31
4.2.3 Ringkasan
Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia yang terdapat di Desa Citapen. Permasalahannya adalah pendidikan di Desa Citapen masih
rendah, dimana mayoritas warga tidak pernah sekolah formal dan tidak tamat SD sehingga banyak penduduk yang menyandang buta aksara. Banyaknya penduduk Desa Citapen yang
menyandang buta aksara, menyebabkan banyak dilaksanakan program Keaksaraan Fungsional KF di setiap RT RW Desa Citapen, yang bertujuan untuk membebaskan
penduduk dari buta aksara. Salah satu program KF yang dilakukan di Desa Citapen yaitu program KF dari PKBM SLIM. Pada bab berikutnya akan dibahas mengenai pengaruh
program PKBM SLIM dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar.
32
5 PENGARUH PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR
Lutfi 2007 menyatakan, program KF adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan mengembangkan
kemampuan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis persoalan yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada pada diri dan
lingkungannya. Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan
kualitas hidup. Salah satu indikator keberhasilan dari program KF yaitu memberdayakan perempuan yang awalnya buta aksara menjadi melek aksara dan bersifat kontinu bukan
bersifat sementara. Terdapat tiga tahapan keaksaraan dalam program KF Aziz 2008, antara lain: 1 Tahap I yaitu tahap pemberantasan basic literacy. 2 Tahap II yaitu tahap
pembinaan middle literacy. 3 Tahap III yaitu pelestarian self learning. Warga belajar dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok, yaitu warga belajar yang
hanya melalui Tahap I sebanyak 15 orang, warga belajar yang melalui sampai Tahap II sebanyak 15 orang, dan warga belajar yang sudah melalui semua tahapan yaitu sampai
Tahap III sebanyak 15 orang. Ketika warga belajar telah melalui setiap tahapan, warga belajar diwajibkan mengikuti ujian untuk menguji kemampuan aksara mereka. Bagi warga
belajar yang telah melek aksara atau memiliki kemampuan aksara, warga belajar berhak mendapatkan SUKMA, sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.
Semua warga belajar dalam penelitian ini pada dasarnya telah melek aksara atau memiliki kemampuan aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung ketika mereka
melewati Tahap I, serta telah memiliki SUKMA. Peran program KF berperan penting dalam memelihara kemampuan aksara warga belajar. Hubungan tahap KF dan kemampuan
mempertahankan aksara dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Tabel 4 Peran Program Keaksaraan Fungsional terhadap Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Tahun 2011
Tahapan KF Kemampuan Mempertahankan Aksara
Rendah Tinggi Tahapan 1
14 50,0 1 5,9
Tahapan 2 13 46,4
2 11,8 Tahapan 3
1 3,6 14 82,4
Jumlah 28 100,0
17100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2011
Tabel 4
menunjukan, bahwa tahapan KF yang dilalui oleh warga memiliki pengaruh dengan kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang
dimiliki. Semakin lengkap tahapan yang dilewati oleh warga belajar yaitu tahap ketiga, semakin tinggi kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksaranya.
Begitu juga yang terjadi pada tahap pertama, membuktikan semakin sedikit tahapan yang dilewati, semakin rendah kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan
aksaranya atau semakin sedikit warga belajar yang mampu mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.
Mayoritas warga belajar yang hanya melewati Tahap I, memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang rendah atau telah buta aksara kembali yaitu
sebesar 50,0 persen. Warga belajar yang hanya melalui Tahap I namun memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang tinggi yaitu masih mampu
membaca, menulis, dan berhitung dan mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebesar 5,9 persen. Adanya warga belajar yang hanya
melewati Tahap I namun memiliki kemampuan mempertahankan aksara tinggi disebabkan warga belajar tersebut memiliki motivasi yang tinggi pada dirinya sendiri untuk
mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Motivasi yang dilakukan adalah warga belajar tersebut selalu membaca koran setiap pagi untuk melancarkan kemampuan
membaca yang dimiliki, menambah wawasan pengetahuan dan mengetahui informasi terbaru, seperti yang dikemukakan warga belajar tersebut berikut:
34
“ saya mah setiap pagi selalu disempetin buat baca koran, walaupun bacanya gak bisa cepet tapi saya seneng baca koran, selain ngelancarin baca tapi juga saya bisa
jadi pintar dari informasi yang ada di koran” Erh, 54thn
Banyaknya warga belajar yang telah buta aksara kembali pada Tahap I, menegaskan bahwa tujuan KF dalam mengentaskan buta aksara masih belum efektif. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa, program KF yang hanya melewati Tahap I hasilnya akan sia-sia, kalau kemampuan membaca yang telah diperoleh tidak digunakan, dengan kata lain
program tersebut tidak akan berguna bagi masyarakat untuk memberantas buta aksara apabila hanya melewati Tahap I.
Hilangnya kemampuan aksara setelah masa belajar selesai ternyata juga terjadi setelah melewati Tahap II. Hasil penelitian menunjukkan
sebesar 46,4 persen warga belajar yang telah melewati Tahap II, telah menjadi buta huruf kembali. Terjadinya buta aksara
kembali pada warga belajar disebabkan terhentinya kegiatan belajar pada Tahap II dan tidak tersedianya tutor yang siap siaga dan mengevaluasi kemampuan aksara warga belajar.
Warga belajar yang telah melewati Tahap II, namun memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksara yang tinggi yaitu sebesar 11,8 persen, dengan kata
lain warga belajar masih mampu membaca, menulis, dan berhitung dengan baik, serta mampu menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Banyaknya warga belajar yang telah
buta aksara kembali pada Tahap II, menegaskan bahwa tujuan KF dalam mengentaskan buta aksara masih belum efektif.
Warga belajar yang melalui Tahap III, hanya sebesar 3,6 persen yang memiliki kemampuan mempertahankan kemampuan aksaranya rendah, dengan kata lain warga
belajar tersebut telah mengalami buta aksara kembali. Hal ini karena tidak adanya motivasi atau motivasi yang rendah dari warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara
yang dimiliki, warga belajar tersebut mengakui bahwa ia malas untuk belajar aksara kembali dirumah, selain itu ia tidak mengikuti arisan dan tidak pernah mengunjungi taman
bacaan, yang seharusnya diikuti oleh warga belajar yang melewati Tahap III. Sebesar 82,4 persen yang melewati Tahap III, mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka,
serta mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca jam, kalender, pengumumam, iklan, menulis biodata tandatangan, menghitung
pemasukan, pengeluaran dan lain-lain. Sebagian besar warga belajar yang telah melewati Tahap III mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka yaitu masih mampu
35
membaca, menulis, dan berhitung. Hal tersebut dikarenakan mereka telah mengikuti kegiatan yang ada pada Tahap III atau tahap pelestarian yaitu masih tersedianya tutor yang
memantau warga belajar, adanya kegiatan arisan, dan tersedianya taman bacaan. Sebanyak 15 warga belajar yang melewati Tahap III atau sebesar 100 persen
mengakui, bahwa yang paling berperan penting atau membantu dalam mempertahankan kemampuan aksara mereka adalah karena tersedianya seorang tutor yang selalu memotivasi
warga belajar yaitu teh Noni. Ketika Tahap I, tutor selalu memberi Pekerjaan Rumah PR kepada warga belajar, sehingga mau tidak mau warga belajar akan mengulang pelajaran
kembali dirumah. Hal lainnya yaitu setiap warga belajar yang tidak masuk kegiatan belajar mengajar, maka tutor akan menghampiri rumah warga belajar tersebut dan memberikan
pengajaran agar warga belajar tersebut tidak tertinggal dalam kegiatan belajar mengajar. Setelah sampai pada tahap pelestarianpun, tutor tersebut masih selalu mengontrol
kemampuan warga belajar dan selalu siap siaga apabila warga belajar ingin bertanya mengenai keaksaraan atau masalah yang lainnya.
Kegiatan lainnya dalam tahap pelestarian yaitu adanya arisan warga belajar dan taman bacaan. Warga belajar yang mengikuti arisan yaitu sebesar 80 persen dan yang tidak
mengikuti yaitu sebesar 20 persen. Alasan warga belajar mengikuti arisan yaitu untuk meningkatkan kemampuan aksara dan berinteraksi sosial dengan warga belajar lainnya.
Semua warga belajar yang mengikuti arisan sepakat bahwa kegiatan arisan membantu mereka dalam mempertahan kemampuan aksara, dan tutor lah yang memiliki peranan
penting disini. Hal ini dikarenakan ketika mereka berkumpul untuk arisan, tutor selalu mengevaluasi kemampuan aksara warga belajar, selain itu setiap minggunya tutor
menyuruh warga belajar bergilir bertugas untuk menagih, mengumpulkan, mendata, dan mengocok arisan. Hal tersebut membuat warga belajar mau tidak mau harus dapat menulis,
membaca, dan berhitung, sehingga kegiatan arisan membantu warga dalam mempertahankan kemampuan aksara dan menimbulkan percaya diri dan kemandirian
warga belajar. Walaupun tersedia taman bacaan untuk warga belajar, namun sebagian warga
belajar enggan untuk mendatangi taman bacaan tersebut. Hal ini dibuktikan, hanya sebesar 26,7 persen yang pernah mengunjungi taman bacaan. Warga belajar mengakui tidak
datangnya mereka ke taman bacaan dikarenakan banyaknya pekerjaan domestik, dan tidak
36
tahu harus membaca buku apa. Seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga belajar berikut:
“ saya mah bingung ke taman bacaan teh mau baca apa? Lagian dirumah juga masih banyak yang harus diurusin.”
Nng, 46thn Sebagian besar warga belajar yaitu sebesar 86,8 persen menyatakan, tersedianya
taman bacaan nyatanya tidak mampu membantu warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara warga belajar. Sisanya sebesar 13,3 persen merasa kehadiran taman
bacaan telah membantu dalam mempertahankan kemampuan aksara mereka karena warga belajar tersebut sering mengunjungi taman bacaan. warga belajar mengakui, mereka
mengunjungi taman bacaan apabila pekerjaan domestik sudah selesai yaitu di siang dan sore hari bersama dengan warga belajar lainnya, tutor, atau hanya seorang diri. Buku
bacaan yang sering dibaca oleh ibu-ibu yaitu mengenai buku resep masakan, buku cara merawat anak dengan baik, dan buku mengenai KB.
5.1 Ringkasan