Peran program keaksaraan fungsional dalam mempertahankan kemampuan aksara warga belajar di PKBM saraga lekas insan mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

(1)

BELAJAR DI PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI

KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR

Oleh:

FERA INDIRA KARINA I34070057

Dosen Pembimbing:

Dr. Ir. EKAWATI S. WAHYUNI, MS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

FERA INDIRA KARINA.The role of “Keaksaraan Fungsional” program in maintaining people basic literacy in People Learning Center Saraga Lekas Insan Mandiri at Ciawi, Bogor. Supervised by EKAWATI S. WAHYUNI.

This study aims to 1) analyze the role of “Keaksaraan Fungsional (KF)” in maintaining village people basic literacy, and to 2) evaluate its impact on the economy. The research was conducted by using survey method on 45 learning people in KF program. All respondents were women at 15 years and over. The study shows that people who joined the complete KF program have higher ability to maintain their basic literacy than those who were not. The KF program does not have direct impact in improving people economy. Some learning people benefitted from the KF program as they became literate their self confidence has also increased and became more self reliance.

Keywords: Keaksaraan Fungsional program, Literacy, Empowerment, Women Empowerment


(3)

RINGKASAN

FERA INDIRA KARINA. Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan EKAWATI S. WAHYUNI.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Saat ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia harus dikembangkan menjadi manusia unggul, oleh karena itu tingginya buta aksara di Indonesia menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Departemen Pendidikan Nasional, tahun 2009 tercatat dari sekitar 8,7 juta penyandang buta aksara, 64 persen adalah perempuan berusia di atas 15 tahun. Kelompok penduduk usia sekolah ini adalah kelompok penduduk usia produktif, sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki pendidikan yang memadai dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pemerintah bersama organisasi masyarakat melaksanakan program Pemberantasan Buta Aksara Keaksaraan Fungsional (PBA-KF) demi meningkatkan angka melek aksara (literacy rate), sebagai upaya mengatasi banyaknya perempuan yang buta aksara. PBA KF dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf hidup warga belajar yang lebih difokuskan kepada upaya pemberdayaan perempuan.

Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk 1) menganalisis pengaruh program KF dalam memelihara atau mempertahankan kemampuan aksara warga belajar 2) mengevaluasi pengaruh kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dalam meningkatkan ekonomi warga belajar. Penelitian ini dilakukan di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Desa Citapen, Kecamtan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Populasi dalam penelitian ini adalah warga belajar KF PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang telah memiliki Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA) dan telah lulus dari program KF setahun yang lalu yaitu berjumlah 50 orang. Pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan Sampel Random Distratifikasi (Stratified Random Sampling), sehingga diperoleh sebanyak


(4)

45 orang menjadi responden penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive (sengaja) dengan teknik bola salju (snowball sampling) yaitu sebanyak tiga orang.

Penelitian ini adalah penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survei yang memanfaatkan kuesioner. Data kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam kepada informan untuk melengkapi kebutuhan data primer penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.

Hasil olahan data menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang diperoleh, bahwa tahapan KF yang dilalui oleh warga belajar memiliki pengaruh dengan kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Sebesar 82,4 persen (14 orang) yang melewati tahapan ketiga, mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka, serta mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca jam, kalender, pengumumam, iklan, menulis biodata, tanda tangan, menghitung pemasukan, pengeluaran dan lain-lain.

Kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar tidak berpengaruh pada peningkatan ekonomi warga belajar, hal ini dibuktikan hanya terdapat seorang warga belajar yang menyatakan bahwa keadaan ekonominya lebih baik dari sebelum mengikuti program KF, selebihnya mengakui bahwa keadaan ekonomi mereka tidak ada perbedaan baik sebelum dan sesudah mengikuti KF. Beberapa warga belajar menerima manfaat lain dari adanya progam KF yaitu kemudahan untuk mendapatkan informasi, kemudahan memasuki kelompok pertemanan, dan peningkatan tingkat kemandirian.

Keberhasilan KF dapat terwujud oleh beberapa faktor, antara lain: 1) melalui ketiga tahapan yang dianjurkan. 2) tersedianya tutor yang berdedikasi tinggi, mampu memotivasi warga belajar, dan memiliki kemampuan mengajar yang baik, karena tutor memiliki peranan yang penting. 3) pembelajaran keterampilan yang diberikan diharapkan terkait langsung dengan mata pencaharian, lapangan pekerjaan, dan pendapatan. Campur tangan Dinas Pendidikan diperlukan dimana Dinas Pendidikan suatu daerah mau bekerjasama dengan instansi lain, hal ini akan memudahkan warga belajar dalam penyediaan modal dan penyaluran hasil keterampilan.


(5)

PERAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL

DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA

BELAJAR DI PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI

KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR

Oleh:

FERA INDIRA KARINA I34070057

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Fera Indira Karina

Nomor Pokok : I34070057

Judul : Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor).

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS NIP. 19600827 198603 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai Skripsi pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia bertanggungjawab atas pernyataan ini.

Bogor, Juli 2011

Fera Indira Karina


(8)

RIWAYAT HIDUP

Fera Indira Karina lahir di Bogor, tanggal 18 Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari Ibu Tatty Suhartati dan Bapak Aries Suroso dan memiliki satu adik bernama Devan Putra Fendita. Sejak kecil penulis bertempat tinggal di Jl. Veteran III No. 12 Citapen, Ciawi-Bogor. Penulis memulai pendidikannya di TK Amaliah pada tahun 1993-1995, kemudian melanjutkan sekolah di SD Amaliah pada tahun 1995-2001, SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri Bogor pada tahun 2004-2007. Saat duduk dibangku SMP sampai SMA, penulis memiliki bayak prestasi dalam bidang menari. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama duduk dibangku kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dengan mengikuti berbagai macam organisasi, antara lain UKM Music Agriculture X-pression (MAX!!) sebagai anggota General Affair pada tahun 2008-2009, dan Manager General Affair pada tahun 2009-2010. Selain itu penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat (HIMASIERA) sebagai anggota Fotografi dan Cinematografi pada tahun 2008-2009, dan anggota Broad Cast pada tahun 2008-2009. Penulis juga tergabung dalam tari saman KPM dan klub teater KPM yaitu Teater UP2Date, serta telah memenangkan berbagai perlombaan teater. Pengalaman kerja penulis adalah asisten praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Komunikasi semester ganjil dan semester genap pada tahun ajaran 2009 – 2010.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul “Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar Sebagai Upaya Pemberdayaan Perempuan (Kasus: PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)”. Penulis sangat bersyukur karena penyusunan Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran dan kritik yang membangun, serta motivasi kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.

2. PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri dan warga belajar Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang senantiasa membantu dan mendukung penelitian penulis.

3. Mamah tersayang, Papah Anton, Alm. Papah Aries, Papih (kakek), Alm. Mimih (nenek), yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan selalu menjadi pemicu semangat penulis untuk memberikan yang terbaik dan menjadi anak kebanggaan. 4. Teman hidup, Harya Buntala Koostanto yang selalu setia menemani penulis

dalam suka dan duka, memberikan dukungan dan perhatian di setiap waktu. 5. Sepupuku tersayang Nadya Hendrian Putri yang selalu menghibur serta setia dan

sabar menemani penulis dalam mengerjakan Skripsi disetiap waktu.

6. Sahabat-sahabat istimewa, Echi, Dimitra, Navalinesia, Laila, Achi, Puput Barbie, Lany dan Cicit atas motivasi, masukan, kegilaan, suka duka yang telah dilewati bersama, dan memberikan warna dalam kehidupan penulis.

7. Teman seperjuangan, Monica, Diadji, dan Wawa sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi untuk menghasilkan Skripsi yang baik.


(10)

8. Keluarga Rangers (Tiqa, Faiz, Iing, Putri, Fikhy) yang telah memberikan kegilaan dan kesenangan disela-sela stress yang melanda saat mengerjakan Skripsi.

9. Teater Up2Date (Rajib, Manda, Bagus, Bocad, Haidar, Lukman, Wira, Pulung, Sela, dll) yang telah memberikan tempat untuk mengekspresikan bakat penulis dan pengalaman atas kemenangan-kemenangan yang telah diraih!

10. Keluarga besar KPM 44 yang dipenuhi oleh kreativitas-kreativitas yang membanggakan, kekompakan dan cerita yang tidak mungkin dilupakan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, bantuan, dan doa dalam menyelesaikan Skripsi.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 3

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4 Kegunaan Penelitian ………. 4

2 PENDEKATAN TEORITIS……… 5

2.1 Tinjauan Pustaka ……… 5

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat ……….. 5

2.1.2 Perempuan dan Pendidikan ………. 6

2.1.3 Program Keaksaraan Fungsional (KF) ……… 8

2.1.3.1 Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional (KF) ……… 11

2.2 Kerangka Pemikiran ………. 13

2.3 Hipotesis………..… 15

2.4 Definisi Konseptual ……… 15

2.5 Definisi Operasional ……….. 15

3 PENDEKATAN LAPANGAN ……… 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …...………..………….. 18

3.2 Teknik Penentuan Responden dan Informan ……….……… 18

3.3 Teknik Pengumpulan Data ……….. 19


(12)

4 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ……… 21

4.1 Profil Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.………… 21

4.1.1 Kondisi Geografis ……….. 21

4.1.2 Jumlah dan Karakteristik Penduduk …... 21

4.1.3 Kondisi Ekonomi dan Matapencaharian Penduduk ... 24

4.2 Program Keaksaraan Fungsional (KF) ... 25

4.2.1 Program Keaksaraan Fungsional di Desa Citapen …………... 25

4.2.2 Profil Program Keaksaraan Fungsional PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri………. 26

4.2.3 Ringkasan... 31

5 PENGARUH PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR ……….………. 32

5.1 Ringkasan ... 36

6 PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR ……...……… 37

6.1 Karakteristik Warga Belajar ………. 37

6.1.1 Umur……….. 37

6.1.2 Status Pernikahan ………. 38

6.1.3 Jumlah Anak ………. 40

6.1.4 Pendidikan Formal ... 41

6.1.5 Pekerjaan……… 42

6.1.6 Motivasi Warga Belajar………. 44

6.2 Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal ……….. 46

6.3 Ringkasan ... 47

7 HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR DENGAN PENINGKATAN EKONOMI WARGA BELAJAR…………. 48


(13)

