Cross Default Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Secara Cross Collateral (Studi Di PT. Bank Mandiri (Persero), TBK Cabang Medan Imam Bonjol

66 belum jelas kolektabilitasnya. Di samping itu, belum tentu juga atas jaminan fasilitas kreditnya dilakukan cross collateral dengan fasilitas kredit lain karena secara mudah dapat diprediksi, hal itu berarti telah mengurangi rasio agunan terhadap fasilitas kredit karena atas agunan kredit itu terbagi dengan jaminan kredit untuk fasilitas kredit lainnya. Jika yang bersangkutan dengan segala pertimbangan, bersedia untuk melakukan cross collateral atas perjanjian kredit, maka hal ini hanya melahirkan apa yang dikenal dengan joint collateral. Hal lain yang perlu ditindaklanjuti adalah pembuatan perjanjian pembagian dari hasil penjualan agunan jika ternyata debitur wanprestasi cidera janji sering disebut security sharing agreement karena dalam konsep cross collateral ini tidak serta merta telah diatur suatu pembagian hasil penjualan agunan. Jika pemegang jaminan kredit yang telah mempunyai hak preferent tidak bersedia untuk melakukan pengikatan kembali, maka atas barang yang hendak dijadikan jaminan kredit untuk fasilitas kredit lain hanya dapat dilakukan dengan lembaga hak tanggungan peringkat II dua dan seterusnya lihat Pasal 5 UU Hak Tanggungan. Khusus untuk benda-benda yang telah diikat dengan jaminan fidusia, maka pengikatan ulang tidak dimungkinkan.

