Metode Sederhana Metode Algoritme Kontekstual

Gambar 1. Satelit NOAA-AVHRR

2.3 Mekanisme Penentuan Titik Panas

Titik panas di permukaan bumi ditentukan dengan menghitung temperature pada kanal 3 l= 3.8m dan kanal 4 l= 10.8m. Konversi suhu yang disebut temperature brightness dari fluxs radiance yang diterima sensor satelit didasarkan oleh formulasi Planck dengan mempertimbangkan nilai Lj yaitu radiance pada kanal ke j dengan satuan Wm -3 sr –1 . Karena data yang dipancarkan satelit dalam bentuk digital yang disebut radiometer count, maka konversi Lj dari radiometer count dapat dilakukan melalui persamaan linier sebagai berikut : Lj = Gj DNj + Ij Keterangan : Gj = koefisien Gain DNj = radiometer count Ij = Intercept untuk kanal j=3 dan kanal j= 4 Oleh Singh 1984 konversi temperatur kecerahan dari radiasi yang dikembangkan dengan persamaan sebagai berikut : Tbj = Dengan a dan b adalah suatu konstanta Musawijaya et al., 2001. Data inilah yang kemudian mengalami proses ekstraksi infomasi, untuk menghasilkan kordinat titik panas. Untuk penentuan kordinat titik panas dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode sederhana dan metode algoritme kontekstual

2.3.1 Metode Sederhana

Deteksi titik panas dengan metode sederhana, dilakukan dengan menetapkan batas nilai ambang threshold value suhu kecerahan tertentu, pada matriks citra tersebut. Jika nilai suhu kecerahan suatu pixel yang ada pada citra tersebut lebih besar atau sama dengan nilai ambang, maka pixel tersebut merupakan titik panas, dan sebaliknya jika nilai suhu kecerahan pada pixel tersebut kurang dari nilai ambang, maka pixel tersebut bukan merupakan titik panas. Dalam bentuk Logika Boolean pernyataan diatas dinyatakan dengan : IF nilai citra α THEN nilai citra = titik panas ELSE nilai citra= bukan titik panas dimana : nilai citra = suhu kecerahan saluran yang digunakan α = nilai ambang 310°K, 315°K, 321°K dll Nilai ambang bukanlah suatu nilai yang kaku, tetapi dapat diubah-ubah sesuai dengan kondisi iklim atau daerah yang dideteksi. Kelebihan cara ini adalah pada kesederhanaan proses perhitungannya, sehingga waktu pemrosesannya bisa lebih singkat. Kelemahannya adalah tidak bisa mengeliminasi efek kilau surya. Karena saluran 3 pada sensor AVHRR pada kondisi-kondisi tertentu dapat menimbulkan efek kilau surya, misalnya jika sudut perekamannya terlalu rendah dan mengenai objek air.

2.3.2 Metode Algoritme Kontekstual

Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan yang terjadi pada deteksi dengan menggunakan metode sederhana. Jika pada metode sederhana yang digunakan hanya satu saluran saja, maka pada metode algoritme kontekstual ini digunakan semua saluran NOAA-AVHRR. Secara garis besar metode titik panas adalah seperti yang tersaji pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa prinsip metode ini juga menerapkan nilai-nilai ambang, namun nilai ambang ini diterapkan untuk beberapa saluran sekaligus. Pertama, citra NOAA-AVHRR dipilah menjadi dua obyek yaitu daratan atau air, dengan menggunakan NDVI, selanjutnya yang diproses adalah obyek daratan saja. Dari obyek daratan tersebut, kemudian dipilahkan obyek awan. Obyek daratan yang sudah terpilahkan dari obyek awan, kemudian dideteksi obyek-obyek yang dianggap merupakan tanah kering panas. Hasil dari proses deteksi ini adalah titik panas yang sudah tereliminasi dari obyek air, awan dan tanah kering panas. Disamping penggunaan nilai ambang pada proses bagian akhir diterapkan algoritme kontekstual spasial. Hal ini dikarenakan walaupun titik panas yang terdeteksi sudah di eleminasi dari pengaruh air, awan, dan tanah kering panas. Namun terkadang titik panas yang terdeteksi meliputi areal yang sangat luas. Dalam kenyataan hal ini sulit sekali terjadi peristiwa kebakaran hutan dalam satu areal yang luas dan terbakar sekaligus, karena kecenderungan dari kebakaran hutan adalah jika sudah mencapai luasan yang cukup luas, maka bagian tengah hutan yang terbakar sudah padam. Tujuan dari penerapan algoritme ini adalah untuk mendeteksi titik panas dalam luasan yang masuk akal, untuk dianggap sebagai kebakaran hutan Hiroki dan Dwi, 1999. Gambar 2. Metode Deteksi Titik Panas dengan Algoritme Kontekstual

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan