Karakteristik Hujan TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Hujan

Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu Arsyad, 2010. Menurut Tjasyono 2004, curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan adalah butiran air dalam bentuk cair atau padat di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter 1 inchi = 25,4 mm. Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. Definisi curah hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam suatu tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sifat hujan adalah ukuran kualitatif hujan yaitu : 1. Atas Normal AN, jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya lebih besar dari 115. Pada periode musim hujan, daerah AN memiliki potensi terjadi bencana alam banjir dan longsor. 2. Normal N, jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya antara 85 – 115. 3. Bawah Normal BN, jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya kurang dari 85. Pada periode musim kemarau daerah BN memiliki potensi terjadi kekeringan. Sedangkan kriteria hujan ukuran kuantitatif yang dikeluarkan BMKG, yaitu: 1. Sangat ringan : 1 mmjam atau 0 – 5 mmhari 2. Ringan : 1 – 5 mm jam atau 5 – 20 mmhari 3. Sedang : 5 – 10 mmjam atau 20 – 50 mmhari 4. Lebat : 10 – 20 mmjam atau 50 – 100 mmhari 5. Sangat Lebat : 20 mmjam atau 100 mmhari Secara garis besar di wilayah Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu Tjasyono, 2004: 1. Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh angin monsun dengan karakteristik distribusi bulanannya membentuk huruf V. Pola monsun digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin akibat adanya sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan pada waktu yang sama terjadi musim panas akibat adanya sel tekanan rendah di benua Australia. Perbedaan tekanan udara ini yang menyebabkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Pola ini terdapat di sebelah Utara dan Selatan garis ekuator. Daerahnya meliputi Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Maluku Tenggara, Aceh serta Irian Jaya bagian Utara dan Selatan. 2. Pola B atau Pola Ekuatorial, distribusi curah hujan dengan dua maksimum yaitu sekitar bulan April dan Oktober, tidak selalu jelas perbedaannya pada distribusi curah hujan bulanannya. Pola ini terdapat di daerah ekuatorial yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal efek orografi. Dijumpai di daerah Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sekitar Ambon – Seram. Karakteristik curah hujan daerah yang dapat diamati dan dianalisis adalah dengan menghitung nilai frekuensi, intensitas, dan kategori curah hujan. Pendekatan komplementer ini adalah untuk mempertimbangkan karakteristik curah hujan yang terkait dengan rezim daerah Brown, 2010. Hujan merupakam komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi. Hal ini dikarenakan kedalaman curah hujan rainfall depth yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan surface runoff, aliran antara interflow, sub-surface runoff, maupun sebagai aliran air tanah groundwater flow Harto, 1999.

2.2. Erosivitas Hujan