertumbuhan sektor-sektor di belakangnya.
Keterkaitan utama tembakau ke depan adalah dengan industri pengeringan dan pengolahan tembakau 16001, industri rokok kretek 16002 dan industri
rokok lainnya 16004, dimana ketiganya tidak memiliki muatan input impor dan seluruhnya dimiliki oleh usahawan domestik. Hanya terdapat satu industri hilir
lain, seperti industri rokok putih pakai filter 16003, yang menggunakan input impor 13 dan kepemilikannya sebagian besar dimiliki oleh investor asing 70
. Keterkaitan tembakau dengan sektor di depannya memang bukan tergolong
keterkaitan yang kuat, namun keterkaitan ini dapat lebih ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tembakau mampu mencapai kondisi optimal, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dan persyaratan standar industri. Terlebih industri pengolahan tembakau memiliki dampak pengganda pendapatan yang cukup tinggi
atau angka penggandanya berada di atas rata-rata seluruh sektor posisi ke-9 dari 86 sektor. Sehingga apabila para pekebun tembakau dapat turut menguasai
kepemilikan industri olahan ini, akan memberikan peningkatan pendapatan yang
lebih tinggi bagi pekebun. Dalam analisis input-output 86 sektor, diketahui bahwa angka pengganda pendapatan industri olahan tembakau 2.778 lebih tinggi dari
angka pengganda tembakau 1.469 yang merupakan bahan baku industrinya. Upaya meningkatkan produktivitas tembakau dalam rangka peningkatan
keterkaitan dengan sektor di depannya, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan-lahan perkebunan yang kurang optimal pemanfaatannya tetapi teridentifikasi
sesuai untuk perkebunan tembakau. Berdasarkan peta kesesuaian lahan dan pemusatan tembakau, maka perkebunan tembakau akan lebih efisien dan produktif
pada kabupaten Sumedang, Majalengka, Kuningan, Garut dan Bandung Gambar 32. Hal tersebut karena lahan pada kabupaten tersebut telah teridentifikasi sebagai
lahan yang sesuai untuk budidaya tembakau dan merupakan basis tembakau di provinsi Jawa Barat. Kesesuaian lahan mengindikasikan kesesuaian lahan secara
fisik sementara lokasi pemusatan produksi menunjukkan kesesuaian dari aspek sosial, yang menunjukkan bahwa kegiatan tembakau di wilayah tersebut telah
diterima dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Gambar 32 menyajikan Peta Pemusatan Tembakau, Industri Kaitannya dan
Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat didukung dengan data pendukungnya pada Tabel 56. Dari peta tersebut maka dapat dilihat bahwa lokasi pemusatan industri
pengolahan tembakau tidak berada pada kabupaten penghasil bahan bakunya tembakau, kecuali Kabupaten Kuningan. Pada kabupaten ini terpusat produksi
tembakau dan industri rokok lainnya 16004. Lokasi pemusatan industri olahan tembakau lainnya adalah: 1 industri pengeringan pengolahan tembakau
16001 terletak di Kabupaten Cianjur, 2 industri rokok kretek 16002 di Kota Banjar, dan 3 industri rokok putih pakai filter 16003 di Kota Cirebon. Dari peta
tersebut dapat diduga bahwa industri olahan tembakau di Kabupaten Cianjur, Kota Banjar, Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan, selain dipasok dari produk
tembakau di masing-masing kabupatennya, juga berasal dari Kabupaten Majalengka, Kuningan, Garut dan Bandung.
Serapan tenaga kerja yang cukup besar adalah pada industri rokok kretek 16002 yang berada di Kota Banjar, yaitu 78 pekerja per 1 juta rupiah nilai
outputnya. Realitas produksi industri ini mencapai 85 persen dari kapasitas terpasangnya. Pada industri pengeringan dan pengolahan tembakau di Cianjur 2
unit, kapasitas produksi realnya sebesar 70 persen dan serapan tenaga kerjanya
18 5
Gambar 32 Peta pemusatan tembakau, industri kaitannya dan tingkat kesejahteraan di Jawa Barat.
18 6
Tabel 56 Pemusatan tembakau dan industri utama kaitannya di Jawa Barat
Kabupatenkota Pusat
Tembakau Pusat
Ind. Hulu: Pupuk 24121 1, 24123 2;
dan Pemberantas hama 24212 3
Pusat Ind.Olahan Primer Lanjutan
16001 1, 16002 2, 16003 3, 16004 4
Pusat Ind. Olahan Lanjutan Lain 21011 1, 21012 2,
21014 3, 21015 4, 21016 5, 21019 6, 21020 7, 21090 8
Tingkat Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran
BANDUNG Pusat 4.5 MR
T BEKASI
1,4,7,8 T BOGOR
3 6.8 MR
T CIAMIS
MR CIANJUR
1 1
R CIREBON
R GARUT Pusat
R INDRAMAYU
R KARAWANG
2,3,5,6 MR T
KOTA BANDUNG T
T KOTA BANJAR
2 MR
T KOTA BEKASI
6,7,8 T T
KOTA BOGOR T
T KOTA CIMAHI
MR T
KOTA CIREBON 3
T KOTA DEPOK
2 T
T KOTA SUKABUMI
T T
KOTA TASIKMALAYA MR
T KUNINGAN Pusat
4 MR
MAJALENGKA Pusat MR
PURWAKARTA 2
7 MR SUBANG
4 MR SUKABUMI
MR SUMEDANG Pusat
MR TASIKMALAYA
MR Keterangan: 16001= Pengeringan pengolahan Tembakau, 16002 = Rokok Kretek, 16003 = Rokok Putih Pakai Filter, 16004 = Rokok Lainnya
R = Rendah, MR = Menengah Rendah, T= Tinggi
tidak terlalu besar, yaitu rata-rata 26 pekerja per 1 juta rupiah nilai output. Pada industri rokok kretek putih, yang memiliki skala yang besar di kota Cirebon, lebih
banyak memperkerjakan pekerja nonproduksi 124 orang dibandingkan dengan pekerja produksi 85 orang. Jumlah pekerja ini tidak sebanding dengan besarnya
nilai output yang dihasilkan, atau serapannya hanya sebesar 0.16 per 1 juta unit nilai output. Diduga industri yang bermuatan input impor dan dimiliki investor
asing ini bersifat padat modal. Dari analisis di atas, maka industri yang dinyatakan sebagai industri
unggulan adalah industri pengeringan pengolahan tembakau 16001, industri rokok kretek 16002 dan industri rokok lainnya 16004, dimana ketiganya tidak
memiliki muatan input impor dan seluruhnya dimiliki oleh usahawan domestik. Terutama industri rokok kretek 16002, yang memiliki serapan tenaga kerja dan
kapasitas produksi real yang cukup besar, dipertimbangkan sebagai industri unggulan di Jawa Barat.
5. Ternak, Susu dan Industri Kaitannya