2. Cross Default

Cross default pada dasarnya mengatur mengenai tata cara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan terjadinya default wanprestasikelalaian, dimana menyilangkan adanya wanprestasi pada salah satu atau lebih dari beberapa perjanjian. Universitas Sumatera Utara 67 Artinya dalam cross collateral harus mempunyai 2 dua perjanjian atau lebih, dimana apabila salah satu atau lebih perjanjian tersebut telah dinyatakan wanprestasi default, maka seluruh perjanjian yang di-cross collateral-kan menjadi default semuanya. Dengan memperhatikan konstruksi hukum tersebut, dimana yang diatur adalah berkaitan dengan wanprestasi, maka dapat disimpulkan bahwa cross default termasuk lapangan hukum perjanjian, maka dasar berlakunya cross default adalah asas-asas hukum perjanjian. 60 Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang utama yaitu, asas kebebasan berkontrak, yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dalam membuat perjanjian wajib memperhatikan syarat sahnya perjanjian, yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : a. Sepakat antara para pihak yang mengadakan perjanjian b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian c. Ada objek yang diperjanjikan d. Sebab yang halal Jika suatu perjanjian tidak memenuhi 2 dua syarat, yaitu sepakat antara para pihak yang mengadakan perjanjian dan cakap untuk membuat suatu perjanjian, maka perjanjian dianggap oleh hukum tidak memenuhi syarat subjektif yang ancamannya 60 Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal 274 Universitas Sumatera Utara 68 bahwa perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya perjanjian tetap sah, sepanjang tidak dibatalkan oleh pihak yang membuat perjanjian, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak tanggal yang dinyatakan dalam putusan pengadilan. 61 Jika suatu perjanjian tidak dipenuhi 2 dua syarat berikutnya, yaitu ada objek yang diperjanjikan dan sebab yang halal, maka perjanjian dianggap oleh hukum tidak memenuhi syarat objektif yang ancamannya bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya berdasarkan putusan pengadilan, perjanjian dianggap tidak peran ada. Para pihak didudukkan kembali pada keadaan semua seakan-akan tidak pernah terjadi perjanjian. Hal demikian dalam pelaksanaannya akan sulit direalisasikan karena hampir sulit suatu transaksi yang masing-masing pihak telah “menikmati” hasil perjanjian tersebut, kemudian dikembalikan menjadi seakan-akan tidak pernah menikmatinya. Asas lain yang penting dalam hukum perjanjian adalah apa yang dikenal dengan pacta sunt servanda, yaitu perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini didasarkan pada Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan- persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Namun demikian, agar diperhatikan juga ketentuan –ketentuan pengakhiran 61 Try Widiyono, ibid.hal.275 Universitas Sumatera Utara 69 hubungan kerja, Pasal 1611 KUH Perdata bekaitan dengan pemborongan, dan Pasal 1319 KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. Sekalipun dalam hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia tidak secara tegas mengatur secara khusus mengenai cross default dan memang tidak terdapat nama-nama hukum perjanjian yang dinamakan cross default. Mendasarkan pada asas kebebasan berkontrak, maka dapat saja seseorang membuat suatu perjanjian apa saja, sepanjang tidak bertentangan denagn peraturan perundnag-undangan yang berlaku, ketertiban umum dan kesusilaan, termasuk membuat perjanjian cross default. Dengan kata lain, perjanjian cross default lahir dan berkembang berdasarkan asas kebebasan berkontrak sehingga variasi perjanjian, termasuk cross default merupakan suatu yang wajar dan tetap diakui oleh hukum. Dalam perkembangannya, dengan adanya globalisasi, maka sistem hukum akan saling me-reseptie menerima konstruksi hukum dari sistem hukum yang berbeda. Di samping itu, dengan perkembangan ekonomi, diperlukan juga adanya perangkat hukum yang dapat melindungi transaksi ekonomi yang sebelumnya belum diatur dalam hukum yang ada. Dalam cross default, asas-asas hukum perjanjian tetap harus diperhatikan sehingga perjanjian-perjanjian, termasuk berkaitan dengan klausula-klausula yang dibuat untuk mengatur cross default juga mesti memperhatikan hal tersebut. Cross default wajib dimuat, bahwa apabila terdapat kelalaian pada salah satu atau lebih dari Universitas Sumatera Utara 70 masing-masing perjanjian yang dibuat, berarti atas perjanjian yang di-cross default- kan wajib disebut secara jelas dan pasti nomor dan tanggalnya, termasuk perubahan, pembaharuan, dan perpanjangan sampai berakhirnya perjanjian yang di-cross-kan itu. Teknik dan tata cara pembuatan cross default merupakan legal drafting dan oleh karena itu,perlu pembahasan tersendiri. 62 Jika dikaitkan dengan hukum jaminan kredit,maka hal terpenting untuk diketahui bahwa cross default merupakan perjanjian pokok, yaitu berada pada perjanjian kredit, oleh karena itu tunduk kepada hal-hal yang berkaitan dengan statusnya sebagai perjanjian pokok, yang merupakan gantungan dari perjanjian ikutannya accesoir. Berkaitan dengan cross default, juga tidak terlepas dari permasalahan wanprestasi. Oleh karean itu,penting untuk mengetahui bagaimana hukum mengatur mengenai event of default atau wanprestasi atau kelalaian. Event of default atau wanprestasi adalah apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak melakukan prestasi sebagaimana apa yang diperjanjikan. Prof. Subekti, SH dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan, ada 4 empat macam wanprestasi, yaitu; a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya b. Melaksanakan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan c. Melakukan apa yang diperjanjikan,tetapi terlambat d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 62 Ibid, hal 276 Universitas Sumatera Utara 71 Kekhususan cross default adalah bahwa keterkaitan antara wanprestasi pada perjanjian perjanjian kredit yang satu dengan yang lainnya yang saling menunjuk. Dengan kata lain, apabila salah satu atau lebih dari perjanjian kredit yang di- crossdefault-kan tersebut telah terjadi adanya wanprestasi, maka seluruh perjanjian kredit yang di-crossdefault-kan menjadi wanprestasi semua. Sekalipun seorang atau salah satu pihak yang membuat perjanjian tidak melakukan prestasi sebagaimana apa yang telah diperjanjikan, tidak berarti yang bersangkutan secara serta merta telah menjadi wanprestasi. Kondisi ini dalam teori hukum baru ada pada tingkat technical default, belum dapat dinyatakan default atau wanprestasi atau kelalaian. Kondisi dimana pihak yang satu tidak melakukan apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak tersebut dalam kondisi technical default merupakan hak dari pihak lain, untuk menyatakan default atau tidak. Dalam hal pihak lainkreditur tidak ingin menyatakan default karena dengan pertimbangan, misalnya jika debitur di-default-kan, justru dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar,maka kreditur dapat saja tidak men-default-kan pihak lainnya itudebitur. Namun jika memang yang bersangkutan merasa bahwa dengan tidak terpenuhinya kewajiban pihak laindebitur sesuai dengan perjanjian tersebut merasa dirugikan dan dengan men-default-kan yang bersangkutan lebih menguntungkan, maka dapat saja pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini kreditur dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan perjanjian kredit, menyatakan default kepada debitur yang bersangkutan dengan surat secara resmi. Universitas Sumatera Utara 72 Surat pemberitahuan kelalaian harus dibuat seabnayak 3 tiga kali, dengan tenggang waktu yang cukup. Surat peringatan ini sering disebut sebagai somasi. Jadi, untuk men-default-kan seseorang, di samping tealh terdapat adanya pihak yang tidak memenuhi perjanjian, juga telah diberikan somasi secara cukup dan dengan waktu yang wajar, maka barulah yang bersangkutan dapat menyatakan default atau wanprestasi atau kelalaian. Perjanjian-perjanjian yang di-cross-kan, pada hakikatnya merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Dengan demikian, perjanjian yang di-cross-kan dapat berupa beberapa perjanjian pemberian fasilitas kredit, misalnya antara perjanjian kredit modal kerja dengan perjanjian kredit investasi dan dengan fasilitas noncash loan dan lain-lain, baik yang terdapat pada satu kreditur atau satu bank danatau pada beberapa kreditur atau krediturnya terdiri atas beberapa bank yang berbeda. Artinya, pada masing-masing perjanjian kredit tersebut telah tercantum adanya “saling silang” berkaitan wanprestasi di masing-masing perjanjian kredit. Jika masing-masing fasilitas kredit diberikan oleh lembaga bank yang berbeda, maka akan sulit mengaitkan meng-cross-kan masing-masing perjanjian kredit tersebut karena kreditur lainnya tidak mudah untuk menyetujui fasilitas yang diberikan tersebut, di-crossdefault-kan dengan pemberian fasilitas kredit lembagabank lain. Jika suatu fasilitas kredit dianggap lebih baik, maka ia akan merasa dirugikan jika fasilitasnya di-crossdefault-kan dengan fasilitas kredit yang kurang baik, karena mempunyai akibat bahwa ketika fasilitas kredit yang kurang baik tersebut dinyatakan telah melakukan wanprestasi,maka hal ini berarti juga terhadap Universitas Sumatera Utara 73 fasilitas kredit yang masih baik, lancar, dan menguntungkan dianggap juga telah melakukan tindakan wanprestasi. Oleh karena itu, sulit diterima untuk meng- crossdefault-kan suatu fasilitas kredit yang baik dengan yang tidak baik. Penolakan di-crossdefault-kan kredit yang baik denagn yang tidak baik tersebut, tidak hanya antar lembaga perbankan, tetapi mungkin saja dilakukan oleh unit kerja yang berbeda pengelolaan fasilitas kreditnya, sekalipun dalam 1 satu bankkreditur yang sama, tetapi berbeda pengelolaan fasilitas kreditnya.

3. Cross Default Sepihak