Gambar 17. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2005-2010
5.8 Inkonsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2010 dengan Peruntukkan Fungsi Kawasan Hutan
Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih memiliki luasan hutan cukup besar. Disebutkan dalam pasal 4 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 2010 bahwa kawasan hutan meliputi kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok sebagai hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi. Peta peruntukkan fungsi kawasan hutan dapat dilihat pada Gambar 18.
Kawasan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasaan pengawetan keanekaragaman
meliputi kawasan suaka alam cagar alam dan suaka margasatwa dan kawasan pelestarian alam taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, taman
buru. Berdasarkan peta peruntukan fungsi kawasan hutan, provinsi Kalimantan Barat menetapkan seluas 9,39 dari total luasan provinsi Kalimantan Barat
sebagai taman nasional, taman wisata alam, cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
10000 20000
30000 40000
50000 60000
70000
kesuburan tanah. Sebesar 16 luasan provinsi Kalimantan Barat ditetapkan sebagai hutan lindung. Areal yang ditetapkan sebagai hutan lindung tidak
diperbolehkan untuk di konversi menjadi penggunaan lahan lainnya.
Gambar 18. Peta Peruntukkan Fungsi Kawasan Hutan Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan. Berdasarkan hasil perhitungan data atribut peta fungsi kawasan hutan maka dapat diketahui bahwa sebesar 16 dari total luasan
provinsi Kalimantan Barat ditetapkan fungsinya sebagai kawasan hutan produksi. Hutan produksi terbagi menjadi dua yaitu hutan produksi terbatas HPT dan
hutan produksi yang dapat di konversi HPK. Menurut PP No 10 tahun 2010 hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng,
jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sedangkan yang di maksud hutan produksi yang dapat di konversi adalah kawasan hutan
yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar
kegiatan kehutanan. Sebesar masing-masing 16 areal ditetapkan peruntukannya sebagai HPT dan HPK.
Gambar 19 menunjukkan persentase luas fungsi kawasan hutan. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa fungsi kawasan Area penggunaan lain
APL ditetapkan sebesar 39. Hal ini dikarenakan wilayah Kalimantan Barat memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dikembangkannya penggunaan lahan
berupa perkebunan, lahan pertanian, tambak bahkan pertambangan. Sedangkan sebesar 61 luas areal provinsi Kalimantan Barat masih ditetapkan sebagai
kawasan hutan baik berupa hutan lindung, hutan produksi, taman nasional, suaka alam, taman wisata alam, cagar alam. Hal ini dimaksudkan agar berkembangnya
perkebunan dan area penggunaan lain tidak mengganggu keberadaan ekosistem hutan yang harus dilestarikan.
Gambar 19. Persentase Luas Fungsi Kawasan Hutan Setelah melakukan tumpang tindih antara peta penggunaan lahan eksisting
dengan peta peruntukkan fungsi kawasan hutan, dapat diketahui bahwa sebesar 20 dari total luas provinsi Kalimantan Barat tidak sesuai antara penggunaan
lahan eksisting dengan rencana peruntukkan fungsi kawasan hutan. Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa pada kawasan hutan konservasi yakni cagar alam,
suaka alam, taman nasional, taman wisata alam terdapat ketidaksesuaian penggunaan lahan saat ini dengan perencanaan yang telah dibuat.
0.21 0.89
1 2 3 7
16 16
16 39
Suaka Alam Taman Wisata Alam
Sungai Cagar Alam
Hutan Produksi dapat di Konversi Taman Nasional
Hutan Lindung Hutan Produksi dapat di Konversi
Hutan Produksi Terbatas Area Penggunaan Lain
Cagar Alam merupakan suatu ekosistem yang memiliki suatu kekhasan sehingga ekosistem tersebut perlu dilindungi. Terdapat 4 cagar alam di provinsi
Kalimantan Barat yaitu CA. GN Nyiut Penrinsen, CA. GN. Raya Pasi, CA Mandor dan CA. Kendawangan. Karena ekosistem di dalamnya baik flora
maupun fauna terlindungi, maka pada kawasan cagar alam sangat kecil sekali kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Ketidaksesuaian
penggunaan lahan cagar alam paling banyak terjadi pada penggunaan lahan sebagai kebun campuran yaitu sebesar 25.210 ha atau 0,2 dari total luas
wilayah. Selain cagar alam, terdapat pula peruntukkan kawasan untuk suaka alam SA. Seperti halnya cagar alam, suaka alam pun memiliki ekosistem yang
terlindungi sehingga akan sangat minim terjadinya perubahan. Hal ini dapat terlihat bahwa penggunaan lahan yang terdapat pada suaka alam adalah
penggunaan lahan hutan dan semak belukar. Penyimpangan penggunaan lahan eksisting dengan rencana peruntukkan ruang pun terjadi sedikit sekali pada areal
tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman
Nasional yang berada di provinsi Kalimantan Barat yaitu TN Danau Sentarum, TN Bukit Baka-Bukit Raya, TN Gunung Palung, TN Betung Kerihun.
