14
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam bidang hukum perbankan, hukum jaminan
dan hukum kepailitan yang menyangkut dalam hal proses pemberian kredit cross collateral.
2. Secara Praktis
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan perbankan serta masyarakat luas
dalam melaksanakan perjanjian kredit, khususnya perjanjian kredit secara cross collateral.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana,
maka penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan
Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral Pada Perbankan Studi di PT Bank Mandiri Persero, Tbk Cabang Medan Iman Bonjol” , belum pernah ada yang
melakukan penelitian sebelumnya. Namun sebagai bahan referensi terdapat penelitian yang dilakukan oleh
saudara Ricky, mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dengan
Universitas Sumatera Utara
15
judul ”Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Sindikasi Dengan Jaminan Hak Tanggungan “ Studi di Bank UOB Indonesia”. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010 dan
objek penelitiannya yaitu pada bank UOB Indonesia. Sedangkan penelitian tesis ini menjadikan PT Bank Mandiri Persero, Tbk Cabang Medan Imam Bonjol menjadi
objek yang diteliti. Penelitian tersebut secara spesifik membahas jenis perjanjian kredit yaitu
sindikasi dan akibat hukumnya bila terjadi wanprestasi. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat
dipertangungjawabkan dari segi isinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi
yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.
23
Sedangkan menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan causal yang logis di antara
perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai
23
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal.126
Universitas Sumatera Utara
16
kerangka berpikir
frame of
thinking dalam
memahami serta
menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.
24
Adapun teori sistem dari Mariam Darus yang mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas
mana dibangun tertib hukum.
25
Dari beberapa pengertian teori di atas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta
pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan
untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul. Dengan kata lain menurut M.Solly Lubis, kerangka teori
adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan
teoritis.
26
Menurut Soejono Soekanto, kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum
tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.
27
24
Bintaro Tjokroamidjoyo dan Mustofa Adijoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal 12
25
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983, hal 15
26
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.13
27
Soejono Soekanto, Op.Cit, hal 127
Universitas Sumatera Utara
17
Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif. Penelitian
ini berupaya guna menganalisis secara hukum terhadap pemberian kredit secara cross collateral, artinya memahami asas hukum perjanjian sebagai subjek, asas hukum
jaminan sebagai objek serta akibat hukumnya bila terjadi wan prestasi. Dalam perjanjian kredit yang dilaksanakan antara kreditur dan debitur memuat
seperangkat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak yang dinamakan prestasi. Menepati “nakoming” berarti memenuhi isi perjanjian,
atau dalam arti yang lebih luas melunasi “betaling” pelaksanaan perjanjian, yaitu memenuhi dengan sempurna segala isi, tujuan dari ketentuan sesuai dengan kehendak
yang telah disetujui oleh para pihak.
28
Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat untuk sahnya perjanjian yaitu, kata sepakat kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal.
Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, KUH Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai
berikut:
29
1. Teori Kehendak wilstheorie : Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi
manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.
28
Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Allumni,1986, hal.56
29
Gatot Supramono, Op.Cit, hal.37
Universitas Sumatera Utara
18
2. Teori kepercayaan vetrouwenstheorie: Berdasarkan teori kepercayaan, kata
sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak yang lainnya.
3. Teori ucapan uitingstheorie: Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan
jawaban debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Kalau dilakukan
dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya. 4.
Teori pengiriman verzendingstheorie: Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika
dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dainggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel cap oleh kantor pos.
5. Teori penerimaan ontvangstheorie: Menurut teori ini kata sepakat dianggap
telah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui
kehendak debitur. 6.
Teori pengetahuan vernemingstheorie: Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan
menerima penawarannya. Tampak teori ini lebih luas dari teori penerimaan, karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik
melalui surat maupun secara lisan.
Universitas Sumatera Utara
19
Dalam hukum
perjanjian juga
dikenal beberapa
asas yaitu
asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan asas kepribadian.
30
Asas konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu
perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Sebagaimana telah diketahui, kata sepakat diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Sedangkan menurut asas kebebasan berkontrak yaitu setiap orang mempunyai
kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang. Dalam KUH Perdata asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1339.
Asas tersebut sebenarnya malah membatasi kebebasan seseorang, karena tidak dapat menikmati kebebasan
yang sebebas-bebasnya. Meskipun demikian asas ini
dimaksudkan agar setiap orang selalu dapat membuat perjanjian demi kebaikan dan tidak merugikan pihak lain. Berikutnya yaitu asas kepribadian menurut asas ini
seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam perjanjian. Asas tersebut diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.
Pemenuhan prestasi yang dituntut pihak kreditur terhadap debitur dengan maksud agar kreditur tidak menderita suatu kerugian. Dengan mengatur saat-saat
30
Ibid, hal.41
Universitas Sumatera Utara
20
seseorang debitur berada dalam keadaan lalai, pembentuk undang-undang bermaksud untuk menentukan saat yang pasti pada pihak debitur dan kreditur dalam hal debitur
tidak memenuhi kewajibannya, sehingga dengan mudah dapat ditentukan jumlah pembayaran ganti rugi, biaya dan bunga.
Kelalaian atau kegagalan merupakan suatu situasi yang terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan
berlangsung sedemikian rupa non performance, sehingga pihak lainnya dirugikan secara tidak adil karena tidak dapat menikmati haknya berdasarkan kontrak yang
telah disepakati bersama. Karena itu, biasanya cedera janji dirumuskan secara aktif dalam arti bahwa cedera janji dirumuskan secara aktif dalam arti bahwa cedera janji
terjadi jika pihak yang berkewajiban tidak melaksanakan kewajibannya atau secara pasif dengan membiarkan keadaan yang seharusnya dicegah sebagaimana yang
dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan tertentu.
31
Akibat dari tidak dipenuhinya perikatan, kreditur dapat meminta ganti rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi yang dideritanya.
Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang–undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai ingebreke
stelling. Lembaga pernyataan lalai ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai pada suatu fase, dimana debitur dinyatakan ingkar janji wanprestasi.
31
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak,Jakarta, Gramedia, 2001, hal 70-71
Universitas Sumatera Utara
21
Pasal 1243 KUH Perdata mengatakan : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannyam atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah
dilampauinya.” Jadi yang dimaksud dengan “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan
atau pernyataan dari kreditur tentang saat itu dilampauinya, maka debitur ingkar janji wanprestasi.
32
2. Konsepsi