8 SIMPULAN DAN SARAN ... 53

9.1 Simpulan ……….. 53

9.2 Saran ……… 54


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1 Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten

Bogor menurut Umur Tahun 2011……… 22 Tabel 2 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2010 ……….. 23

Tabel 3 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Mata Pencaharian

Tahun 2010……… 24

Tabel 4 Peran Program KF terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011………..…….. 33

Tabel 5 Pengaruh Umur terhadap Kemampuan Warga Belajar

Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011 ………..……… 37

Tabel 6 Pengaruh Status Pernikahan terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011 ………..……. 39

Tabel 7 Pengaruh Jumlah Anak terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011 ……….. 41

Tabel 8 Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011 ……….……... 42

Tabel 9 Pengaruh Pekerjaan terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara

Tahun 2011 ……….……... 43

Table 10 Pengaruh Motivasi Warga Belajar terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan

Aksara Tahun 2011 ………. 45

Tabel 11 Pengaruh Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011 ……...………. 46


(15)

Tabel 12 Sebaran Jumlah Warga Belajar dalam Perubahan Sesudah


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ……… 14 Gambar 2 Struktur Organisasi Penyelenggara PKBM Saraga Lekas Insan


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Daftar Nama Warga Belajar Di Desa Citapen (Kerangka

Sampling) ……… 59

Lampiran 2 Dokumentasi ……….……… 61 Lampiran 3 Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor …….. 63 Lampiran 4 Jurnal Kegiatan Di Lapangan……… 64


(18)

1.1 Latar Belakang

United Nations (1997) menyatakan bahwa pendidikan dasar sangat penting untuk mencapai tujuan pemberantasan kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, menahan pertumbuhan penduduk, mencapai kesetaraan gender, serta memastikan pembangunan perdamaian, berkelanjutan dan demokrasi. Kemampuan baca tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, di mana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki permasalahan pada pendidikan. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 menyatakan, tercatat dari sekitar 8,7 juta penyandang buta aksara, 64 persen adalah perempuan berusia di atas 15 tahun. Meskipun dari berbagai hasil penelitian menunjukkan setiap tahunnya terjadi penurunan buta aksara, namun hingga saat ini penyandang buta aksara pada perempuan tetap lebih tinggi dari pada laki-laki. Angka buta aksara merupakan salah satu komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk pencapaian pembangunan, demikian juga dalam Millennium Development Goals, angka buta aksara pada orang dewasa (15-24 tahun) merupakan salah satu indikator dalam penilaian pencapaian akses universal pada pendidikan dasar (Goal 2, target 3).1 Oleh karena itu, di anggap penting untuk melihat perkembangan kemajuan indikator ini. Dalam konteks indonesia, terdapat jaminan konstitusi bahwa setiap individu berhak memperoleh pendidikan, sehingga memungkinkan mereka terbebas dari buta aksara (UUD 1945 pasal 31).

Tingginya buta aksara pada perempuan di Indonesia menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan oleh pemerintah. Beberapa dasar dilaksanakannya pemberantasan buta aksara antara lain: 1) melek aksara merupakan hak dasar bagi setiap orang, sekaligus sebagai kunci pembuka bagi memperoleh hak-hak lainnya, 2) masalah buta aksara sangat terkait dengan kemiskinan, kebodohan,

       1

Bachtiar, Adang. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Menurun. [internet]

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/indeks-pembangunan-manusia-indonesia-menurun/ (tanggal 14 Oktober 2010)


(19)

keterbelakangan, dan ketidakberdayaan masyarakat, 3) buta aksara berdampak terhadap pembangunan bangsa (Wahyuni T. et al. 2010).

Salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan buta aksara pada perempuan adalah Program Keaksaraan Fungsional (KF), program ini dicetuskan pada tanggal 8 – 18 September 1965 dalam suatu konferensi mentri pendidikan sedunia tentang pemberantasan buta aksara (eradication of illiteracy) di Teheran, Iran (Marzuki 2010). Sasaran pada program ini adalah kelompok perempuan usia dewasa (15-45 tahun) dan menekankan pada fungsi program secara fungsional dengan strategi membaca, menulis, berhitung, dan aksi serta diskusi yang proses belajarnya disesuaikan oleh konteks warga belajar (Depdiknas 2006). Program ini ditujukan untuk masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi yaitu berasal dari penduduk miskin dan termarjinalkan, sedangkan jika dilihat dari sisi geografi mereka berasal dari daerah terpencil atau masyarakat pinggiran yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau pelayanan pendidikan yang memadai (Aziz 2008). Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Di sisi lain, keaksaraan dapat mempunyai fungsi atau peran membangkitkan pembangunan sosial ekonomi suatu masyarakat.

Saat ini banyak daerah yang bangga karena berhasil menghapus buta aksara. Hal ini terlihat dari data BPS mengenai angka buta aksara yang setiap tahunnya menurun, namun data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan beberapa kasus penelitian, dapat disimpulkan bahwa program KF belum dapat dikatakan berhasil. Program KF baru berhasil dalam pengentasan buta aksara, dan belum berhasil dalam pemberian keterampilan untuk mengentaskan kemiskinan karena keterampilan baca, tulis, dan berhitung dari program KF belum sepenuhnya fungsional, jika kemampuan baca tulis warga belajar tidak bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan status sosial mereka secara menyeluruh (Lutfi 2007).

Pengentasan buta aksara baru terlihat pada tahap jangka pendek yaitu di akhir program KF dan banyak yang mengalami buta aksara kembali setelah program selesai, selain itu belum banyaknya data yang menyatakan keberhasilan KF dalam jangka panjang. Suyono (2006) mengungkapkan, pendidikan hanya layak diklaim berhasil sejauh ia mampu menciptakan manusia-manusia mandiri dan bermartabat, yang keberadaannya dapat memberikan manfaat terhadap keluarganya, orang lain dan lingkungannya. Maka dari itu penelitian pasca program perlu dilakukan untuk mengetahui keefektifan dan keberhasilan program KF yang sebenarnya dalam


(20)

memberdayakan perempuan, dengan melihat kemampuan warga belajar dalam memelihara kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dan memfungsikannya untuk peningkatan ekonomi warga belajar.

1.2 Perumusan Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pembangunan dan sumber daya manusia yang baik juga. Banyaknya buta aksara pada perempuan di Indonesia, mendorong pemerintah untuk membuat Program Keaksaraan Fungsional (KF) guna memberantas buta huruf sekaligus mengentaskan kemiskinan sehingga tercapainya pemberdayaan. Pemerintah menilai program KF telah berhasil mengentaskan buta aksara dan kemiskinan, namun faktanya program KF belum sepenuhnya berhasil. Hal tersebut dikarenakan, warga belajar baru mampu membaca, menulis, dan berhitung, namun keterampilan yang diberikan untuk meningkatkan ekonomi tidak dijalankan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, selain itu banyak terjadi buta aksara kembali pada warga belajar. Untuk itu, diperlukan suatu penggalian informasi maupun penelitian untuk menjawab, ketika keterampilan tidak terpakai, apakah membaca, menulis, dan berhitung masih dapat dipertahankan dan difungsionalkan untuk meningkatkan ekonomi warga belajar, selain itu apakah program KF membantu warga belajar dalam mempertahankan kemampuan menulis, membaca dan berhitung, bila tidak, tindakan apa yang dilakukan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Hal tersebut dikarenakan fungsional dalam keaksaraan, berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar bermakna atau bermanfaat (fungsional) bagi peningkatan mutu kehidupan warga belajar (Ismadi H. et al. 2005). Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah:

1. Apa upaya program KF dalam mempertahankan kemampuan aksara warga belajar?

2. Apakah dengan adanya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung mampu meningkatkan ekonomi warga belajar?


(21)

1.3 Tujuan penelitian

1. Menganalisis pengaruh program KF dalam memelihara atau mempertahankan kemampuan aksara warga belajar.

2. Mengevaluasi pengaruh kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dalam meningkatkan ekonomi warga belajar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Mengacu kepada tujuan penelitian, maka kegunaan dilaksanakannya penelitian ini terbagi menjadi kegunaan penelitian bagi pemerintah, masyarakat awam dan akademisi. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan penelitian bagi pemerintah

Penelitian ini dapat digunakan sebagai media evaluasi pemerintah dan dapat memberikan sumbangsih dalam menyusun program KF, sehingga materi yang diberikan dapat tepat guna dan mampu mengentaskan buta aksara secara jangka panjang.

b. Kegunaan penelitian bagi masyarakat awam

Bagi masyarakat awam, penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai peran program KF dalam mempertahankan kemelekan aksara.

c. Kegunaan penelitian bagi akademisi

Bagi akademisi, khususnya yang mendalami bidang ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran, serta dapat dijadikan landasan bagi penelitian maupun kegiatan akademis lain yang berkaitan dengan penelitian ini.


(22)

2 PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat

Kata “empower” mengandung dua arti. Pertama adalah memberi kekuasaan dan kedua memberikan kemampuan. Dalam pengertian pertama, diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Pengertian kedua diartikan upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan (Oxford English Dictionary dikutip Priyono dan Pranarko 1996). Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan (Sumodiningrat 1999). Ife (1995) mengungkapkan pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

Payne dalam Nasdian (2007) menjelaskan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Memberdayakan warga komunitas merupakan masalah tersendiri yang berkaitan dengan hakikat dari power, serta hubungan antar individu atau lapisan sosial yang lain. Pada dasarnya setiap individu dan kelompok memiliki daya, akan tetapi kadar daya itu akan berbeda antara satu dengan lainnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, antara lain: pengetahuan, kemampuan, status, dan gender.

