5.3 Distribusi Spasial Titik Panas Berdasarkan Penggunaan Lahan
Kemunculan titik panas pada Provinsi Kalimantan Barat terdapat pada penggunaan lahan berupa hutan, kebun campuran, mangrove, pemukiman,
perkebunan, pertambangan, rawa, sawah, semak belukar, tanah terbuka, dan tubuh air. Selama rentang waktu tahun 2000 hingga tahun 2010 diketahui bahwa jumlah
titik panas paling banyak ditemukan pada penggunaan lahan berupa kebun campuran. Sebaran titik panas pada masing-masing penggunaan lahan secara
lengkap tersaji pada Gambar 7.
Gambar 7. Titik Panas Pada Masing-masing Penggunaan Lahan Selama Tahun 2000 hingga Tahun 2010
Secara keseluruhan selama tahun 2000 hingga tahun 2010, kemunculan titik panas paling banyak ditemukan pada penggunaan lahan kebun campuran
yaitu sebanyak 15.366 titik. Kebun campuran merupakan penggunaan lahan kebun yang terdiri atas campuran vegetasi antara tanaman tahunan yang menghasilkan
buah-buahan dan sayuran serta tanaman semusim. Kemunculan titik panas pada penggunaan lahan kebun campuran terjadi diakibatkan dari aktivitas penyiapan
lahan. Penggunaan lahan lainnya yang juga ditemukan kemunculan titik panas
terbanyak adalah pada penggunaan lahan berupa rawa. Pada penggunaan lahan rawa ditemukan sebanyak 3.768 titik. Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dan
berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
tergenang air tawar. Berkembangnya sektor perkebunan dan pertanian di Provinsi Kalimantan Barat mengakibatkan sulitnya mencari lahan untuk kegiatan
perladangan. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat mulai beralih memanfaatkan hutan rawa untuk areal pertanian, terutama lahan gambut. Masalah
yang timbul adalah sebagian masyarakat masih menggunakan teknik pembakaran untuk membuka areal pertanian, sehingga mengakibatkan terjadinya kemunculan
titik panas. Pada semak belukar ditemukan adanya kemunculan titik panas sebanyak
2.950 titik. Semak belukar adalah tumbuhan perdu yang mempunyai cabang kayu kecil dan rendah. Kemunculan titik panas sangat rawan terjadi pada semak
belukar terutama di musim kemarau. Hal ini dikarenakan menumpuknya serasah gulma terutama pakis-pakisan sehingga apabila ada api sedikit saja dapat
menimbulkan kebakaran hebat. Peristiwa ini tentunya akan memicu kemunculan titik panas.
Hal yang menarik adalah ditemukannya kemunculan titik panas pada penggunaan lahan tubuh airsungai. Pada kenyataannya titik panas yang biasanya
diindikasikan sebagai peristiwa kebakaran hutanlahan, tidak mungkin dapat ditemukan pada tubuh air. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dari penggunaan
data titik panas pada Citra NOAA. Menurut Hiroki dan Dwi 1999, hal ini dikarenakan adanya efek kilau matahari misalnya dikarenakan sudut perekaman
yang terlalu rendah dan mengenai obyek air sehingga menyebabkan nilai pantulan menjadi tinggi hampir sama dengan nilai pancaran. Apabila penentuan titik panas
menggunakan metode sederhana, maka energi pantulan air menjadi tinggi sehingga akan terekam oleh sensor AVHRR sebagai nilai pancaran dan
terklasifikasikan sebagai titik panas.
5.4 Distribusi Temporal Titik Panas