Metode Pengukuran METODE PENELITIAN

Tabel 1. Variabel, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air + ,-. +0112 Kelimpahan fitoplankton ditentukan dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting APHA, 2005 yaitu : … ………………………… 1 N F n a A v V c V = = = = = = = Jumlah total fitoplankton sel L -1 Jumlah rataan individu per lapangan pandang Luas gelas penutup mm 2 Luas satu lapangan pandang mm 2 Volume air terkonsentrasi ml Volume air di bawah gelas penutup ml Volume air yang tersaring oleh jaring plankton l Biomassa fitoplankton dihitung berdasarkan metode chlorofil a APHA, 2005 dengan rumus : . . . …………2 V 1 V 2 664 b 665 a l 26.7 = = = = = = Volume aseton yang diekstrak l Volume contoh m 3 Absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm sebelum pengasaman Absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm setelah pengasaman Panjang kuvet cm Koreksi absorban Nilai biomassa fitoplankton setiap kolom air dalam mg m -3 yang diperoleh dikonversi ke mg m -2 dengan menggunakan persamaan berikut: Biomassa fitoplankton mg m -2 = Σ Chl a x h ................ 4 Chl a = Klorofil a mg m -3 h = Selisih kedalaman eufotik yang diwakili m 3. Biomassa Detritus Dalam menentukan biomassa detritus, terlebih dahulu dilakukan pengukuran produksi primer fitoplankton di setiap zona penelitian berdasarkan keterwakilan kedalaman eufotik yaitu pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter dengan menggunakan metode botol gelap-terang dan titrasi Winkler. Produksi primer diukur dengan metode botol gelap-terang dengan menggunakan rumus berikut Umaly Cuvin, 1988 yaitu : Fotosintesis bersih mgC m -3 t -1 = +, - x 0,375 …… 3 O 2 = Oksigen terlarut mg L -1 BT = Botol terang BI = Botol initial PQ = Koefisien fotosintesis 1.2 t = Lama inkubasi 4 jam 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon 1232 1000 = Konversi liter menjadi m 3 Biomassa detritus dihitung dari hubungan empiris yang dikemukakan oleh Pauly et al. 1992 sebagai berikut : . 0,954 . 6 7 0,863 . ; 2,41 ……………… 3 B D = Biomassa detritus gC m -2 P F = Produksi primer fitoplankton gC m -2 th -1 E = Kedalaman eufotik m 4. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Contoh zooplankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 yang ditarik secara vertikal dari kedalaman eufotik. Setelah itu contoh diawetkan dengan larutan lugol 4 Drira et al., 2008. Contoh zooplankton diidentifikasi sampai tingkat genus berdasarkan Yamaji 1979. Total volume zooplankton ditentukan melalui model geometrik bentuk individu Bottrell et al., 1976; Mc Cauley, 1984 dan kemudian volume n i=1 dikonversikan ke dalam berat gram berat basah dengan dikalikan dengan berat jenis ρ zooplankton. Kelimpahan zooplankton ditentukan seperti pada kelimpahan fitoplankton, dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting APHA, 2005. Biomassa zooplankton dihitung dari persamaan : ? . ………………………. 4 Bz = Biomassa zooplankton µg L -1 X = Rata-rata jumlah individu individu L -1 w = Rata-rata berat individu µg 5. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata bentik Pengambilan contoh substrat untuk pengamatan makroavertebrata bentik dilakukan dengan bantuan ekman grab, lalu dipisahkan dari substrat dengan saringan bertingkat. Contoh kemudian dikemas dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 5. Selanjutnya di laboratorium diidentifikasi menurut Gosner 1971; Dharma 1988; Higgins Thiel 1988; dan Dharma 1992. Kepadatan makroavertebrata bentik ditentukan dengan formula APHA, 2005 : ? A ……………………5 X = Kepadatan makroavertebrata bentik per luas area individu m -2 N = Jumlah makroavertebrata bentik individu A = Luas bukaan mulut ekman grab 0,04 m 2 Biomassa makroavertebrata bentik dihitung dari persamaan : B b = Σ w = N . B................................ 6 B b = Biomassa makroavertebrata bentik gram m -2 N = Jumlah individu individu m -2 B = Rata-rata berat individu gram 6. Komunitas Ikan Ikan yang dianalisis adalah seluruh ikan yang tertangkap selama penelitian . Jumlah ikan ekor yang diperoleh setiap penarikan jaring dikumpulkan dan diawetkan dengan es. n i=1 Di laboratorium, contoh ikan diidentifikasi menurut Kottelat et al. 1993, Allen 1999, Carpenter Niem 1999, Peristiwady 2006, dan Froese Pauly 2010 serta dipisahkan untuk setiap jenisnya. Untuk melihat sebaran jenis ikan di setiap zona, setiap jenis ikan tersebut dikelompokkan berdasarkan daerah penangkapan. Selanjutnya ikan diukur panjang totalnya panjang ikan dari ujung terdepan bagian kepala hingga ujung terakhir bagian ekor dengan menggunakan papan pengukur ikan dengan tingkat ketelitian 1 mm dan berat ikan ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 gram, sedangkan penimbangan anak ikan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gram. Penentuan sebaran kelompok ukuran ikan di setiap zona didasarkan pada analisis frekuensi panjang yang kemudian diolah dengan ELEFAN I dalam paket program FiSAT II Gayanilo et al., 2005. Frekuensi panjang ikan dihitung dengan membuat interval kelas. Interval kelas untuk ikan yang berukuran kurang dari 150 mm ditentukan sebesar 5 mm sedangkan yang berukuran lebih besar atau sama dengan 150 mm ditentukan sebesar 10 mm. Selanjutnya pertumbuhan ikan setiap jenis ditentukan dengan rumus Von Bertalanffy Sparre Venema, 1998 : . - . ∞ C1 D E - - F G ………………… 7 L t = Panjang ikan pada waktu t L ∞  = Panjang maksimum k = Koefisien laju pertumbuhan t o = Umur teoritis pada saat L = 0 t = Waktu pada saat panjang ikan = L t 7. Makanan dan Kebiasaan Makanan Ikan Contoh ikan untuk pemeriksaan kebiasaan makanan sekurang-kurangnya 25 dari hasil tangkapan tiap waktu pengambilan contoh dan diawetkan ke dalam larutan formalin 4–5 . Setelah itu ikan dibedah dengan pisau bedah dan saluran pencernaannya dikeluarkan dan diawetkan dalam formalin 5. Kemudian jenis-jenis makanan ikan yang ditemukan dalam saluran pencernaan diidentifikasi berdasarkan Yamaji 1979 dan Tomas 1997. Selanjutnya makanan alami dianalisis menggunakan Indeks Bagian Terbesar Natarajan Jhingran, 1961.