Pengukuran keberhasilan dari suatu pemberdayaan dapat dilakukan dengan melihat dari adanya indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat. Terdapat lima indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat, antara lain: 1) berkurangnya jumlah penduduk miskin. 2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. 3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. 4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan


(23)

kelompok lain di dalam masyarakat. 5) serta meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya (Sumodiningrat 1999).

2.1.2 Perempuan dan Pendidikan

Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan sarana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam menghadapi kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi tantangan multidimensional, dengan adanya sumber daya manusia yang bermutu maka dengan sendirinya akan mampu bersaing dengan sumber daya manusia negara lain, mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi handal yang sangat diperlukan untuk membangun masa depannya, serta mampu berpartisipasi bersama masyarakat membangun bangsa dan negara melalui berbagai ilmu, budaya seni, dan teknologi untuk mengatasi segala kendala dan masalah yang ada (Inayah 2007). Merujuk pada penjelasan di atas, sangat jelas terlihat bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pembangunan dan sumber daya manusia yang baik juga.

Banyak kasus ditemukan pada beberapa negara, anak perempuan menerima pendidikan yang jauh lebih sedikit dari pada anak laki-laki. Hal tersebut ditunjukkan oleh UNESCO yang menyatakan hampir dua pertiga dari seluruh jumlah penduduk, perempuan di dunia masih buta huruf. Keluarga yang mempunyai anak perempuan kebanyakan hanya akan menyekolahkan anak laki-lakinya terlebih dahulu, bahkan ditemui perempuan tidak diperkenankan mengenyam pendidikan karena adat istiadat atau tradisi mereka tidak menginginkan anak perempuan bersekolah (Empowering Women 2005). Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai masalah tersebut. Pendidikan di Indonesia masih menjadi sesuatu yang mahal bagi perempuan. Kesenjangan pendidikan antar gender diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik dan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 tercatat dari sekitar 8,7 juta penyandang buta aksara, 64 persen adalah perempuan berusia diatas 15 tahun. Meskipun dari


(24)

berbagai hasil penelitian menunjukkan setiap tahunnya terjadi penurunan buta aksara, namun hingga saat ini penyandang buta aksara pada perempuan tetap lebih tinggi dari pada laki-laki. Pernyataan ini dipertegas Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang menyatakan, dilihat dari perspektif gender, disparitas buta aksara antara laki-laki dan perempuan masih relatif besar dan kelompok perempuan miskin yang buta aksara lebih besar daripada penduduk laki-laki.

Banyaknya perempuan yang buta huruf membuat mereka memiliki akses yang minim untuk berinteraksi sosial dan mendapatkan pekerjaan, mereka hanya mampu bekerja dalam sektor pertanian, pembantu rumah tangga, maupun pedagang yang tidak memerlukan tingkat pendidikan tertentu. Hal tersebut berakibat pada penghasilan yang sedikit, sehingga menyebabkan mereka masuk dalam kemiskinan. Dari laporan UNESCO tentang pendidikan dunia, bahwa di kawasan-kawasan termiskin dunia, kaum wanita terkunci dalam suatu lingkaran dengan ibu-ibu yang buta huruf, mengasuh dan membesarkan anak-anak perempuan yang buta huruf yang dikawinkan terlalu muda, lalu memasuki deretan lain yaitu kemiskinan, kebutahurufan, kesuburan yang tinggi dan kematian dini (Inayah 2007). UNESCO menunjukkan bahwa kemiskinan di dunia ini bercirikan perempuan, hal tersebut terbukti dari 1,3 milyar orang yang hidup miskin di dunia ini, 70 persennya adalah perempuan. Disini terlihat bahwa kemiskinan dan pendidikan saling mempengaruhi dan mayoritas penyandang buta aksara adalah perempuan. Hal ini menjadi permasalahan besar, karena indikator untuk mencapai keberhasilan pembangunan yaitu harus adanya pemerataan dari berbagai sektor tanpa membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki.

Keaksaraan adalah hak dan kunci menuju hak yang lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi (UNESCO 2007). Melek huruf (literacy) dapat diinterpretasikan juga sebagai sumber pemberdayaan perempuan. Melek huruf memberikan akses terhadap pengetahuan tertulis yang dapat dianggap sebagai suatu kekuatan (Priyono dan Pranarko 1996). Lebih lanjut Atmaja (2007) mengungkapkan, memelekhurufkan dan melek budaya, ditujukan agar perempuan memiliki kemampuan dalam membantu dirinya sendiri keluar dari buta aksara, serta memiliki kemampuan mengembangkan kemandirian dalam melakukan tugas-tugas pendidikan dalam keluarga, masyarakat dan negara.

Memberdayakan perempuan melalui pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif dan merupakan investasi asset bangsa. World Resources (1994) sebagaimana


(25)

dikutip oleh Todaro (2006), mengungkapkan berbagai penelitian di negara berkembang secara konsisten memperlihatkan bahwa ekspansi dalam pendidikan perempuan memberikan tingkat pengembalian yang paling tinggi di antara semua jenis investasi. World Bank (1998) sebagaimana dikutip oleh Todaro (2006), mempersempit kesenjangan gender dalam pendidikan dengan memperluas kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan sangat menguntungkan secara ekonomis karena empat alasan, antara lain: 1) tingkat pengembalian (rate of return) dari pendidikan kaum perempuan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian pendidikan pria di kebanyakan negara berkembang. 2) peningkatan pendidikan kaum wanita tidak hanya menaikkan produktivitas di lahan pertanian dan di pabrik, tetapi juga meningkatkan pertisipasi tenaga kerja, pernikahan yang lebih lambat, fertilitas yang lebih rendah, dan perbaikan kesehatan serta gizi anak-anak. 3) kesehatan dan gizi anak-anak lebih baik serta ibu yang lebih terdidik akan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap kualitas anak bangsa selama beberapa generasi yang akan datang. 4) karena kaum wanita memikul beban terbesar dari kemiskinan dan kelangkaan lahan garapan yang melingkupi masyarakat di negara berkembang, maka perbaikan yang signifikan dalam peran dan status perempuan melalui pendidikan dapat mempunyai dampak penting dalam memutuskan lingkaran setan kemiskinan serta pendidikan yang tidak memadai.

2.1.3 Program Keaksaraan Fungsional (KF)

Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas) dan Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLS) mencetuskan Program Keaksaraan Fungsional (KF). KF merupakan bagian dari lingkup kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Kelompok Belajar Mengajar (PKBM) yang dipusatkan pada suatu wilayah sehingga mudah diakses oleh masyarakat setempat (Sihombing 1999). Program KF adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan mengembangkan kemampuan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis persoalan yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada pada diri dan lingkungannya (Lutfi 2007). Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis, dan menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang bertujuan memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar. Sasaran dari program KF adalah warga belajar perempuan yang berusia 15-45 tahun dan berasal dari latar belakang ekonomi yaitu berasal dari penduduk miskin dan termajinalkan, sedangkan


(26)

jika dilihat dari sisi geografi mereka berasal dari daerah terpencil atau masyarakat pinggiran yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau pelayanan pendidikan yang memadai (Aziz 2008).

Menurut Depdiknas (2006) dalam Sulton (2008), untuk menyelenggarakan program KF dibutuhkan delapan prinsip utama pemahaman penyelenggaraan program ini, yaitu:

1. Konteks lokal, program dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus pada setiap warga belajar dan masyarakat sekitar.

2. Desain lokal, merupakan rancangan kegiatan belajar yang dirancang oleh tutor dan warga belajar berdasarkan minat, kebutuhan, masalah, kenyataan, dan potensi atau sumber-sumber setempat.

3. Proses partisipatif adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan program KFl harus dilakukan berdasarkan strategi partisipatif. 4. Fungsionalisasi hasil belajar, hasil belajar diharapkan warga belajar dapat

memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisasi dan memecahkan masalah keaksaraan yang dihadapi warga belajar.

5. Kesadaran, proses pembelajaran keaksaraan hendaknya dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga belajar terhadap keadaan dan permasalahan lingkungan untuk melakukan aktivitas kehidupannya.

6. Fleksibilitas, program KF harus fleksibel, agar memungkinkan untuk dimodifikasi sehingga responsif terhadap minat dan kebutuhan belajar serta kondisi lingkungan warga belajar yang berubah dari waktu ke waktu.

7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode, maupun strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan kebutuhan belajar warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda.

8. Kesesuaian hubungan belajar, dimulai dari hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar, sehingga pengalaman, kemampuan, minat dan kebutuhan belajar menjadi dasar dalam menjalin hubungan yang harmonis dan dinamis antara turor dan warga belajar.


(27)

Kebutuhan belajar yang multilevel (beragam kemampuan) mengakibatkan program KF dikelompokkan dalam tiga tahap keaksaraan (Aziz 2008), yaitu:

1. Pemberantasan (basic literacy), terdapat beberapa metode dalam tahap ini, antara lain:

1. metode dasar. Metode pembelajaran bagi warga belajar buta aksara permulaan untuk meningkatkan kecakapan membaca dan menulis permulaan terutama pada keterampilan pemenggalan kata, suku kata, dan huruf-demi huruf untuk disusun kembali menjadi kalimat bermakna.

2. Metode driil. Belajar dengan cara melakukan latihan berulang-ulang baik membaca, menulis, dan berhitung.

3. Metode kata kunci. Pembelajaran ini merupakan penerapan pendekatan tematik dimana kata-kata kunci yang dipelajari harus sesuai dengan tema yang dikembangkan. Metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan warga belajar membuat kata baru dari suku kata yang telah dikenal.

4. Metode bahasa ibu. Ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa indonesia melalui bahasa ibu.

2. Pembinaan (middle literacy). Tahap ini memiliki tiga bentuk model pembinaan, antara lain:

1. model belajar sambil bekerja 2. model belajar sambil beraksi 3. model kelompok belajar usaha

3. Pelestarian (self learning) atau mandiri, atau telah berada pada tingkat mandiri. Terdapat bentuk model pembinaan pada tahapan ini, antara lain:

1. model taman bacaan masyarakat 2. model arisan bersama

3. model paguyuban

Ketiga tahapan di atas dilaksanakan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan program KF yang optimal. Keberhasilan program KF menjadi cara terwujudnya pemberdayaan khususnya bagi penduduk buta aksara. Hasil belajar program KF dilakukan melalui mekanisme yang disesuaikan dengan SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). Warga belajar yang diperbolehkan mengikuti penilaian hasil belajar adalah mereka yang aktif mengikuti proses pembelajaran secara sistematis dan kontinu.


(28)

Warga belajar juga berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA), sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.

Laporan akhir penyusunan data buta aksara oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Kemeneg PP) tahun 2005 menyatakan, terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi penerimaan warga belajar terhadap ketiga pelaksanaan tersebut. Kendala penerimaan warga belajar atas program lanjutan KF antara lain rendahnya motivasi masyarakat, kesibukan pada pekerjaan domestik atau publik, dan masih melekatnya pengaruh budaya patriarki dengan anggapan-anggapan dikriminasi perempuan dalam pendidikan (Meneg PP 2005).

2.1.3.1 Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan Program KF

Selama ini, pemerintah melakukan evaluasi terhadap program KF dan menyebutkan bahwa program KF dinilai berhasil dalam mengurangi jumlah buta huruf perempuan sesuai dengan tujuan program. Hal ini terlihat dari data BPS mengenai angka buta aksara yang tiap tahunnya menurun, namun data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Strategi dan metode pembelajaran yang dipakai dalam program KF tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga hasilnya bersifat sementara dan kurang memberdayakan warga belajar.

Program KF yang tidak berhasil mengentaskan buta aksara dan bersifat sementara, seperti halnya penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Sukadamai dan kampung Cibago. Penelitian di Kelurahan Sukadamai menyatakan keberhasilan program KF berdasarkan hasil tes kemampuan keaksaraan pada warga belajar KF gagal dalam mempertahankan kelanggengan kemampuan warga belajar, karena hanya terdapat 17,1 persen warga yang kemampuan keaksaraan tinggi atau hanya enam orang yang mampu membaca dan menulis. Kebanyakan responden telah kembali buta aksara atau sudah lupa pada pelajarannya, selain itu mereka memang belum sepenuhnya melek aksara (Sulton 2008). Begitu pula yang terjadi di Kampung Cibago, orang yang pernah mengikuti program keaksaraan dasar, setelah beberapa waktu, kembali menjadi orang yang buta aksara (Kusmiadi 2007). Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Kemdiknas (2010) mengakui angka buta aksara kembali warga belajar yang sudah dibelajarkan melalui program pendidikan keaksaraan dasar masih cukup besar. Kegagalan yang dialami, dikarenakan waktu belajar yang hanya sebentar dan tidak adanya evaluasi ataupun monitoring setelah kegiatan KF selesai, sehingga warga belajar


(29)

tidak memanfaatkan pengetahuan keaksaraannya dalam jangka panjang dan terjadi buta aksara kembali.

Program KF lainnya yang dinilai tidak berhasil yaitu dalam pemberian keterampilan dengan memanfaatkan keahlian keaksaraan yang telah didapatkan warga belajar guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan menghindari terjadinya buta aksara kembali. Dalam beberapa kasus yang ditunjukkan pada hasil penelitian di Desa Bades dan Desa Kedungjati warga belajar telah berhasil melek aksara dan memiliki keterampilan yang memadai, namun keterampilan yang diberikan selama program berlangsung, pada akhirnya sama sekali tidak terpakai. Hal ini dikarenakan adanya kendala modal untuk memulai keterampilan tersebut (Wahyuni T. et al. 2010 ; Aziz 2008). Dihawatirkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung tidak dimanfaatkan dalam jangka panjang bisa menimbulkan buta aksara kembali. Program KF tersebut dianggap gagal karena dengan tidak terpakainya keterampilan yang telah diberikan, yang berarti tujuan untuk meningkatkan ekonomi dan kemandirian warga belajar pun tidak akan tercapai.

Kegagalan terjadi pula dalam penelitian di Desa Gadingkulon. Hambatan di dalam pelaksanaan program pendidikan Keaksaraan Fungsional adalah dalam proses pembelajaran membaca dan menulis, di mana masyarakat sebagai warga belajar kebanyakan kesulitan mengatakan dan menulis dengan bahasa Indonesia, karena bahasa komunikasi sehari-hari dengan bahasa Jawa (Irwan 2007). Sebaiknya program KF dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa Jawa) terlebih dahulu agar lebih dipahami oleh warga belajar.

Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan KF yang menjadi penghambat keberhasilan KF, antara lain: penelitian di Depok, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan NTT menunjukkan beberapa hambatan tersebut yaitu minimnya anggaran yang tersedia dalam setiap melaksanakan program-program yang telah direncanakan yang menyebabkan kinerja tenaga di lapangan kurang aktif, keterbatasan tenaga lapangan, sehingga tidak bisa intens dalam pendampingan selanjutnya, serta kurangnya dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak lainnya (Rizky 2008 ; Wahyuni ES. et al. 2005).


(30)

2.2 Kerangka Pemikiran

Pentingnya pendidikan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan meningkatkan pembangunan, maka dicetuskanlah Program Keaksaraan Fungsional (KF) yang sasarannya adalah perempuan buta aksara umur 15-45 tahun. Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis, dan menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang bertujuan memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar.

Tahapan program KF mencakup 1) pemberantasan yaitu pengentasan buta aksara, 2) pembinaan yaitu pemberian keterampilan untuk pemberdayaan ekonomi dan kemandirian, 3) pelestarian yaitu pembinaan pasca program. Banyaknya program KF yang tidak melakukan tahapan ketiga, yaitu tahapan pelestarian. Hal itu dikarenakan banyaknya hambatan-hambatan, seperti kurangnya dana untuk pelaksanaan tahap pelestarian, dan tidak tersedianya tutor untuk mengajar. Kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara dipengaruhi oleh tahapan-tahapan di atas. Semakin lengkap tahapan yang dilakukan program KF, maka semakin tinggi kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara.

Pencapaian dan tidak tercapainya pemberdayaan perempuan dalam program KF dipengaruhi oleh tahapan program KF, karakteristik warga belajar, dan dukungan dari lingkungan tempat tinggal. Karakteristik warga belajar yaitu usia warga belajar, umur warga belajar, jumlah anak warga belajar, status perkawinan warga belajar, jenis pekerjaan warga belajar, dan motivasi warga belajar. Tahapan program KF dilihat dari adanya tahapan pemberantasan, pembinaan dan pelestarian dari program KF. Program KF baru bisa dikatakan berhasil dalam memberdayakan perempuan di mana saat warga belajar mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka, dan mampu menerapkan kemampuan keaksaraan mereka untuk meningkatkan penghasilan warga belajar. Hal ini dipertegas oleh Suyono (2006) mengungkapkan pendidikan hanya layak diklaim berhasil sejauh ia mampu menciptakan manusia-manusia mandiri dan bermartabat, yang keberadaannya dapat memberikan manfaat terhadap keluarganya, orang lain dan lingkungannya.


(31)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Peran Program Keaksaraal Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Keterangan : Mempengaruhi.

: Batasan penelitian penulis Tahapan Program KF

1. Tahap pemberantasan 2. Tahap Pembinaan 3. Tahap Pelestarian

Karakteristik Individu 1. Umur

2. Status pernikahan 3. Jumlah anak 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Motivasi warga Pemberdayaan Perempuan

1. Mampu mempertahankan kemampuan aksaraan

2. Meningkatnya ekonomi warga belajar 

 

Program Keaksaraan Fungsional (KF)

Output  

Kemampuan Keaksaraan

‐ Membaca

‐ Menulis

‐ Berhitung

Dukungan dari lingkungan tempat 


(32)

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga semakin lengkap tahapan program KF yang dijalankan, semakin tinggi

kemampuan warga untuk mempertahankan kemampuan aksara.

2. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan pencapaian

pemberdayaan perempuan.

3. Diduga terdapat hubungan antara dukungan dari lingkungan tempat tinggal dengan pencapaian pemberdayaan perempuan.

2.4 Definisi Konseptual

1. Keaksaraan Fungsional (KF) adalah program pemberantasan buta aksara dengan

sasaran program warga masyarakat dengan usia 15-45 tahun yang dilaksanakan dalam bentuk kelompok belajar yang terdiri dari warga belajar dengan belajar membaca, menulis, dan berhitung.

2. Kemampuan aksara adalah kemampuan yang dimiliki warga belajar setelah

mengikuti program KF yang meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.

3. Warga belajar adalah warga masyarakat buta aksara yang berjenis kelamin

perempuan, berusia 15-45 tahun, bertempat tinggal di sekitar lingkungan diadakannya program KF, tercatat sebagai anggota belajar program KF, dan memiliki Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).

