36
tahu harus membaca buku apa. Seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga belajar berikut:
“ saya mah bingung ke taman bacaan teh mau baca apa? Lagian dirumah juga masih banyak yang harus diurusin.”
Nng, 46thn Sebagian besar warga belajar yaitu sebesar 86,8 persen menyatakan, tersedianya
taman bacaan nyatanya tidak mampu membantu warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara warga belajar. Sisanya sebesar 13,3 persen merasa kehadiran taman
bacaan telah membantu dalam mempertahankan kemampuan aksara mereka karena warga belajar tersebut sering mengunjungi taman bacaan. warga belajar mengakui, mereka
mengunjungi taman bacaan apabila pekerjaan domestik sudah selesai yaitu di siang dan sore hari bersama dengan warga belajar lainnya, tutor, atau hanya seorang diri. Buku
bacaan yang sering dibaca oleh ibu-ibu yaitu mengenai buku resep masakan, buku cara merawat anak dengan baik, dan buku mengenai KB.
5.1 Ringkasan
Mayoritas warga belajar yang masih mampu mempertahankan kemampuan aksara yaitu yaitu warga belajar yang telah melewati Tahap III atau tahapan pelestarian, serta
adanya tutor yang memiliki motivasi yang tinggi untuk memicu motivasi warga belajar agar mampu mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar. Disisi lain,
ada pula warga belajar yang masih mampu mempertahankan kemampuan aksaranya, namun warga belajar tersebut tidak melewati Tahap III atau tahapan pelestarian. Dalam hal
ini, diduga ada faktor lain yang mempengaruhi warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksaranya. Diduga karakteristik warga belajar dan dukungan lingkungan
mempengaruhi kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara, hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
37
6 PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN DARI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DALAM MEMPERTAHANKAN
KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR
6.1 Karakteristik Warga Belajar 6.1.1 Umur
Umur responden dibagi dalam dua kategori yaitu produktif dan non produktif. Umur produktif ialah responden yang berumur 15-45 tahun, sedangkan yang tidak
produktif ialah 45 tahun keatas. Umur warga belajar dibagi dalam dua kategori yaitu produktif dan non produktif. Umur produktif ialah warga belajar yang berumur 15-45
tahun, sedangkan yang tidak produktif ialah 45 tahun ke atas. Jumlah warga belajar yang menjadi responden penelitian ini 55,7 persen 25 orang tergolong usia produktif, dan 44,3
persen 20 orang termasuk umur tidak produktif. Seseorang dalam umur produktif masih memungkinkan untuk bisa diasah dan
dimaksimalkan kemampuannya, sehingga mereka menjadi sasaran utama program KF. Namun demikian, penduduk Desa Citapen yang telah berumur di atas 45 tahun tetap
diperbolehkan untuk mengikuti program KF di SKBM SLIM karena tingginya keinginan mereka untuk melek aksara. Diduga warga belajar dalam umur produktif lebih lebih
berhasil mempertahankan kemampuan aksaranya daripada umur tidak produktif.
Tabel 5 Pengaruh Umur terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Umur Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Tidak Produktif
18 64,3 7 41,2
Produktif 10 35,7
10 58,8 Jumlah
28 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
38
Tabel 5 menunjukkan bahwa umur warga belajar memiliki pengaruh dengan
kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Sebesar 64,3 persen 18 orang termasuk dalam katagori umur tidak produktif dan memiliki
kemampuan mempertahan aksara rendah artinya warga belajar tersebut telah mengalami buta aksara kembali. Hal ini karena mayoritas dari mereka tidak memiliki motivasi diri
yang rendah, minimnya pengingatan di usia mereka, dan faktor kesehatan sehingga sulit untuk mempertahankan kemampuan aksara. Di sisi lain ada pula warga belajar yang masuk
dalam kategori umur tidak produktif, namun memiliki kemampuan mempertahan aksara tinggi, yang artinya warga belajar tersebut masih mampu membaca menulis dan berhitung
yaitu sebesar 41,2 persen 7 orang, karena warga belajar memiliki motivasi yang tinggi dalam dirinya untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
Warga belajar yang masuk dalam kategori umur produktif lebih mampu mempertahankan kemampuan aksara. Terbukti Warga belajar yang masuk dalam kategori
umur produktif dan memiliki kemampuan mempertahan aksara tinggi atau masih mampu membaca, menulis, dan berhitung yaitu sebesar 58,8 persen 10 orang. Selebihnya warga
belajar yang masuk dalam kategori umur produktif, namun memiliki kemampuan mempertahan aksara rendah yaitu sebesar 35,7 persen 10 orang. Hal ini karena rendahnya
motivasi dari warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
6.1.2 Status Pernikahan
Status pernikahan adalah keterkaitan dan tanggung jawab warga belajar terhadap perannya dalam keluarga. Warga belajar dibatasi dengan status belum menikah, menikah,
dan janda. Warga belajar yang belum menikah berarti memiliki tanggung jawab terhadap perannya dalam keluarga yaitu rendah, warga belajar yang telah menikah dan janda berarti
memiliki tanggung jawab terhadap perannya dalam keluarga tinggi, karena mereka harus mengurusi keluarga mereka. Mayoritas warga belajar memiliki status menikah yaitu
menikah sebesar 93,4 persen 42 orang. Sisanya belum menikah 2,2 persen 1 orang, dan janda sebesar 4,4 persen 2 orang.
Tabel 6 menunjukan, bahwa status pernikahan berpengaruh dengan kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara. Sebesar 61,9 persen 26 orang
tergolong dalam kategori berstatuskan telah menikah dan memiliki kemampuan
39
mempertahankan kemampuan aksara rendah atau telah mengalami buta aksara kembali. Hal ini karena sibuknya pekerjaan domestik, sehingga sulit meluangkan waktu untuk belajar
kembali di rumah, serta beberapa dari warga belajar tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan tempat tinggal, yaitu tidak adanya izin dari para suami mereka untuk mengikuti
program KF sehingga warga belajar mengikuti kegiatan belajar mengajar secara diam- diam.
Warga belajar yang berstatuskan menikah dan mengalami buta aksara kembali dua kali lipat lebih banyak daripada warga belajar yang telah menikah dan mampu
mempertahankan kemampuan aksara. Hal ini menegaskan bahwa status menikah mempengaruhi kemampuan mempertahankan kemampuan aksara warga belajar.
Tabel 6 Pengaruh Status Pernikahan terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Status Pernikahan Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Belum Menikah
1 100,0 Menikah
26 61,9 16 38,1
Janda 2 100,0
Jumlah 28 100,0
17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Seperti halnya warga belajar yang berstatuskan menikah, mayoritas warga belajar yang masuk dalam kategori janda juga memiliki kemampuan mempertahankan aksara
rendah atau telah buta aksara kembali yaitu sebesar 100 persen 2 orang. Hal ini dikarenakan warga belajar yang berstatuskan janda memiliki pekerjaan sebagai pembantu
rumah tangga, pekerjaan mereka berlangsung dari pagi hari hingga sore hari. Setelah selesai dari bekerja pun mereka masih harus melakukan pekerjaan domestik di rumahnya, sehingga
mereka sulit meluangkan waktu untuk belajar atau mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki, seperti yang dikemukakan oleh salah satu warga belajar sebagai berikut:
“saya kan kerja dirumah bu H. Embed dari pagi sampai sore, sampai rumah juga masih ada aja kerjaan yang harus diselesain, jadikan udah kecapean duluan, jadi
gak ada waktu buat belajar lagi” Yyt, 60thn
40
Warga belajar yang temasuk dalam kategori belum menikah dan memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi atau masih mampu membaca, menulis, dan
berhitung yaitu sebesar 100 persen 1 orang, karena tingginya motivasi warga belajar dan banyaknya waktu luang yang dapat digunakan untuk mempertahankan kemampuan aksara
yang di miliki. Hal ini membuktikan semakin rendah tanggung jawab yang dimiliki oleh warga belajar, maka kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki oleh
warga belajar semakin tinggi.
6.1.3 Jumlah Anak
Keterbatasan warga belajar yang mayoritas ibu rumahtangga adalah jumlah anak mereka, terutama jika memiliki anak balita. Sebaran responden warga belajar sesuai
jumlah anak adalah sebagai berikut: 64,4 persen 29 orang memiliki jumlah anak tiga sampai lima anak dan tidak memiliki balita, 20 persen 9 orang memiliki jumlah anak
maksimal dua dan tidak memiliki balita, 2,2 persen 1 orang memiliki jumlah anak enam sampai delapan orang dan tidak memiliki balita, dan ada 13,3 persen 6 orang memiliki
balita. Warga belajar yang memiliki balita, berarti memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengasuh anaknya. Hubungan antara jumlah dan umur anak dengan tingkat
mempertahankan kemampuan aksara disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan, bahwa tidak terdapat pengaruh antara jumlah dengan
kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara. Mayoritas warga belajar sebesar 72,5 persen 21 orang memiliki jumlah tiga sampai lima anak dan tidak
memiliki balita, memiliki kemampuan mempertahankan aksara rendah. Warga belajar yang memiliki jumlah enam sampai delapan anak dan tidak memiliki
balita, namun memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi yaitu sebesar 100 persen 1 orang. Hal ini dikarenakan, walaupun jumlah anak yang dimiliki banyak namun
usia anak tersebut sudah memasuki usia dewasa bahkan sudah ada yang menikah, sehingga banyaknya anak yang dimiliki tidak mempengaruhi warga belajar dalam mempertahankan
kemampuan aksara yang dimiliki.
41
Tabel 7 Pengaruh Jumlah Anak terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Jumlah Anak Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Memiliki Balita
2 33,3 4 66,7
0 sampai 2 tidak memiliki balita 5 55,6
4 44,6 3 sampai 5 tidak memiliki balita
21 72,5 8 27,6
6 sampai 8 tidak memiliki balita 1 100,0
Jumlah 28 100,0
17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Warga belajar yang memiliki balita dan memiliki kemampuan mempertahankan aksara rendah yaitu sebesar 33,3 persen 2 orang. Pada kenyataannya terdapat warga
belajar yang memiliki balita namun memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi yaitu sebesar 66,7 persen 4 orang, bahkan warga belajar yang memiliki anak balita lebih
banyak yang mampu mempertahankan keaksaraannya dibandingkan dengan warga belajar yang tidak memiliki balita. Hal ini karena warga belajar tersebut mengasuh anaknya
sekaligus belajar mempertahankan aksaranya yaitu ketika mereka belajar sekaligus mengajari anaknya yang balita untuk membaca dan berhitung, sehingga mereka mampu
mempertahankan kemampuan aksaranya, serta adanya dukungan dari suami mereka untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
6.1.4 Pendidikan Formal
Sejumlah 31,1 persen 14 orang responden warga belajar pernah mencicipi bangku
sekolah formal, meskipun hanya sampai SD kelas 6 sedangkan sisanya sebanyak 68,9
persen 31 orang tidak pernah sekolah. Namun setelah bertahun-tahun tidak pernah dipergunakan, mereka yang pernah sekolah telah kehilangan kemampuan aksaranya
kembali. Warga belajar yang pernah mengikuti sekolah formal sampai diatas kelas 3 SD mengakui, walaupun mereka pernah sekolah SD, namun sebelum mereka mengikuti
progam KF mereka sama sekali tidak dapat membaca, menulis, dan berhitung. Diduga ada
42
pengaruh pendidikan formal yang pernah dilalui dengan kemampuan mempertahankan keaksaraan dari warga belajar.
Tabel 8 Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Pendidikan Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Tidak Pernah SD
21 67,7 10 32,3
1 SD ≥ x ≥ 3 SD
7 58,3 5 41,7
3 SD 2 100,0
Jumlah 28 100,0
17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Tabel 8 menunjukkan, pendidikan formal mempengaruhi kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara. Warga belajar yang pernah sekolah lebih dari
kelas 3 SD sebesar 100 persen 2 orang memiliki kemampuan aksara tinggi. Begitu pula yang terjadi dengan warga belajar yang tidak pernah mengikuti sekolah formal, sebesar
67,7 persen 21 orang memiliki kemampuan aksara rendah atau telah buta aksara kembali. Warga belajar yang tidak pernah sekolah formal dan mengalami buta aksara kembali dua
kali lipat lebih banyak daripada warga belajar yang tidak pernah sekolah formal dan mampu mempertahankan kemampuan aksara. Hal ini membuktikan semakin rendah
pendidikan formal yang pernah di ikuti warga belajar, maka kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang di miliki oleh warga belajar semakin rendah.
6.1.5 Pekerjaan
Pekerjaan merupakan mata pencaharian warga belajar yang menghasilkan uang. Rendahnya pendidikan warga belajar mempengaruhi pekerjaan yang dimiliki oleh warga
belajar KF. Tabel 12 menunjukan, bahwa sebagian besar pekerjaan warga belajar yaitu ibu
rumah tangga 84,5 persen 38 orang, disusul dengan pembantu rumah tangga 11,1 persen 5 orang, pedagang 2,2 persen 1 orang, dan pengangguran 2,2 persen 1 orang.
Banyaknya warga belajar yang hanya menjadi ibu rumah tangga dikarenakan rendahnya
43
pendidikan warga belajar dan mereka masih berpegangan pada budaya bahwa perempuan pekerjaannya yaitu di dapur untuk memasak, mencuci, dan menjaga anak, sehingga mereka
hanya menggantungkan kehidupan mereka pada penghasilan suami. Padahal pekerjaan suami mereka hanya bekerja sebagai buruh tani, buruh, dan supir yang hanya menghasilkan
uang rata-rata Rp 800.000,00 per bulannya. Pekerjaan warga belajar merupakan salah satu aspek yang diduga dapat
mempengaruhi kemampuan warga belajar untuk mempertahankan keakasaraannya, karena semakin besar tanggung jawab warga belajar pada pekerjaan, maka semakin rendah
kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Tabel
9 menunjukan, pekerjaan yang dimiliki oleh warga belajar berpengaruh terhadap
kemampuan mempertahankan aksara yang dimiliki warga belajar. Mayoritas warga belajar yang memiliki pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki
kemampuan mempertahankan aksara yang rendah atau telah buta aksara kembali yaitu sebesar 60,5 persen 23 orang. Telah terjadi buta aksara kembali karena warga belajar
yang telah menikah memiliki kesibukan dalam pekerjaan domestik yaitu tanggung jawab warga belajar dalam hal memasak, mencuci, dan membereskan rumah sehingga warga
belajar tidak memiliki waktu yang banyak untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki, serta
tidak adanya dukungan dari lingkungan tempat tinggal untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
Tabel 9 Pengaruh Pekerjaan Warga Belajar terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Kategori Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Ibu Rumah Tangga
23 60,5 15 39,5
Pedagang 1 100,0
Pembantu Rumah Tangga 5 100,0
Pengangguran 1 100,0
Jumlah 28 100,0
17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
44
Di sisi lain, ada pula warga belajar yang memiliki pekerjaan ibu rumah tangga, namun memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi, yaitu sebesar 39,5 persen 15
orang. Hal ini dapat terjadi karena warga belajar tersebut memiliki motivasi yang tinggi untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki dimana warga belajar belajar
membaca, menulis, dan berhitung kembali di rumah, belajar bersama anak di rumah, membaca koran setiap pagi, serta tidak malu untuk bertanya kepada tutor.
Warga belajar memiliki pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga 100 persen 5 orang memiliki kemampuan mempertahankan aksara rendah, karena pekerjaan mereka
berlangsung dari pagi hari hingga sore hari. Setelah selesai dari bekerja pun mereka masih harus melakukan pekerjaan domestik di rumahnya, sehingga mereka sulit meluangkan
waktu untuk belajar atau mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki Warga belajar yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang, memiliki kemampuan
mempertahankan aksara yang tinggi atau masih mampu membaca, menulis dan berhitung yaitu sebesar 100 persen 1 orang. Hal ini dikarenakan ia menerapkan kemampuan aksara
yang dimiliki saat berdagang, seperti mengukur takaran minyak, menimbang makanan, membaca tulisan dikemasan, menghitung uang, dan menulis nota belanjaan setiap harinya,
sehingga warga belajar tersebut berdagang sekaligus belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
Warga belajar yang tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran, dan memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi yaitu masih mampu membaca, menulis, dan
berhitung yaitu sebesar 100 persen 1 orang. Tidak adanya pekerjaan yang dimiliki dikarenakan warga belajar tersebut mengalami lumpuh dan berstatuskan belum menikah.
Warga belajar tersebut mengakui dirinya memiliki motivasi yang kuat dan banyak waktu luang untuk belajar kembali membaca, menulis, dan berhitung dirumahnya agar menutupi
kekurangan fisik yang ia miliki.
6.1.6 Motivasi Warga
Motivasi warga belajar adalah kemauan dari dalam diri warga belajar untuk mau belajar dan mempertahankan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Motivasi
belajar dikategorikan menjadi motivasi rendah dan motivasi tinggi. Motivasi diukur dengan tidak ada dan banyaknya usaha yang dilakukan oleh warga belajar dalam mempertahankan
45
kemampuan aksaranya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62,2 persen 28 orang responden bermotivasi rendah, dan hanya 37,8 persen 17 orang bermotivasi tinggi.
Diduga semakin tinggi motivasi warga belajar maka semakin tinggi pula kemampuan untuk mempertahankan kemampuan aksaranya.
Tabel 10 menyatakan, bahwa motivasi warga belajar berpengaruh pada kemampuan
mempertahankan kemampuan aksara. Hal ini dibuktikan semakin tinggi motivasi warga belajar, maka semakin tinggi pula kemampuan warga belajar dalam mempertahankan
kemampuan aksara yang dimiliki, begitu juga sebaliknya. Sebesar 100 persen 28 orang warga belajar yang masuk dalam kategori motivasi rendah, memiliki kemampuan
mempertahankan kemampuan aksara rendah. Hal ini menunjukkan warga belajar yang memiliki motivasi rendah telah mengalami buta aksara kembali.
Tabel 10 Pengaruh Motivasi Warga Belajar terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Motivasi Warga Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Rendah
28 100,0 Tinggi
17 100,0 Jumlah
28 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Warga belajar yang termasuk dalam kategori motivasi tinggi, memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara tinggi, yaitu masih dapat mempertahankan
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yaitu sebesar 100 persen 17 orang. Warga belajar yang memiliki motivasi tinggi berarti mempunyai kemauan yang tinggi atau usaha
yang maksimal dalam mempertahankan kemampuan aksara, seperti yang dikemukakan salah satu warga belajar berikut:
“walaupun saya cacat, gak bisa jalan, tapi saya punya tekat yang kuat buat bisa membaca,menulis, dan berhitung. Setiap hari saya selalu belajar sendirian, baca
modul yang dikasi tutor, dan sekarang saya masih lancar membaca, menulis, dan berhitung.”
Ynh, 25thn
46
Bentuk motivasi yang dilakukan oleh warga belajar yaitu belajar membaca, menulis, dan berhitung kembali di rumah, belajar bersama anak di rumah, membaca koran setiap pagi,
serta tidak malu untuk bertanya kepada tutor.
6.2 Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal
Dukungan dari lingkungan tempat tinggal adalah bentuk perhatian yang diberikan dari orang-orang yang berada di sekitar warga belajar, yaitu lingkungan keluarga. Selain
program KF dan karakteristik warga belajar, dukungan dari lingkungan tempat tinggal juga diduga memiliki pengaruh dengan kemampuan warga belajar dalam mempertahankan
kemampuan aksaranya. Semakin tinggi dukungan atau motivasi yang diberikan oleh keluarga semakin tinggi pula kemampuan warga belajar dalam mempertahankan
kemampuan aksara yang dimiliki.
Tabel 11 Pengaruh Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Dukugan Lingkungan Tempat Tinggal Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Rendah
28 70 12 30
Tinggi 5 100,0
Jumlah 28 100,0
17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Tabel 11 menyatakan, dukungan dari lingkungan tempat tinggal berpengaruh dengan kemampuan mempertahankan aksara. Sebesar 70 persen 28 orang yang termasuk
dalam kategori dukungan dari lingkungan tempat tinggal rendah, memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara rendah. Warga belajar termasuk dalam kategori
dukungan dari lingkungan tempat tinggal rendah, namun memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara tinggi yaitu sebesar 30 persen 12 orang. Hal ini
karena warga belajar tersebut mendapatkan motivasi dari dirinya sendiri untuk belajar kembali di rumah dan mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki, serta adanya
47
motivasi dari tutor yang selalu mengevaluasi kemampuan warga belajar dan memotivasi warga belajar, sehingga warga belajar tersebut masih mampu mempertahankan kemampuan
aksara yang dimiliki walaupun tidak mendapat dukungan dari lingkungan tempat tinggal. Warga belajar yang termasuk dalam kategori dukungan dari lingkungan tempat
tinggal tinggi dan memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara tinggi yaitu sebesar 100 persen 5 orang. Hal ini berarti warga belajar mendapatkan dukungan yang
besar dari lingkungan tempat tinggal yaitu keluarga. Salah satu faktor yang menyebabkan warga belajar yang mendapatkan dukungan dari lingkungan tempat tinggal tinggi dan
memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara tinggi karena kegiatan belajar mengajar di lakukan di rumah warga belajar yang rumahnya berdekatan dengan warga
belajar yang lainnya sehingga keluarga mereka memberikan motivasi yang tinggi kepada warga belajar, seperti yang dikemukakan salah satu warga belajar berikut:
“Si Bapa ama anak-anak suka ngetes saya kalo dirumah, suka disuruh baca tulisan-tulisan apa aja yang ada dirumah buat ngetes saya udah bisa baca atau
belum.” Evi, 33thn
Bentuk dukungan yang diberikan dari lingkungan tempat tinggal yaitu berupa mengingatkan untuk selalu belajar, membaca, menulis, dan berhitung, membantu belajar di
rumah, serta mengevaluasi atau menguji kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang warga belajar miliki.
6.3 Ringkasan