E. Analisis Data

Analisis makanan alami berdasarkan Indeks Bagian Terbesar Natarajan Jhingran, 1961 yang merupakan hasil kombinasi antara metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik yaitu : 100 x O x V O x V I i i i i i ∑ = ………………. 8 I i = Indeks bagian terbesar V i = Persentase volume satu macam makanan O i = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑ V i x O i = Jumlah V i x O i dari semua macam makanan Luas relung makanan dihitung menggunakan rumus Colwell Futuyama 1971 sedangkan tumpang tindih relung makanan dihitung menggunakan rumus Schoener Stergiou et al., 2004 adalah : H ∑ J KL ……………. 9 M HN 1 0.5 ∑OP HQ P NQ O ......................... 10 B i = Indeks luas relung ikan ke-i C ih = Tumpang tindih relung makanan antara ikan ke-i dengan ikan ke-h p ij = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh ikan ke-i p hj = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh kelompok ikan ke-h Tingkat trofik Troph i menggambarkan posisi organisme dalam jejaring makanan yang terbentuk. Tingkat trofik setiap jenis ikan ditentukan dengan formula Christensen Pauly 1992 berdasarkan persamaan berikut : Troph i = 1 + ∑ RM HQ S PT Q U VW ………………….. 11 Troph i = Tingkat trofik jenis ikan i G = Jumlah total organisme mangsa DC ij = Fraksi mangsa ke- j dalam makanan pemangsa i troph j = Tingkat trofik kelompok pakan ke- j Selanjutnya berdasarkan analisis makanan tersebut dibuat jejaring makanan untuk menggambarkan pergerakan aliran energi yang terjadi dalam komunitas ikan di perairan Teluk Kendari.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lingkungan Perairan

1. Lingkungan Fisik Kimiawi

Kondisi lingkungan fisik kimiawi perairan Teluk Kendari cukup bervariasi. Kisaran nilai setiap parameter seperti salinitas, kekeruhan, suhu, kecepatan arus, kecerahan, oksigen terlarut, pH, nitrat, nitrit, amoniak, dan ortofosfat tertera pada Lampiran 1. Salinitas perairan selama penelitian berkisar antara 10,5–35,5‰. Salinitas terendah terjadi pada bulan Februari 10,5–22,5‰ dan April 13,5–27‰ yang merupakan musim hujan. Secara spasial salinitas terendah terjadi di Zona I pada lapisan permukaan kedalaman 0,5 m dengan kisaran 10,5–13,0‰ Lampiran 1, sedangkan salinitas lapisan air pada bagian bawah kedalaman 4 m lebih tinggi dari lapisan atas 20,0–27,0‰. Hal ini berhubungan dengan adanya masukan air tawar dari empat sungai besar Mandonga, Kadia, Wanggu dan Kambu. Air tawar dengan kerapatan jenis yang rendah akan berada pada lapisan permukaan, sebaliknya air laut dengan kerapatan jenis yang lebih tinggi akan mengisi lapisan air pada bagian bawah. Walaupun demikian, adanya sirkulasi air yang teratur menyebabkan terjadinya percampuran massa air sehingga salinitas pada kedalaman berbeda relatif seragam. Secara keseluruhan kisaran salinitas masih mendukung kehidupan biota yang mendiami perairan Teluk Kendari. Kecerahan perairan berkisar antara 55,0–355,0 cm. Kecerahan terendah terjadi pada bulan Februari 80,0–200 cm, dan April 55,0–88 cm yang bertepatan dengan berlangsungnya musim hujan. Ketika musim tersebut, limpasan air hujan yang tinggi membawa serta hasil sampingan aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu sehingga kekeruhan perairan meningkat pada bulan Februari 1,15– 5,14 NTU dan April 0,9–10,25. Kekeruhan perairan saat penelitian berkisar antara 0,42–10,25 NTU Lampiran 1. Kekeruhan tersebut bukan saja menurunkan kecerahan perairan tetapi juga memengaruhi kehidupan ikan yaitu memengaruhi ketersediaan sumber daya makanan berupa fitoplankton dan fitobentos; dapat mengurangi jangkauan penglihatan ikan dalam mencari makanannya seperti ukuran, bentuk, dan warna makanan terutama ikan yang mengandalkan penglihatan dalam mencari makanannya Kneib, 1987 Blaber et al., 1995; Carter et al., 2010; dan memengaruhi kinerja fungsi organ seperti insang sehingga proses pertukaran gas untuk respirasi tidak optimal Bunt et al., 2004. Menurunnya jangkauan jarak penglihatan predator karena kekeruhan dapat meningkatkan