2.5 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam menguji hipotesis penelitian ini, antara lain:

1. Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan masyarakat dari

lahir hingga sekarang (dinyatakan dalam tahun). a. (16 tahun ≥ x ≥ 45 tahun)


(33)

2. Status pernikahan adalah keterikatan dan tanggung jawab warga belajar terhadap perannya dalam keluarga.

a. Belum Menikah

b. Menikah

c. Janda

3. Jumlah anak adalah keseluruhan yang dimiliki dan menjadi tanggungan bagi

warga belajar.

a. 0-2 anak dan tidak memiliki balita b. 3-5 anak dan tidak memiliki balita c. 6-8 anak dan tidak memiliki balita d. Memiliki Balita

4. Pekerjaaan merupakan mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk

mendapatkan penghasilan.

a. Bekerja

b. Tidak bekerja

5. Motivasi warga adalah bentuk usaha yang ada dalam diri warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki oleh warga belajar. Diukur berdasarkan skor. Skor 2 diberikan pada tiap bentuk usaha yang dilakukan oleh warga belajar, dan skor 1 bila satu bentuk usaha tidak dilakukan sama sekali.

a. Rendah : 1-2

b. Tinggi : 3-4

6. Tahap Pemberantasan (basic literacy) adalah tahapan di mana warga belajar

diajari membaca, menulis, dan berhitung, sehingga warga memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.

a. Dilaksanakan b. Tidak dilaksanakan

7. Tahap pembinaan (middle literacy), adalah tahapan di mana warga diberikan

keterampilan guna memfungsikan kemampuan aksara warga warga belajar untuk meningkatkan ekonomi warga belajar.

a. Dilaksanakan b. Tidak dilaksanakan


(34)

8. Tahap pelestarian (self learning) adalah tahapan pembinaan setelah program berakhir yang fungsinya untuk memelihara, mempertahankan, atau mengembangkan kemampuan aksara warga belajar, dalam menerapkan program KF yaitu dengan membangun perpustakaan, arisan bersama, membentuk paguyuban, dan tersedianya tutor.

a. Dilaksanakan

b. Tidak dilaksanakan

9. Dukungan dari lingkungan tempat tinggal adalah bentuk perhatian yang

diberikan dari orang-orang yang berada di sekitar warga belajar, yaitu lingkungan keluarga. Diukur berdasarkan skor. Skor 2 diberikan pada tiap bentuk perhatian yang diberikan keluarga, dan skor 1 bila satu bentuk perhatian tidak diberikan.

a. Rendah : skor 1-3

b. Tinggi : skor 4-6

10.Mampu mempertahankan kemampuan aksara yaitu kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung dengan benar dengan jenjang waktu minimal setahun dari warga belajar lulus program KF. Skor 2 diberikan pada setiap warga belajar yang masih mampu mempertahankan kemampuan aksaranya. Skor 1 diberikan pada warga yang buta aksara kembali. Skor diberikan pada tiap-tiap kemampuan aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung.

a. Rendah : skor 1-3

b. Tinggi : skor 4-6

11.Peningkatan ekonomi merupakan perubahan penghasilan ekonomi warga belajar sesudah mengikuti program KF. Perubahan pendapatan diukur pernyataan warga yang menyatakan keadaan ekonomi dan sesudah mengikuti program KF . 1=jauh lebih buruk

2=lebih buruk

3=tidak ada perbedaan 4=lebih baik


(35)

3

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor (Lampiran 4), dengan mengambil responden warga belajar yang telah lulus atau sudah mendapat serifikat SUKMA dari program KF yang berada di bawah naungan Perkumpulan Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM). Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan Kecamatan Ciawi memiliki 3.000 orang buta aksara dan merupakan lokasi terpilih untuk program pemberdayaan perempuan yaitu program KF.

Pengumpulan data sekunder dan data primer dilakukan pada akhir bulan Maret sampai pertengahan April 2011 selama empat minggu. Pengolahan data dan analisis data dilakukan selama empat minggu sampai pertengahan Mei 2011, hasil penulisan laporan dilakukan pada akhir bulan Mei sampai akhir bulan Juni 2011. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian yang dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2011.

3.2 Teknik Penentuan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan. Populasi dalam penelitian ini adalah warga belajar KF PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM) di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang telah memiliki Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA) dan telah lulus dari program KF setahun yang lalu yaitu berjumlah 50 orang. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan Sampel Random Distratifikasi (Stratified Random Sampling), karena responden yang diteliti tidak homogen yaitu terdiri dari warga belajar yang hanya melewati program KF Tahap I, warga belajar yang telah melewati program KF sampai Tahap II, dan warga belajar yang telah melewati program KF sampai Tahap III.

Pertama-tama warga belajar dibagi ke dalam sub-sub tahapan program KF yang pernah dilalui oleh warga belajar, sehingga satuan-satuan elementer dalam masing-masing


(36)

sub-populasi menjadi homogen yaitu kelompok belajar Dahlia 2 (Tahap I) terdiri dari 16 orang, Dahlia 15 (Tahap II) terdiri dari 17orang, dan Dahlia 8 (Tahap III) terdiri dari 17 orang. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara random sederhana pada setiap sub-populasi, sampel random (acak) sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Ukuran sampel yang diambil tidak proposional yaitu 15 orang untuk setiap sub-populasi, sehingga diperoleh 45 orang menjadi responden penelitian. Metode pengambilan sampel acak sederhana dalam penelitian ini dilakukan dengan cara undian.

Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive (sengaja) dengan teknik bola salju (snowball sampling). Informan dalam penelitian ini adalah para pengurus atau pihak yang terkait dengan program KF PKBM SLIM. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang, yaitu Aziz Muslim selaku ketua program KF, Hendriawan selaku sekertaris, dan Noni selaku penanggung jawab kegiatan belajar mengajar, serta menjadi tutor Dahlia 8.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dipilih untuk mencari informasi faktual yang sedang menggejala secara mendetail dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survei. Penggunaan metode survei pada penelitian ini memanfaatkan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data penelitian dari sejumlah sampel dalam sebuah populasi (Singarimbun 2006). Pendekatan ini juga dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program KF dalam mempertahankan kemelekan aksara. Pengisian kuesioner dilakukan dengan teknik wawancara kepada responden, hal ini dilakukan agar peneliti juga dapat melakukan wawancara mendalam sekaligus terkait hal-hal yang diperlukan yang berada didalam kuesioner (Lampiran 3).

Data kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam kepada informan untuk melengkapi kebutuhan data primer penelitian. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan


(37)

(Lampiran 3), di mana pertanyaan yang diajukan kepada semua informan yaitu pertanyaan yang sama yang menyangkut penjelasan umum.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi warga belajar dan keberhasilan program KF dalam mempertahankan kemampuan aksara. Data sekunder adalah data umum lokasi penelitian, hasil penelitian terkait dan data-data yang relevan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh instansi terkait yaitu PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri, dan Badan Pusat Statistik (BPS).

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan perlakuan yang berbeda sesuai jenis data yang diperoleh. Langkah awal yang dilakukan adalah pembersihan data pada data primer yang diperoleh melalui metode kuantitatif yaitu hasil dari penyebaran kuesioner di lapangan. Pembersihan data yaitu mengecek ulang kelengkapan jawaban pada kuesioner dan mengevaluasi kuesioner yang telah diisi. Kuesioner yang sudah melewati tahap pembersihan data, selanjutnya dilakukan proses editing dan pengkodean terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemindahan dari daftar pertanyaan dan pernyataan ke buku kode dalam bentuk tabel Microsoft Excel 2007 yang telah disiapkan. Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan Distribusi Frekuensi dan Tabulasi Silang untuk menguji dan mendeskripsikan masalah penelitian yang ada, sedangkan untuk data sekunder dianalisis dengan melakukan rangkuman (reduksi data), penyajian data dalam bentuk kutipan maupun uraian singkat, serta menarik kesimpulan.


(38)

4 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor 4.1.1 Kondisi Geografis

Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor berbatasan dengan desa-desa Banjarsari di sebelah Utara, Cileungsi di sebelah Selatan, Cideurum di sebelah Barat dan Cibedug di sebelah Timur (Lampiran 4). Desa ini berjarak sekitar 2 km dari ibukota kecamatan, 30 km dari ibukota kabupaten, dan 120 km dari ibukota provinsi yaitu Bandung. Akses masuk ke desa Citapen mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan, termasuk angkutan umum seperti angkot atau ojek.

Luas wilayah Desa Citapen adalah 268.660 ha, yang diperuntukkan untuk pemukiman sebesar 110.366 ha, luas tanah sawah 140 ha, kebun 2.804 ha, sarana olah raga 1,2 ha, sarana pendidikan 0,250 ha, dan perkantoran sebesar 0,040 ha.

4.1.2 Jumlah dan Karakteristik Penduduk

Desa Citapen terdiri dari 26 RT (Rukun Tetangga), 7 RW (Rukun Warga), dan 2 dusun yaitu Dusun Citapen dan Dusun Kampung Pondok Menteng. Jumlah penduduk di Desa Citapen sebanyak 8.464 jiwa dan mereka tinggal bersama dalam 2.145 kepala keluarga (KK). Sebaran penduduk di setiap Rukun Warga (RW) adalah RW satu sebanyak 264 KK, RW dua sebanyak 352 KK, RW tiga sebanyak 319 KK, RW empat sebanyak 340 KK, RW lima sebanyak 255 KK, RW enam sebanyak 339 KK, dan RW tujuh sebanyak 276 KK.

Mayoritas penduduk desa ini berada pada usia produktif (15 – 64 tahun), sedangkan penduduk yang berada pada usia tidak produktif (0 – 15 tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar 47,8 persen. Sebaran penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12.

       2 

Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Cawi, Kabupaten Bogor menurut Kelompok Umur Tahun 2011 (dalam Jumlah dan Persen). Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor merupakan tempat penelitian yang dipilih. Pada tabel selanjutnya, Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor akan disebut dengan Desa Citapen.


(39)

Tabel 1 Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor menurut Umur Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)

No. Umur (Tahun)

Laki-Laki Perempuan Total

Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

Jumlah

(Orang) %

1 0 – 4 471 10,6 447 11,1 918 11

2 5 – 9 475 10,7 451 11,2 926 11,3

3 10 – 14 418 9,4 444 11 862 10,2

4 15 – 19 561 12,7 444 11 1 005 12

5 20 – 24 408 9,2 418 10,3 626 7,4

6 25 – 29 360 8,2 335 8,3 695 8,2

7 30 – 34 218 4,9 287 7,2 505 6,3

8 35 – 39 333 7,5 286 7,1 619 7,3

9 40 – 44 272 6,2 248 6,1 520 6,5

10 45 – 49 227 5,2 155 3,8 382 4,5

11 50 – 54 212 4,8 196 4,9 408 5,5

12 55 – 59 174 3,9 113 2,8 287 3,4

13 60 – 64 84 1,9 63 1,6 147 1,7

14 65 – 69 72 1,6 43 1,1 115 1,5

15 70 140 3,2 99 2,5 239 3,2

Jumlah 4 425 100 4 039 100 8 464 100

Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010

Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia Desa Citapen. Hal ini dapat di jadikan kekuatan untuk meningkatkan perekonomian desa tersebut. Meskipun demikian, banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif dapat pula menjadi penghambat bagi peningkatan ekonomi di desa tersebut apabila tingkat pendidikan penduduk tersebut rendah, selain itu hal ini juga di tentukan oleh banyaknya lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah penduduk dengan usia produktif tersebut. Tingkat pendidikan dan mata pencaharian penduduk di Desa Citapen, akan dijelaskan lebih lanjut.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Citapen masih rendah karena lebih dari 50 pensen hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah, dan hanya 3,3 persen


(40)

berpendidikan tinggi (Tabel 2). Rendahnya pendidikan di Desa Citapen di sebabkan antara lain oleh minimnya sarana pendidikan formal dan informal yang ada. Sarana pendidikan di desa ini hanya sebuah TK (Taman Kanak-kanak) dan 2 buah SD (Sekolah Dasar). Anak-anak Desa Citapen yang ingin melanjutkan ke SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) harus ke Desa Banjarsari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Jarak ke Desa Banjarsari sekitar 1 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, baik kendaraan umum atau pribadi, selama sekitar 20 menit.

Tabel 2 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)

No. Tingkat Pendidikan Total

Jumlah (Orang) %

1. Tidak Pernah Sekolah 967 24,3

2. Tidak Tamat Sekolah Dasar (SD) 125 3,1

3. Tamat SD / Sederajat 1 066 26,8

4. SLTP / Sederajat 951 23,8

5. SLTA / Sederajat 744 18,7

6. D1-S3 130 3,3

Jumlah 3 949 100

Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010

Banyaknya penduduk Desa Citapen yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD

menimbulkan masalah tersendiri bagi desa ini yaitu masih banyaknya penduduk Desa Citapen yang masih buta aksara, terutama pada perempuan yang berusia 15 tahun ke atas. Faktor inilah yang menyebabkan banyak di laksanakan program Keaksaraan Fungsional (KF) di setiap RT / RW Desa Citapen, yang bertujuan membebaskan penduduk dari buta aksara. Hal ini di lakukan agar dapat memaksimalkan potensi sumber daya manusia yang ada di Desa Citapen untuk memajukan desa tersebut.


(41)

4.1.3 Kondisi Ekonomidan Matapencaharian Penduduk

Potensi umum Desa Citapen yaitu terdapat luasnya lahan sawah dan perkebunan, selain itu terdapatnya industri kecil yaitu insudtri kerajinan yang menyerap tenaga kerja penduduk yang berumur 15 – 22 tahun. Desa Citapen memiliki penduduk yang masuk dalam kategori penduduk miskin, jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 517 KK atau 1.707 orang. Banyaknya penduduk miskin di Desa Citapen menyebabkan pemerintah desa melaksanakan program-program kemiskinan yaitu program Bantuan Tunai Langsung (BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dan pembagian Beras Miskin (Raskin) bagi penduduk desa yang kurang mampu.

Tabel 3 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)

No Jenis Mata Pencaharian Total

Jumlah (Orang) %

1. Buruh tani 1 950 49,9

2. Petani 710 18,2

3. Pegawai Negeri/Swasta/TNI/POLRI 403 10,3

4. Buruh Industri Kerajinan 320 8,1

5. Berbagai jenis buruh 250 6,4

6. Supir 120 3,1

7. Pedagang Kecil 76 1,9

8. Tukang Bangunan 75 1,9

9. Peternak 8 0,2

Jumlah 3 912 100

Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010

Mata pencaharian utama penduduk desa ini adalah sebagai buruh tani, yaitu sebesar 49,9 persen, petani 18,2 persen, pegawai negeri/swasta/TNI/POLRI 10,3 persen, berbagai jenis pekerjaan buruh dan buruh industri kerajinan 14,6 persen, supir 3,1 persen, pedagang kecil 1,9 persen, tukang bangunan 1,9 persen, dan peternak ayam dan kambing 0,2 persen


(42)

(Tabel 3). Jenis mata pencaharian penduduk tersebut menggambarkan tingkat pendapatan yang rendah. Penduduk desa ini selain bekerja di dalam desa, sebagian juga bekerja di luar desa. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh di Jakarta.

4.2 Program Keaksaraan Fungsional (KF)

4.2.1 Program Keaksaraan Fungsional (KF) di Desa Citapen

Seperti telah di jelaskan sebelumnya, banyak penduduk yang masih buta aksara di desa ini. Tingginya jumlah penduduk usia produktif yang buta aksara tentunya kurang mendukung kepada pembangunan desa, sehingga berbagai upaya di lakukan untuk menguranginya. Salah satu upaya penanggulangan buta aksara adalah dengan program KF. Program KF yang ada di Desa Citapen datang dari instansi yang berbeda-beda, yaitu adanya program KF dari PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM), mahasiswa-mahasiswa Universitas Pakuan yang sedang praktek kerja lapang, LPPM dari Universitas Djuanda, dan dari pemerintah desa.

Program KF yang di adakan oleh mahasiswa Universitas Pakuan dan Universitas Djuanda tidak bersifat kontinu, kegiatan belajar mengajar yang di lakukan hanya selama empat bulan, atau hanya sampai pada Tahap I. Kegiatan ini terakhir dilaksanakan yaitu setahun yang lalu yaitu pada tahun 2010. Hal ini karena program KF yang di lakukan hanya selama jadwal praktek kerja lapang yang rentang waktunya tidak lama, selain itu tidak ada evaluasi kembali dan tidak ada keberlanjutan untuk melaksanakan tahapan program KF berikutnya.

Program KF yang di adakan oleh PKBM SLIM merupakan salah satu program KF yang memiliki pencapaian baik di Desa Citapen dalam mengentaskan buta aksara. Hal ini di buktikan dengan adanya satu kelompok belajar yang telah melewati ketiga tahapan yang ada dan mayoritas dari warga belajar tersebut telah melek aksara hingga saat ini. Prestasi yang telah diraih oleh PKBM SLIM tidak dapat dilanjutkan untuk memberantas buta aksara pada penduduk Desa Citapen, hal ini karena pemerintah mencabut perizinan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh PKBM SLIM setahun yang lalu. Kejadian ini sangat disayangkan oleh warga belajar, karena antusias yang di berikan warga belajar PKBM SLIM sangat besar.


(43)

Pencabutan perizinan kegiatan belajar mengajar yang di lakukan oleh pemerintah setempat kepada PKBM SLIM yaitu karena persaingan dari program KF yang di adakan di Desa Citapen. Dalam hal ini, pemerintah desa juga memiliki proyek program KF, melihat keberhasilan yang dilakukan oleh PKBM SLIM membuat pemerintah desa mencabut perizinan kegiatan belajar mengajar pada PKBM tersebut, dengan alasan pemerintah tersebut ingin mengembangkan penduduk desanya dengan program yang di adakan oleh pemerintah desa itu sendiri.

Beberapa warga belajar yang mengikuti program KF PKBM SLIM, pada akhirnya diambil alih untuk mengikuti program KF yang di lakukan oleh pemerintah desa. Kegiatan program KF yang di lakukan oleh pemerintah desa tidak membuahkan hasil, terbukti kegiatan belajar yang di lakukan hanya sampai pada Tahap I dan tidak ada keberlanjutannya lagi hingga saat ini.

4.2.2 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM) Program Keaksaraan Fungsional (KF) PKBM SLIM merupakan kelompok belajar program KF yang berada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Terbentuknya PKBM ini dilatarbelakangi oleh banyaknya penduduk Kecamatan Ciawi yang mengalami buta huruf, yaitu sebanyak 3.000 warga. Pengukuhan PKBM SLIM pertama kali dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2009, dengan surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Bidang Pendidikan Non Formal (PNF) Kasi Pendidikan Kemasyarakatan Nomor 421 / 4318 – Diklus, meskipun PKBM ini masih terbilang baru namun PKBM ini telah memiliki akreditasi A. Sumber dana yang dipakai oleh PKBM SLIM yaitu dana dekonsentrasi. Susunan PKBM SLIM terdiri dari pembina, pelindung, pembina teknis, serta pengurus PKBM SLIM (Gambar 2) yang memiliki tugas pokok masing-masing yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan guna menuju pada satu tujuan yaitu memberantas buta huruf pada perempuan usia 15 tahun keatas di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Antusias penduduk sangat besar terhadap hadirnya PKBM SLIM, terbukti dengan terbentuknya 56 kelompok belajar yang dimiliki oleh PKBM SLIM, di beberapa di desa Kecamatan Ciawi. Dalam satu kelompok belajar memiliki satu orang tutor yang bertugas untuk menunjang aktivitas kegiatan warga belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Kriteria


(44)

tutor dalam PKBM SLIM yaitu pendidikan tutor minimal SMA. Tutor yang terpilih akan melalui tahap pembekalan mengenai pengajaran KF terlebih dahulu selama dua minggu, setelah itu para tutor diperbolehkan untuk langsung turun ke tempat warga belajar. Para tutor dibekali beberapa modul yang harus dipelajari dan dijadikan acuan untuk mengajar, sebagian besar tutor yang terpilih yaitu tutor yang pernah atau masih mengajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Tema-tema yang diajarkan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu tema pendidikan keluarga dan anak, kesehatan, ekonomi dan pendapatan, serta kesadaran berwarga negara.

