Genera Makroavertebrata Bentik Makroavertebrata Bentik
b.
Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata Bentik Secara Spasial
Kepadatan dan biomassa makroavertebrata bentik secara spasial tertera pada Gambar 8, Lampiran 7 dan 8. Secara spasial terlihat bahwa kepadatan makroavertebrata
bentik tertinggi terjadi di Zona II 449 ind m
-2
dan terendah di Zona III 287 ind m
-2
, sedangkan biomassa tertinggi terjadi pada Zona I 111,08 g m
-2
dan terendah di Zona III 28,94 g m
-2
. Walaupun kepadatan cukup tinggi di Zona II, namun biomassa makroavertebrata
bentik lebih rendah 91,63 g m
-2
dibandingkan Zona I 111,08 g m
-2
. Keadaan tersebut berkaitan erat dengan :
1. Ukuran bentik: ukuran bentik di Zona II relatif kecil dibandingkan pada Zona I khususnya pada
kelas Pelecypoda Lampiran 8 sehingga akan berdampak pada bobot
individu dan biomassa yang rendah. 2. Kondisi oseanografi: zona II merupakan daerah peralihan dari Zona I yang banyak
dipengaruhi oleh air tawar dan Zona III yang dipengaruhi oleh air laut dari luar teluk. Oleh karena itu diduga hanya organisme bentik yang bersifat eurihalin yang dapat
hidup di zona ini, sedangkan bentik yang stenohalin akan membutuhkan energi yang cukup besar untuk beradaptasi dalam menoleransi kondisi tersebut. Semakin banyak
energi yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut maka semakin kecil energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan untuk memperbesar
ukuran tubuh sehingga berpengaruh terhadap biomassa. 3. Ketersediaan bahan organik total: di Zona I ditemukan bahan organik total 1,14–2,57
mg L
-1
lebih tinggi dibandingkan Zona II 0,12–2,45 mg L
-1
Asriyana, 2004. Bahan organik memiliki hubungan yang kuat dengan biomassa bentik sebagai sumber
makanan Sousa et al., 2008. Kepadatan individu yang lebih rendah dibanding Zona II memberikan peluang yang cukup besar untuk mendapatkan makanan tersebut sehingga
pertumbuhan bentik lebih optimal dan berpengaruh pada ukuran biomassanya. 4. Kondisi kedalaman: Zona I merupakan perairan yang relatif dangkal dibandingkan
Zona II sehingga faktor ekologi yang dibutuhkan bentik untuk pertumbuhannya cukup terpenuhi yaitu sedimen lebih teroksigenasi dan suhu lebih tinggi Bagatini et al.,
2007, sehingga makanan yang cukup tersedia dan faktor lingkungan yang menunjang dapat meningkatkan pertumbuhan dan akhirnya menyebabkan biomassa bentik
meningkat.
Berbeda halnya dengan Zona I dan II, Zona III mempunyai kepadatan bentik yang rendah 287 g m
-2
dan diikuti pula oleh rendahnya biomassa 28,94 g m
-2
dibandingkan zona lainnya Selain perbedaan komposisi penyusun dengan zona lainnya Polychaeta dan
Echinodermata tidak ditemukan, biomassa dari kelas Gastropoda dan Pelecypoda juga terlihat rendah sehingga menyebabkan biomassa bentik di zona ini rendah.
Gambar 8 juga menunjukkan bahwa Pelecypoda dan Gastropoda merupakan kelas yang dominan dalam kepadatan maupun biomassa dibandingkan kelas makroavertebrata
lainnya. Kondisi ini tidak berubah dari yang ditemukan pada tahun 2000 Ramli Pangerang, 2000. Di perairan Teluk Jakarta Kastoro et al., 1990, Teluk Bayur, dan
Bungus Sumatera Barat Kastoro et al., 1999, kelas Polychaeta merupakan kelompok yang dominan selain filum Mollusca. Keadaan ini berkaitan dengan kondisi substrat yang
didominasi oleh lumpur dan pasir halus Elias, 1992; Kastoro et al., 1990; Ilahude et al., 2000, demikian pula di perairan Teluk Kendari Bappeda, 2000.
100 200
300 400
500
K e
p a
d a
ta n
m a
k ro
a v
e rt
e b
ra ta
b e
n ti
k In
d .m
-2
30 60
90 120
B io
m a
s s
a m
a k
ro a
v e
rt e
b ra
ta
b e
n ti
k g
m
-2
I II
III Zona
A
B
Amphineura Polychaeta
Crustaceae Echinodermata
Gastropoda Pelecypoda
Gambar 8. Distribusi spasial kepadatan A dan biomassa B makroavertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010
Menurut Nybakken 1992, komunitas makrobentik yang hidup di substrat lunak lumpur mempunyai penyebaran yang tidak merata dan variasi tertentu dari kelimpahan
dan komposisi jenis. Hal ini disebabkan oleh kemampuan larva dalam memilih habitat untuk menetap dan menunda fase metamorfosa. Selain itu parameter hidrologi utama
suhu, salinitas, pergerakan air, dan cahaya juga memengaruhi penyebaran makrobentos saat fase makrobentos masih muda larva.
c.
Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata Bentik Secara Temporal
Kepadatan makroavertebrata bentik setiap bulan tertera pada Gambar 9. Kepadatan tertinggi terjadi pada bulan September 997 ind m
-2
dan diikuti oleh tingginya biomassa 324,04 g m
-2
. Demikian pula kepadatan bentik yang rendah pada bulan Desember 106 ind m
-2
diikuti oleh rendahnya biomassa pada bulan tersebut 1,68 g m
-2
. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya kepadatan makroavertebrata bentik di
perairan Teluk Kendari diikuti oleh tinggi rendahnya biomassa. Pada bulan Februari terlihat kepadatannya lebih rendah dibanding bulan Agustus
sampai November, namun mempunyai biomassa yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan pada bulan Februari, kepadatan kelas Pelecypoda lebih dominan dibandingkan kelas
lainnya. Selain itu, ukuran Pelecypoda yang ditemukan pada bulan Februari relatif lebih besar dibandingkan dengan bulan
lainnya Lampiran 8. Tait 1981 dan Odum 1998 menyatakan bahwa bervariasinya kepadatan dan biomassa makroavertebrata bentik dari
waktu ke waktu berhubungan dengan produktivitas perairan dan ketersediaan makanan. Moore et al. 2004 menyatakan bahwa detritus memengaruhi struktur trofik dan
dinamika dalam komunitas yaitu berperan dalam menunjang keragaman spesies, biomassa pemangsa, dan mendukung organisme autotrof. Adanya detritus sebagai sumber
makanan bentik dapat meningkatkan produksi makroavertebrata bentik di perairan. Menurut Kastoro et al. 1990, Elias 1992, dan Ilahude et al. 2000, dominansi
makroavertebrata bentik di perairan ditentukan oleh kondisi substrat dan biologi cara makan individu bentik. Tipe cara makan yang dominan di dataran lumpur adalah pe-
makan deposit dan pemakan bahan melayang suspensi. Pemakan deposit umumnya ditemukan pada substrat berlumpur karena secara relatif lumpur mempunyai permukaan
yang lebih besar, yang dapat mengikat materi organik sebagai sumber makanan pemakan deposit. Komponen detritus yang lebih besar juga dapat diakumulasi karena gerakan arus
yang lambat Sanders, 1958; Nybakken, 1992.
Gambar 9. Distribusi temporal kepadatan A dan biomassa B makro- avertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010