Ketidaksesuaian peruntukkan kawasan taman nasional paling banyak menjadi penggunaan lahan berupa kebun campuran yaitu sebesar 10.280 ha atau sebesar
0,1. Terdapat pula ketidaksesuaian peruntukkan taman nasional menjadi penggunaan lahan berupa sawah, semak belukar dan tanah terbuka dengan
persentase luasan tidak lebih dari 0,1 . Perencanaan pemanfaatan kawasan hutan juga mengatur peruntukkan
kawasan Taman Wisata alam TWA. Pada provinsi Kalimantan Barat terdapat 6 kawasan yang ditetapkan sebagai TWA yaitu TWA. GN. Asuansang, TWA
Belimbing, TWA. GN. Dungan, TWA. Melintang, TWA. GN. Kelam, HW.
Baning. Dari keseluruhan kawasan TWA, hampir semua kawasan berada pada penggunaan lahan sebagai hutan baik hutan primer maupun hutan mangrove.
Gambar 20. Persentase Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Eksisting dengan Peruntukan Kawasan Cagar Alam, Taman Nasional, Taman Wisata
Alam, Suaka Alam Menurut undang-undang RI no 411999 hutan lindung adalah kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem peyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir. Untuk itu, wilayah yang
telah ditetapkan sebagai hutan lindung sebaiknya dipertahankan penggunaanya sebagai hutan. Tetapi nyatanya terdapat seluas 402.950 ha peruntukkan lahan
sebagai hutan lindung yang justru dimanfaatkan sebagai area penggunaan lahan lain. Walaupun demikian, kawasan hutan yang tetap dipertahankan
peruntukkannya sebagai hutan lindung baik sebagai hutan primer, hutan mangrove dan hutan rawa jauh lebih besar yaitu seluas 1.868.130 ha. Ketidaksesuaian
penggunaan lahan eksisting dengan peruntukkan fungsi kawasan hutan lindung ergambar secara lengkap pada Gambar 21.
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000 40000
45000 50000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 P
ersentase Ketidaksesu aian
P engguna
an La ha
n d enga
n
RT RW
Kaw asan
Hutan Ko
n serv
asi
No Penggunaan Lahan
1 CA--kebun campuran
2 CA--pertambangan
3 CA--semak belukar
4 CA--tanah terbuka
5 SA--hutan
6 SA--semak belukar
7 TN--kebun campuran
8 TN--sawah
9 TN--semak belukar
10 TN--tanah terbuka
11 TWA--kebun campuran
12 TWA--perkebunan
13 TWA--tambak
14 TWA--tanah terbuka
Hutan produksi adalah hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Berdasarkan hasil analisis terdapat seluas
2.351.180 ha atau sebesar 16,1 terjadi ketidaksesuaian peruntukkan fungsi kawasan hutan produksi yang dimanfaatkan sebagai area penggunaan lain yaitu
sebagai kebun campuran, perkebunan, sawah, semak belukar, tanah terbuka. Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa ketidaksesuaian paling banyak terjadi pada
penggunaan lahan kebun campuran yang berada pada kawasan hutan produksi. Sebesar 1.015.950 ha atau sebesar 7 terjadinya ketidaksesuaian penggunaan
lahan kebun campuran pada kawasan hutan produksi. Akan tetapi penggunaan lahan hutan, hutan mangrove dan hutan rawa terdapat sebesar 2.829.800 ha pada
peruntukkan fungsi kawasan hutan produksi.
50000 100000
150000 200000
250000 300000
350000 400000
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
Gambar 21. Ketidaksesuaian Peruntukkan Fungsi Kawasan Hutan Lindung HL dengan Penggunaan Lahan Eksisting
Gambar 22. Ketidaksesuaian Peruntukkan Fungsi Kawasan Hutan Produksi dengan Penggunaan Lahan Eksisting
5.9 Keterkaitan Sebaran Titik Panas dengan Perubahan Penggunaan Lahan