Program KF seharusnya melalui tiga tahapan, yaitu Tahap I (tahap pemberantasan), Tahap II (tahap pembinaan), dan Tahap III (tahap pelestarian). Setiap tahapan yang dilewati oleh warga belajar akan dilakukan ujian, setelah melewati ujian warga belajar berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA I, II, II) di setiap tahapan yang dilalui oleh warga belajar sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.

Banyaknya permasalahan dan hambatan di lapangan, menyebabkan hanya terdapat tiga kelompok belajar yang melewati ketiga tahapan diatas, selebihnya kelompok belajar hanya sampai pada Tahap I atau sampai pada Tahap II. Kelompok belajar yang berada di Desa Citapen terdapat tiga kelompok belajar, yaitu kelompok belajar Dahlia 2 (hanya sampai Tahap I), Dahlia 8 (Tahap I-III), dan Dahlia 15 (Tahap I dan Tahap II). Tempat kegiatan belajar mengajar PKBM SLIM di Desa Citapen yaitu dilaksanakan di mushola terdekat atau mushola yang memadai dan rumah warga belajar yang luasnya mampu menampung banyaknya warga belajar yang ada dalam satu kelompok. Hal ini menegaskan tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk menyediakan tempat kegiatan belajar mengajar untuk program KF.


(45)

Kelompok belajar yang pertama adalah kelompok belajar Dahlia 2, kelompok belajar ini hanya melalui Tahap I atau tahapan pemberantasan. Tutor pada kelompok belajar ini bernama Teti. Jumlah warga belajar pada kelompok ini sebanyak 16 orang, selain itu kegiatan belajar mengajar dilakukan di mushola terdekat yaitu mushola Al-Iklas karena tidak ada rumah warga yang mencukupi kapasitas warga belajar, mushola ini berada dipinggri jalan raya. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok ini berjalan selama tiga bulan. Terhentinya kelompok belajar hanya pada Tahap I dikarenakan rendahnya motivasi

Gambar 2 Struktur Organisasi Penyelanggara PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri                                                                   PEMBINA

Kasi PLS Dinas Pendidikan Kab. Bogor

Drs. Tata Karwita, M.Pd 

PELINDUNG Camat Kec. Ciawi

HS. Zaenal

PEMBINA TEKNIS Penilik PLS Kec. Ciawi

Drs. Entub Kurtubi

PENGURUS PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI

Ketua : Aziz Muslim Sekertaris : Hendriawan Bendahara : H. Asep Hambali

KEAKSARAAN FUNGSIONAL

Noni

LIFE SKILL Lilis


(46)

warga belajar untuk melanjutkan kegiatan belajar ke tahap yang selanjutkan, sehingga kegiatan belajar mengajar terhenti hanya pada Tahap I.

Kelompok belajar yang kedua yaitu kelompok belajar Dahlia 15, kelompok belajar ini hanya melalui dua tahapan yaitu tahapan pemberantasan dan tahapan pembinaan. Kelompok belajar ini memiliki tutor bernama Zumairah Rizky. Jumlah warga belajar pada kelompok ini sebanyak 17 orang. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah salah satu warga belajar yang luas rumahnya mencukupi untuk kegiatan belajar mengajar. Pada Tahap II, warga belajar dibekali berbagai keterampilan oleh program KF pada yaitu keterampilan menjahit dan memasang payet pada kerudung. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok ini berjalan selama 4 sampai 5 bulan. Tidak lengkapnya tahapan yang dilalui oleh kelompok belajar ini dikarenakan adanya masalah dengan aparat desa setempat yang tidak mengizinkan adanya keberlanjutan dari kegiatan PKBM SLIM. Hal ini sangat disayangkan oleh warga belajar Dahlia 15, karena antusias warga belajar saat itu masih tinggi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Kelompok belajar yang terakhir yaitu kelompok belajar Dahlia 8. Kelompok belajar ini melalui semua tahapan yang harus dilalui oleh kegiatan KF yaitu tahap pemberantasan, tahap pembinaan, dan tahap pelestarian. Tutor dalam kelompok belajar ini bernama Noni. Jumlah warga belajar pada kelompok ini sebanyak 17 orang selain itu kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah salah satu warga belajar. Pada Tahap II, warga belajar dibekali berbagai keterampilan oleh program KF pada kelompok ini yaitu membuat coklat, membuat tas manik, dan memasang payet pada kerudung. Kegiatan yang dilakukan pada tahap terakhir yaitu tahap pelestarian, tahap tersebut bertujuan mempertahankan kelanggengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang telah dimiliki warga belajar. PKBM SLIM menyediakan taman bacaan pada tahap ketiga yang diperuntukan warga belajar untuk mencari informasi-informasi yang diinginkan sambil melatih dan melanggengkan kemampuan membaca, selain itu diadakan pula kegiatan arisan, kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan percaya diri warga belajar dalam bersosialisasi dan memperlancar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Tutor masih disediakan pada tahap ketiga untuk mengevaluasi kemampuan warga belajar dan siap sedia apabila dibutuhkan warga belajar untuk menanyakan sesuatu hal yang berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Ketiga tahapan tersebut dapat dilalui karena


(47)

adanya motivasi yang tinggi dari tutor itu sendiri untuk membangkitkan semangat warga belajar dalam memelekhurufkan warga belajar. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok ini berjalan selama 5 sampai 6 bulan.

Kelompok belajar yang telah melewati tahapan kedua yaitu kelompok belajar Dahlia 15 dan Dahlia 8 telah diberikan berbagai keterampilan. Setelah warga diberikan keterampilan-keterampilan tersebut, pihak PKBM bekerjasama dengan pabrik-pabrik industri kerajinan yang ada di Desa Citapen untuk menyalurkan kemampuan tersebut. Di sini warga ditugaskan memasang payet pada kerudung yang dikerjakan di masing-masing rumah warga belajar. Pekerjaan tersebut akan diserahkan pada pabrik di setiap minggunya. Warga belajar akan mendapatkan upah sesuai dengan banyaknya kerajinan yang dapat diselesaikan dalam per minggunya, satu kerajinan yang dihasilkan akan diupah sebesar Rp 3.000,00 namun kegiatan ini berlangsung selama tiga minggu sesuai jadwal pengajaran yang ada. Hal ini dilakukan agar warga belajar dapat lebih mahir dalam keterampilan tersebut dan memberikan pengalaman bekerja terhadap warga belajar itu sendiri.

Program KF PKBM SLIM telah memiliki pencapaian yang baik dalam mengentaskan buta aksara warga Desa Citapen. Hal ini karena PKBM SLIM memiliki satu kelompok belajar yang telah melewati ketiga tahapan yang ada pada program KF dan mayoritas warga belajar tersebut masih melek aksara hingga saat ini. Hambatan program KF PKBM SLIM yaitu terletak dari perizinan yang telah dicabut dari pemerintah desa setempat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sejatinya apabila pemerintah setempat tidak mencabut perizinan kegiatan belajar, program KF memiliki keyakinan dapat memberantas buta aksara di Desa Citapen secara bertahap dan kontinu.


(48)

4.2.3 Ringkasan

Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia yang terdapat di Desa Citapen. Permasalahannya adalah pendidikan di Desa Citapen masih rendah, dimana mayoritas warga tidak pernah sekolah formal dan tidak tamat SD sehingga banyak penduduk yang menyandang buta aksara. Banyaknya penduduk Desa Citapen yang menyandang buta aksara, menyebabkan banyak dilaksanakan program Keaksaraan Fungsional (KF) di setiap RT / RW Desa Citapen, yang bertujuan untuk membebaskan penduduk dari buta aksara. Salah satu program KF yang dilakukan di Desa Citapen yaitu program KF dari PKBM SLIM. Pada bab berikutnya akan dibahas mengenai pengaruh program PKBM SLIM dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar.


(49)

5 PENGARUH PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DALAM

MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR

Lutfi (2007) menyatakan, program KF adalah sebuah pendekatan untuk

mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan mengembangkan kemampuan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis persoalan yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada pada diri dan lingkungannya. Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Salah satu indikator keberhasilan dari program KF yaitu memberdayakan perempuan yang awalnya buta aksara menjadi melek aksara dan bersifat kontinu bukan bersifat sementara. Terdapat tiga tahapan keaksaraan dalam program KF (Aziz 2008), antara lain: 1) Tahap I yaitu tahap pemberantasan (basic literacy). 2) Tahap II yaitu tahap pembinaan (middle literacy). 3) Tahap III yaitu pelestarian (self learning).

Warga belajar dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok, yaitu warga belajar yang hanya melalui Tahap I sebanyak 15 orang, warga belajar yang melalui sampai Tahap II sebanyak 15 orang, dan warga belajar yang sudah melalui semua tahapan yaitu sampai Tahap III sebanyak 15 orang. Ketika warga belajar telah melalui setiap tahapan, warga belajar diwajibkan mengikuti ujian untuk menguji kemampuan aksara mereka. Bagi warga belajar yang telah melek aksara atau memiliki kemampuan aksara, warga belajar berhak mendapatkan SUKMA, sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.

Semua warga belajar dalam penelitian ini pada dasarnya telah melek aksara atau memiliki kemampuan aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung ketika mereka melewati Tahap I, serta telah memiliki SUKMA. Peran program KF berperan penting dalam memelihara kemampuan aksara warga belajar. Hubungan tahap KF dan kemampuan mempertahankan aksara dapat dilihat pada Tabel 4.


