1.  Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh angin monsun dengan karakteristik distribusi  bulanannya  membentuk  huruf  V.  Pola  monsun  digerakkan  oleh
adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi
utara  terjadi  musim  dingin  akibat  adanya  sel  tekanan  tinggi  di  benua  Asia, sedangkan  pada  waktu  yang  sama  terjadi  musim  panas  akibat  adanya  sel
tekanan  rendah  di  benua  Australia.  Perbedaan  tekanan  udara  ini  yang menyebabkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus,
sedangkan  curah  hujan  maksimum  terjadi  pada  bulan  Desember,  Januari,  dan Februari.  Pola  ini  terdapat  di  sebelah  Utara  dan  Selatan  garis  ekuator.
Daerahnya  meliputi  Jawa,  Nusa  Tenggara,  Kalimantan  Selatan,  Maluku Tenggara, Aceh serta Irian Jaya bagian Utara dan Selatan.
2.  Pola  B  atau  Pola  Ekuatorial,  distribusi  curah  hujan  dengan  dua  maksimum yaitu  sekitar  bulan  April  dan  Oktober,  tidak  selalu  jelas  perbedaannya  pada
distribusi  curah hujan bulanannya. Pola ini terdapat  di  daerah  ekuatorial  yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal efek orografi.
Dijumpai  di  daerah  Sulawesi  Selatan  bagian  Timur,  Sulawesi  Tengah  bagian Timur, dan sekitar Ambon
– Seram. Karakteristik curah  hujan daerah yang  dapat  diamati  dan dianalisis adalah
dengan  menghitung  nilai   frekuensi,  intensitas,  dan  kategori  curah  hujan. Pendekatan   komplementer  ini  adalah  untuk   mempertimbangkan   karakteristik
curah hujan yang terkait dengan rezim daerah Brown, 2010.  Hujan merupakam komponen masukan  yang paling penting dalam  proses analisis hidrologi. Hal  ini
dikarenakan kedalaman curah hujan rainfall depth yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di  sungai,  baik  melalui limpasan permukaan
surface  runoff,  aliran  antara  interflow,  sub-surface  runoff,  maupun  sebagai aliran air tanah groundwater flow Harto, 1999.
2.2.  Erosivitas Hujan
Menurut  Arsyad  2010,  erosi  adalah  peristiwa  pindahnya  atau terangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Kerusakan
tanah  yang dialami pada tempat  terjadinya  erosi  berupa kemunduran sifat – sifat
kimia  dan  fisika  tanah.  Di  daerah  beriklim  tropika  basah  seperti  Indonesia,  air merupakan penyebab erosi tanah.
Energi  kinetik  hujan  merupakan  suatu  sifat  hujan  yang  sangat  penting dalam  mempengaruhi  erosi.  Hal  ini  dikarenakan  energi  kinetik  hujan  merupakan
penyebab  pokok  dalam  penghancuran  agregat  tanah.  Energi  kinetik  hujan  dapat dengan mudah dihitung dari persamaan dasar :
E
K
= m v
2
yang  menyatakan  E
K
adalah  energi  kinetik,  m  adalah  massa  butir  hujan,  dan  v adalah kecepatan jatuhnya.
Korelasi  yang  lebih  erat  dengan  erosi  didapat  dengan  menggunakan  term interaksi energi
– intensitas hujan Wischmeier dan Smith, 1958. Term ini adalah hasil  kali  total  energi  hujan  dengan  intensitas  hujan  maksimum  30  menit.  Term
interaksi  merupakan  suatu  pengukur  hujan  yang  baik  bagi  pengaruh  bersama antara  1  laju  infiltrasi  yang  berkurang  setelah  hujan,  2  pengaruh  aliran
permukaan yang berbentuk geometri terhadap erosi, dan 3 perlindungan lapisan air terhadap pengaruh percikan butir
– butir hujan terhadap tanah. Energi kinetikhujan didapat dari persamaan Wischmeier dan Smith, 1958
berikut : E = 210 + 89 log i
yang menyatakan E adalah energi kinetik dalam metrik ton –meter ha
-1
cm
-1
hujan, dan  i  adalah  intensitas  hujan  dalam  cm  jam
-1
.  Term  interaksi  energi  dengan intensitas hujan maksimum 30 menit didapat dari hubungan berikut :
EI
30
= E I
30
.10
-2
yang  menyatakan  EI30  adalah  interaksi  energi  dengan  intensitas  maksimum  30 menit,  E  adalah  energi  kinetik  selama  periode  hujan  dalam  ton
–meter  ha
-1
cm
-1
hujan,  I
30
adalah intensitas maksimum 30 menit dalam cm jam
-1
.
2.3.  Debit Aliran Sungai
Debit  aliran  atau  aliran  sungai  merupakan  informasi  yang  paling  penting bagi  pengelola  sumberdaya  air  Widyaningsih,  2008.  Debit  aliran  adalah  laju
aliran  air  dalam  bentuk  volume  air  yang  melewati  suatu  penampang  melintang sungai  per  satuan  waktu,  biasanya  dalam  satuan  meter  kubik  per  detik  m
3
dtk Asdak, 2004.
Debit  aliran  sungai  terjadi  ketika  intensitas  curah  hujan  maupun  laju lelehan  salju  melebihi  laju  infiltrasi,  maka  kelebihan  air  mulai  berakumulasi
sebagai  cadangan  permukaan.  Ketika  kapasitas  cadangan  permukaan  dilampaui, limpasan  permukaan  mulai  terjadi  sebagai  suatu  aliran  lapisan  yang  tipis.
Kemudian lapisan aliran air ini berkumpul ke dalam saluran sungai  yang diskrit. Air yang mengalir pada saluran
– saluran yang kecil, parit – parit, sungai – sungai, dan aliran
– aliran merupakan kelebihan curah hujan terhadap evapontranspirasi, cadangan permukaan, dan air bawah tanah Seyhan, 1977.
2.4.   Faktor – faktor yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai