Distribusi Temporal Titik Panas Hubungan Antara Titik Panas dengan Curah Hujan

tergenang air tawar. Berkembangnya sektor perkebunan dan pertanian di Provinsi Kalimantan Barat mengakibatkan sulitnya mencari lahan untuk kegiatan perladangan. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat mulai beralih memanfaatkan hutan rawa untuk areal pertanian, terutama lahan gambut. Masalah yang timbul adalah sebagian masyarakat masih menggunakan teknik pembakaran untuk membuka areal pertanian, sehingga mengakibatkan terjadinya kemunculan titik panas. Pada semak belukar ditemukan adanya kemunculan titik panas sebanyak 2.950 titik. Semak belukar adalah tumbuhan perdu yang mempunyai cabang kayu kecil dan rendah. Kemunculan titik panas sangat rawan terjadi pada semak belukar terutama di musim kemarau. Hal ini dikarenakan menumpuknya serasah gulma terutama pakis-pakisan sehingga apabila ada api sedikit saja dapat menimbulkan kebakaran hebat. Peristiwa ini tentunya akan memicu kemunculan titik panas. Hal yang menarik adalah ditemukannya kemunculan titik panas pada penggunaan lahan tubuh airsungai. Pada kenyataannya titik panas yang biasanya diindikasikan sebagai peristiwa kebakaran hutanlahan, tidak mungkin dapat ditemukan pada tubuh air. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dari penggunaan data titik panas pada Citra NOAA. Menurut Hiroki dan Dwi 1999, hal ini dikarenakan adanya efek kilau matahari misalnya dikarenakan sudut perekaman yang terlalu rendah dan mengenai obyek air sehingga menyebabkan nilai pantulan menjadi tinggi hampir sama dengan nilai pancaran. Apabila penentuan titik panas menggunakan metode sederhana, maka energi pantulan air menjadi tinggi sehingga akan terekam oleh sensor AVHRR sebagai nilai pancaran dan terklasifikasikan sebagai titik panas.

5.4 Distribusi Temporal Titik Panas

Sebaran titik panas masing-masing bulan selama rentang waktu tahun 2000 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa jumlah titik panas di awal tahun terbilang masih berada dalam intensitas yang rendah. Kemunculan titik panas mulai menunjukkan peningkatan di bulan Juli hingga mencapai puncak di bulan Agustus. Hal ini dinilai terkait dengan musim kemarau yang mencapai puncaknya di bulan Agustus sehingga menyebabkan titik panas yang terpantau mencapai angka yang maksimal. Selanjutnya, pada bulan berikutnya yakni di bulan September jumlah titik panas mengalami penurunan dikarenakan kondisi iklim mulai memasuki musim penghujan kembali. Pola semacam ini terus berulang di setiap tahunnya. Selain hal tersebut, kemunculan titik panas yang tinggi di bulan Agustus terkait dengan aktivitas pertanian tanaman semusim masyarakat Kalimantan Barat. Berdasarkan hasil penelitian Sunanto tahun 2008 di Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya menyebutkan bahwa sistem pertanian yang diterapkan di wilayah ini adalah sistem pertanian ekstensif, termasuk masih digunakannya penyiapan lahan dengan cara dibakar untuk tanaman padi. Tanaman padi biasa dilakukan pada saat menjelang musim hujan sekitar bulan September, sedangkan penyiapan lahan dilakukan satu bulan sebelumnya yakni bulan Agustus. Aktivitas penyiapan lahan tersebut dapat memicu kemunculan titik panas sebagai indikasi adanya aktivitas pembakaran hutanlahan. Gambar 8. Sebaran Titik Panas Bulanan 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun

5.5 Hubungan Antara Titik Panas dengan Curah Hujan

Analisis dilakukan menggunakan data curah hujan rata-rata bulanan pada 5 titik stasiun meteorologi. Agar mewakili keterkaitan antara titik panas dengan curah hujan maka dilakukan buffer sejauh 100 km dari stasiun meteorologi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemunculan titik panas paling banyak terjadi pada bulan Agustus. Curah hujan yang terjadi pada bulan Agustus merupakan curah hujan paling rendah dibanding dengan curah hujan yang terjadi di bulan lainnya. Pada pemaparan berikut akan disampaikan kondisi curah hujan dengan banyaknya titik panas yang terjadi selama 5 periode pengamatan yaitu tahun 2005 hingga tahun 2010 Pada tahun 2005, titik panas paling sering muncul di bulan Agustus dengan kondisi curah hujan intensitas rendah. Titik panas yang muncul sebanyak 583 titik dengan curah hujan sebesar 172.7 mmbulan. Ketika intensitas curah hujan meningkat menjadi 191.66 mmbulan mengakibatkan kepadatan titik panas yang muncul mengalami penurunan menjadi 400 titik. Pada tahun 2006, terjadi pola yang serupa. Titik panas paling banyak ditemukan pada bulan Agustus yaitu sebanyak 2061 titik dengan kondisi curah hujan paling rendah sebesar 79.8 mmbulan. Ketika bulan berikutnya terjadi kenaikan curah hujan menjadi 195.9 mmbulan, titik panas yang terpantau hanya sebesar 621 titik. Pada tahun 2007, titik panas di bulan Agustus sebanyak 128 titik dengan kondisi curah hujan 257.88 mmbulan. Bulan berikutnya terjadi peningkatan curah hujan dan penurunan titik panas hingga akhir tahun 2007. Hal yang serupa terjadi pula di tahun 2008, titik panas terbanyak ditemukan di bulan Agustus yaitu 502 titik dengan kondisi curah hujan rendah yaitu 286.46 mmbulan. Pada tahun 2009, titik panas yang terlihat di bulan Agustus sebanyak 2602 titik dengan kondisi curah hujan 176mmbulan. Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun 2009 cukup rendah, hal ini terkait dengan fenomena El-Nino yang terjadi. Hal yang berbeda justru terjadi di tahun 2010, titik panas tertinggi muncul di bulan Oktober sebanyak 383 titik dengan intensitas curah hujan 344 mmbulan atau bukan pada kondisi curah hujan yang paling rendah sepanjang tahun. Sementara pada bulan Agustus terdapat 246 titik dengan curah hujan 333 mmbulan. Curah hujan paling rendah terjadi pada awal tahun dengan kondisi kemunculan titik panas terendah pula. Untuk data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara kemunculan titik panas dengan curah hujan. Seperti yang terlihat pada Gambar 9, titik panas mengalami kemunculan yang maksimum ketika kondisi curah hujan yang rendah dan mulai memasuki musim kemarau seperti pada bulan Agustus. Intensitas kemunculan titik panas mulai mengalami penurunan ketika memasuki musim penghujan dengan curah hujan yang meningkat. Menurut Pasaribu dan Friyatno tahun 2006, kebakaran hutan selalu terjadi di bulan Agustus dikarenakan masyarakat Kalimantan Barat sudah selesai menebas semak yang biasanya dilakukan selama sekitar 40 hari, yaitu sekitar bulan April dan Mei dan sejak bulan Juni semak yang di tebas mulai mengering. Pada periode tersebut sedang terjadi musim kemarau yang sangat terik dan panas, sehingga mendorong masyarakat untuk membakar semak belukar atau rumputserasah yang sudah ditebas sebelumnya. Jika pembakaran sudah dimulai, maka terjadilah rentetan kebakaran yang tidak diharapkan dan seringkali tidak terkendali terutama pada lahan-lahan tidur yang kepemilikannya tidak terdata. Gambar 9. Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 200 400 600 800 1000 1200 1400 2005 2006 2007 2008 2009 2010 C u r a h H u j a n T i t i k P a n a s Tahun Titik Panas Curah Hujan

5.6 Penggunaan Lahan Tahun 2000, Tahun 2005, dan Tahun 2010