(50)

Tabel 4 Peran Program Keaksaraan Fungsional terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011

Tahapan KF Kemampuan Mempertahankan Aksara

Rendah Tinggi

Tahapan 1 14 (50,0 %) 1 (5,9 %)

Tahapan 2 13 (46,4 %) 2 (11,8 %)

Tahapan 3 1 (3,6 %) 14 (82,4 %)

Jumlah 28 (100,0 %) 17(100,0 %)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011

Tabel 4menunjukan, bahwa tahapan KF yang dilalui oleh warga memiliki pengaruh

dengan kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Semakin lengkap tahapan yang dilewati oleh warga belajar yaitu tahap ketiga, semakin tinggi kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksaranya. Begitu juga yang terjadi pada tahap pertama, membuktikan semakin sedikit tahapan yang dilewati, semakin rendah kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksaranya atau semakin sedikit warga belajar yang mampu mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.

Mayoritas warga belajar yang hanya melewati Tahap I, memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang rendah atau telah buta aksara kembali yaitu sebesar 50,0 persen. Warga belajar yang hanya melalui Tahap I namun memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang tinggi yaitu masih mampu membaca, menulis, dan berhitung dan mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebesar 5,9 persen. Adanya warga belajar yang hanya melewati Tahap I namun memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi disebabkan warga belajar tersebut memiliki motivasi yang tinggi pada dirinya sendiri untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Motivasi yang dilakukan adalah warga belajar tersebut selalu membaca koran setiap pagi untuk melancarkan kemampuan membaca yang dimiliki, menambah wawasan pengetahuan dan mengetahui informasi terbaru, seperti yang dikemukakan warga belajar tersebut berikut:


(51)

“ saya mah setiap pagi selalu disempetin buat baca koran, walaupun bacanya gak bisa cepet tapi saya seneng baca koran, selain ngelancarin baca tapi juga saya bisa jadi pintar dari informasi yang ada di koran” (Erh, 54thn)

Banyaknya warga belajar yang telah buta aksara kembali pada Tahap I, menegaskan bahwa tujuan KF dalam mengentaskan buta aksara masih belum efektif. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa, program KF yang hanya melewati Tahap I hasilnya akan sia-sia, kalau kemampuan membaca yang telah diperoleh tidak digunakan, dengan kata lain program tersebut tidak akan berguna bagi masyarakat untuk memberantas buta aksara apabila hanya melewati Tahap I.

Hilangnya kemampuan aksara setelah masa belajar selesai ternyata juga terjadi setelah melewati Tahap II. Hasil penelitian menunjukkansebesar 46,4 persen warga belajar yang telah melewati Tahap II, telah menjadi buta huruf kembali. Terjadinya buta aksara kembali pada warga belajar disebabkan terhentinya kegiatan belajar pada Tahap II dan tidak tersedianya tutor yang siap siaga dan mengevaluasi kemampuan aksara warga belajar. Warga belajar yang telah melewati Tahap II, namun memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang tinggi yaitu sebesar 11,8 persen, dengan kata lain warga belajar masih mampu membaca, menulis, dan berhitung dengan baik, serta mampu menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Banyaknya warga belajar yang telah buta aksara kembali pada Tahap II, menegaskan bahwa tujuan KF dalam mengentaskan buta aksara masih belum efektif.

Warga belajar yang melalui Tahap III, hanya sebesar 3,6 persen yang memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksaranya rendah, dengan kata lain warga belajar tersebut telah mengalami buta aksara kembali. Hal ini karena tidak adanya motivasi atau motivasi yang rendah dari warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki, warga belajar tersebut mengakui bahwa ia malas untuk belajar aksara kembali dirumah, selain itu ia tidak mengikuti arisan dan tidak pernah mengunjungi taman bacaan, yang seharusnya diikuti oleh warga belajar yang melewati Tahap III. Sebesar 82,4 persen yang melewati Tahap III, mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka, serta mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca jam, kalender, pengumumam, iklan, menulis biodata tandatangan, menghitung pemasukan, pengeluaran dan lain-lain. Sebagian besar warga belajar yang telah melewati Tahap III mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka yaitu masih mampu


(1)

Lampiran 1 Daftar Nama Warga Belajar di Desa Citapen (Kerangka Sampling)

No. Nama Umur Tahapan Yang

Dilewati

Alamat

Dusun RT RW

1 Murtiah 60 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

2 Anah 58 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

3 Zenab 69 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

4 Acih 59 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

5 Ucih 59 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

6 Aam 50 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

7 Endah 52 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

8 Anah 48 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

9 Wiwi 47 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

10 Iis 61 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

11 Eroh 54 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

12 Susan 52 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

13 sarah 49 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

14 Yeyet 60 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

15 Lilis 48 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

16 Nonih 58 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

17 Yuningsih 60 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

18 neneng 45 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

19 Nur Kilah 53 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

20 Karnasih 51 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

21 Lilis 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

22 Fatimah 45 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

23 Eva 33 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

24 Pipih 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

25 nur Laili 40 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

26 Risna 28 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

27 Howiyah 53 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

28 Marliyah 42 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

29 Watiyawati 48 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

30 Hanum 38 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

31 Fitriah 30 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

32 Lina 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

33 Siti Hasanah 55 2 3 4 Citapen


(2)

35 Anita 29 3 3 4 Citapen

36 Nur Hayati 33 3 3 4 Citapen

37 Nur Yati 42 3 3 4 Citapen

38 Iis Holisoh 58 3 3 4 Citapen

39 Euis 40 3 3 4 Citapen

40 Yuningsih 25 3 3 4 Citapen

41 Eha 31 3 3 4 Citapen

42 Lina 29 3 3 4 Citapen

43 Elih 30 3 3 4 Citapen

44 Evi 33 3 3 4 Citapen

45 Nur Lela 28 3 3 4 Citapen

46 Rasmini 48 3 3 4 Citapen

47 Nining 46 3 3 4 Citapen

48 Fatmawati 28 3 3 4 Citapen

49 Rukoyah 48 3 3 4 Citapen

50 Munaroh 30 3 3 4 Citapen

Keterangan :

Bukan Responden Terpilih


(3)

Lampiran 2Dokumentasi

1. Tempat Belajar Kelompok Dahlia 2 2. Tempat Belajar Kelompok 8

3. Tempat Belajar Kelompok Dahlia 15 4. Hasil Keterampilan Warga Belajar Memasang Payet Kerudung


(4)

5. Warga Belajar PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri


(5)

Lampiran 3 Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.


(6)

Lampiran 4Jurnal Kegiatan di Lapang No. Hari dan Tanggal

Kegiatan Waktu Kegiatan

1 Jumat

25 Maret 2011 10.00 – 15.00

− Menyerahkan surat izin penelitian ke Balai Desa Citapen.

− Bertemu dengan Bapak Hendriawan sekertaris PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri.

− Menentukan kelompok belajar yang telah melewati tahap 1,2, dan 3 untuk dijadikan kerangka sampling.

2 Rabu,

30 Maret 2011 10.00 – 12.00

− Meminta profil desa atau gambaran umum desa ke Balai Desa.

− Melakukan pengocokan nama-nama responden yang akan menjadi sampel penelitian.

3 Kamis,

31 Maret 2011 13.00 – 15.30

− Bertemu dengan Teh Noni (Informan) untuk wawancara mendalam dan membicarakan mengenai nama-nama responden yang akan menjadi sampel penelitian.

4 Senin,

4 April 2011 12.30 – 17.35

− Wawancara pada 10 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 2

5 Rabu,

6 April 2011 10.00 – 12.00

− Wawancara pada 5 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 2

6 Sabtu,

9 April 2011 10.00 – 14.00

− Wawancara pada 7 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 8.

7 Minggu,

10 April 2011 10.00 – 14.00

− Wawancara pada 8 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 8.

8 Selasa,

12 April 2011 12.40 – 17.45

− Wawancara pada 5 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 15. − Wawancara dengan Bapak Aziz

(informan).

9 Rabu,

13 April 2011 10.00 – 15.00

− Wawancara pada 10 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 15.

10 Kamis,

14 April 2011 11.00

− Pamit dengan warga dan pengurus PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri.


Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PARTISIPASI WARGA BELAJAR DALAM PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KELURAHAN ANTIROGO KECAMATAN SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

1 16 44

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DENGAN KEMAMPUAN CALISTUNG WARGA BELAJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL

2 5 97

Hubungan Antara Pendidikan Keaksaraan Fungsional Berbasis Keunggulan Lokal Dengan Kemampuan Calistung Warga Belajar Keaksaraan Fungsional (Studi Pada Program Keaksaraan Fungsional Kelompok Kenitu Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Ta

0 15 3

IMPLEMENTASI PROGRAM KEAKSARAAN USAHA MANDIRI (UPAYA PENINGKATA KEBERDAYAAN WARGA BELAJAR KEAKSARAAN RAFLESIA DI DESA GAPLEK KECAMATAN PASIRIAN KABUPATEN LUMAJANG)

0 5 3

PENYELENGGARAAN PROGRAM KEAKSARAAN USAHA MANDIRI (KUM) DALAM MENUMBUHKAN SIKAP BERWIRAUSAHA WARGA BELAJAR: Studi Deskriptif Pada Program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) Di PKBM Tunas Harapan Subang.

0 6 32

MOTIVASI BELAJAR WARGA KELOMPOK KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) PERSADA BANTUL.

2 3 215

DAMPAK PROGRAM KEAKSARAAN USAHA MANDIRI (KUM) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN WARGA BELAJAR (STUDI KAJIAN DI PKBM HANDAYANI, KABUPATEN BANJARNEGARA).

0 1 210

PERAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI WARGA BELAJAR PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI PKBM TANJUNGSARI, TANJUNGHARJO, NANGGULAN, KULON PROGO.

0 0 141

UPAYA TUTOR DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR WARGA BELAJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI PKBM MANDIRI KRETEK BANTUL.

4 38 162

DAMPAK PROGRAM KEAKSARAAN USAHA MANDIRI (KUM) DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN WARGA BELAJAR (DI PKBM HANDAYANI, DESA RAKITECAMATAN RAKITABUPATEN BANJARNEGARA)

0 0 76