tubuh setelah dikurangi pembelanjaan energi untuk fekal, metabolisme, dan urin Jennings et al., 2003. Makanan merupakan faktor penentu bagi perkembangan populasi
ikan Odum, 1998 sehingga memengaruhi distribusi dan kelimpahan populasi di perairan.
Distribusi kelompok ikan pelagis dengan kelimpahan yang tinggi sering terkonsentrasi pada daerah-daerah dengan produktivitas primer yang cukup tinggi Nontji,
1993. Beberapa spesies tersebut khusus menggunakan makanan pada tingkat trofik yang paling rendah fitoplankton atau detritus Day et al., 1989.
D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Pengelolaan sumber daya ikan merupakan kesatuan proses yang dilakukan untuk menunjang keberlanjutan sumber daya ikan. Pengelolaan tersebut meliputi metode
holistik, analitik, dan pendekatan ekosistem King, 1995; Sparre Venema 1998; Jennings et al., 2003; Widodo Suadi, 2006.
Model holistik merupakan model yang memperlakukan populasi sebagai biomassa yang homogen dan tidak memperhitungkan strukturnya komposisi umur, ukuran, dan
seks. Model ini sukar diterapkan pada perikanan tropis yang multi jenis dan beragam alat tangkap karena terdapat sejumlah kesulitan jika dikaitkan dengan ketersediaan data yang
akurat dan dapat diandalkan Widodo Suadi, 2006. Model analitik merupakan model yang didasarkan pada deskripsi stok yang lebih
rinci dan lebih banyak membutuhkan data masukan kualitas dan kuantitas seperti parameter pertumbuhan, rekrutmen, dan mortalitas. Metode ini lebih menekankan pada
dinamika populasi dari spesies target saja, dan interaksi antara satu spesies dengan spesies lain tidak diperhatikan, padahal perikanan tropis merupakan multi jenis sehingga adanya
penangkapan terhadap satu spesies memberikan dampak terhadap spesies lain Valiela, 1989; Jennings et al., 2003; Widodo Suadi, 2006.
Pendekatan ekosistem merupakan pendekatan yang mengikutsertakan keseluruhan komponen utama ekosistem dan berbagai jasa yang diberikannya dalam perhitungan
untuk memperoleh suatu upaya pengelolaan perikanan secara berkelanjutan Jennings et al
., 2003; Widodo Suadi, 2006, serta dapat diterapkan pada perikanan multi jenis. Pendekatan tersebut memadukan berbagai informasi yang tersedia seperti produktivitas
primer, sumber daya ikan, dan berbagai pola hubungan makan-memakan atau rantai dan jaring makanan, untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dari proses dinamis yang
terjadi pada ekosistem perairan. Pengelolaan dengan pendekatan ekosistem membutuhkan
informasi mengenai struktur sistem jaringan makanan untuk menentukan keterkaitannya dengan produktivitas perairan dan perikanan.
Menurut Garcia et al. 2003, suatu pendekatan ekosistem mempertimbangkan interaksi antara komponen fisik, biologis dan manusia yang dapat menjamin kesehatan
setiap komponen termasuk di dalamnya keberlanjutan spesies yang dikelola. Interaksi di dalam ekosistem memerlukan identifikasi empat kompartemen utama ekosistem yaitu:
komponen non hayati, hayati, perikanan tangkap, dan komponen kelembagaan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan berbasis ekosistem membutuhkan
pengelolaan yang mempertimbangkan semua interaksi stok ikan sasaran dengan pemangsaan, pesaing dan mangsa Ward et al., 2002
a
dan 2002
b
; Garcia et al., 2003, efek dari cuaca dan iklim terhadap ekologi perikanan, interaksi yang kompleks antara
ikan dan habitatnya, dan efek penangkapan terhadap stok ikan dan habitat Scandol et al., 2005.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi 3
o
57’50”–3
o
59’30” LS dan 122
o
32’–122
o
36’30” BT dan berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai Juli 2010.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei post facto. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi yang ditentukan secara horisontal dengan
mempertimbangkan keterwakilan komunitas ikan dan kedalaman perairan Teluk Kendari Gambar 2 yaitu :
Zona I = Perairan bagian barat dengan posisi 3
o
58’58’’ LS dan 122
o
33’01’’ BT. Zona ini banyak menerima masukan air tawar dari empat sungai besar
Mandonga, Kadia, Wanggu, dan Kambu yang membawa beban masukan bahan organik dan sedimentasi. Bahan organik berasal dari
permukiman penduduk, pertambakan, kegiatan pertanian yang terdapat di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil. Sedimentasi cukup tinggi
di daerah ini berasal dari hasil aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu. Kedalaman perairan di zona ini
maksimal 5 meter. Zona II = Perairan bagian tengah dengan posisi 3
o
58’25” LS dan 122
o
33’36’’ BT. Zona ini berkedalaman sekitar 5 sampai 10 meter.
Zona III = Perairan bagian timur dengan posisi 3
o
58’25’’ LS dan 122
o
34’38’’ BT. Zona ini berada dekat mulut teluk sehingga lebih banyak dipengaruhi
oleh masuknya air laut dari luar Teluk Kendari. Selain itu daerah ini relatif dalam dengan kedalaman 10 sampai 20 meter.
Pengambilan contoh di setiap zona dilaksanakan sebanyak dua belas kali dengan selang waktu satu bulan satu kali.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Contoh Air Contoh air untuk pengamatan parameter kualitas air diperoleh dengan
menggunakan Kemmerer Water Sampler volume 2 liter. Pengambilan contoh air dilakukan dengan interval waktu dua bulan sekali pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter
dan dilakukan pada pukul 07.00–08.00 Wita. 2. Contoh Plankton
Contoh plankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 ukuran 64 µm dengan diameter 30 cm dan panjang 120 cm. Pengambilan contoh dilakukan pada
pukul 10.00–14.00 Wita pada hari yang sama dengan pengambilan contoh ikan. Gambar 2. Letak zona penelitian di perairan Teluk Kendari
Sumber : modifikasi dari Asriyana, 2004
TELUK KENDARI