Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Spasial

Gambar 3. Distribusi spasial kelimpahan A dan biomassa B fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010 Zona I dan II mempunyai kelimpahan dan biomassa yang tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan kedua zona tersebut memiliki kandungan amoniak 0,318 mg L -1 dan ortofosfat 0,019-0,020 mg L -1 yang relatif sama, sehingga kelimpahan maupun biomassanya juga relatif tidak jauh berbeda. Biomassa rata-rata fitoplankton di perairan ini 0,41–2,87 mg chl a m -3 lebih rendah dibandingkan perairan estuari Segara Anakan yang berkisar 2–18 µg chl a L -1 White et al., 1989 atau setara dengan 2–18 mg chl a m -3 dan estuari Teluk Kayeli, Maluku sekitar 0,38–2,662 mg chl a L -1 Pentury Waas, 2009 atau setara dengan 380– 2.662 mg chl a m -3 . Rendahnya biomassa tersebut disebabkan oleh tingginya kekeruhan 0,42–10,25 NTU dan padatan tersuspensi 255–418 Irawati, 2011 yang menghalangi penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Rendahnya penetrasi cahaya menyebabkan fotosintesis tidak berlangsung optimal dan berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan ini. Domingues et al. 2011 melaporkan bahwa di perairan Estuari Guadiana yang keruh, cahaya berperan sebagai pembatas laju pertumbuhan dan produksi fitoplankton, walaupun konsentrasi nutrien 4000 8000 12000 16000 K e li m p a h a n f it o p la n k to n in d .L -1 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 B io m a s s a f it o p la n k to n m g c h l a m -3 I II III Zona A B Bacillariophyceae Cyanophyceae Dinophyceae Chlorophyceae cukup tinggi, sehingga berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan tersebut.

c. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Temporal

Kelimpahan dan biomassa fitoplankton secara temporal tertera pada Gambar 4, Lampiran 2 dan 3. Secara temporal, kelimpahan total tertinggi terjadi pada bulan Agustus 41.270 sel L -1 dan terendah terjadi pada bulan Mei 3.744 sel L -1 . Pada bulan Agustus sebagai akhir dari musim timur terjadi penumpukan unsur hara terutama fosfat Edward Tarigan, 2003 yang berasal dari Laut Banda yang merupakan daerah upwelling. Adanya sumbangan zat hara tersebut serta didukung oleh cahaya yang cukup memungkinkan fitoplankton dapat berfotosintesis dan meningkatkan kelimpahannya di perairan. Sebaliknya, tingginya kelimpahan pada bulan Agustus tidak didukung oleh biomassa yang tinggi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus dapat meningkatkan persaingan antar individu dalam mendapatkan zat hara untuk tumbuh, sehingga memengaruhi ukuran individu dan selanjutnya berpengaruh terhadap biomassanya yang rendah 0,44 mg chl a m -3 . Di sisi lain, biomassa tertinggi terjadi pada bulan Februari 1,80 mg chl a m -3 yang berkaitan dengan tingginya produktivitas primer pada bulan tersebut sebesar 120,99 mgC m -3 jam -1 data belum dipublikasikan. Djumanto et al. 2009 menyatakan bahwa dalam hubungan antara biomassa dan kelimpahan fitoplankton di perairan Bawean, diperoleh gambaran bahwa biomassa yang tinggi tidak diikuti oleh kelimpahan individu yang tinggi. Di sisi lain, pada kelimpahan yang tinggi individu genus fitoplankton maupun zooplankton ditemukan dalam kondisi kurus yang diduga disebabkan oleh persaingan untuk mendapatkan unsur hara maupun mangsa. Ketika kelimpahan fitoplankton rendah, maka tingkat persaingan untuk mendapatkan nutrien rendah sehingga fitoplankton dapat memanfaatkan nutrien dengan optimal dan dapat meningkatkan biomassanya. Eslinger et al. 2001 dan Roitz et al. 2002 menyatakan bahwa sebaran biomassa fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara. Gambar 4. Distribusi temporal kelimpahan A dan biomassa B fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

3. Biomassa Detritus

Menurut Swift et al. 1979, detritus merupakan bentuk nir hayati dari materi organik termasuk bagian jaringan tumbuhan daun, kayu, akar, tumbuhan air, alga, jaringan hewan, feses atau hasil sekresi dari organisme. Dalam penelitian ini, biomassa detritus ditentukan berdasarkan nilai produktivitas primer fitoplankton di perairan data belum dipublikasikan. Biomassa detritus yang diprediksi dari persamaan 3 sebesar 2,57 t km -2 th -1 untuk luasan 10,84 km -2 atau setara dengan 27,87 t th -1 . Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan perairan Pulau Raja Ampat, Papua sebesar 100 t km -2 th -1 Pitcher et al., 2007 dan perairan Brazil Timur sebesar 201,91 t km -2 th -1 Freire et al., 2008. 6000 12000 18000 24000 30000 36000 42000 K e li m p a h a n f it o p la n k to n S e l L -1 A g u .0 9 S e p .0 9 O k t. 9 N o v .0 9 D e s .0 9 J a n .1 F e b .1 M a r. 1 A p r. 1 M e i1 J u n .1 J u l. 1 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 B io m a s s a f it o p la n k to n m g c h l a m -3 A g u .0 9 O k t. 9 D e s .0 9 F e b .1 A p r. 1 J u n .1 Bulan A B Bacillariophyceae Cyanophyceae Dinophyceae Chlorophyceae