menurut dimensi agama lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga seorang kyai yang berfungsi sebagai guru akan lebih ditaati perintahnya dan didengarkan
nasihatnya daripada penguasa daerah.
Secara arsitektural kondisi permukiman Desa Lenteng Timur masih memegang nilai-nilai budaya tradisional. Hal ini tampak pada bentuk arsitektur
bangunan, pola rumah tinggal, dan pola elemen pembentuk permukiman. Bentuk arsitektur bangunan yang terdapat di Desa lenteng Timur umumnya berupa
bangunan dengan bentuk atap bangsal atau trompesan Gambar 17. Bahan bangunan yang digunakan antara lain berupa tembok bata, kayu, bambu atau
anyaman bambu tabing. Pola rumah tinggal masyarakat Desa Lenteng Timur sebagian besar berbentuk taneyan lanjhang dengan komposisi rumah berjumlah 6-
15 bangunan.
4.3 Falsafah Hidup Masyarakat Madura
Dalam kehidupan masyarakat madura dikenal falsafah bappa, babbu, guru, rato. Konsep ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat madura kepada
orang tua, guru kyai dan penguasa pemerintah. Penghormatan dan Kepatuhan terbesar dipersembahkan pada kedua orang tua, terutama bapak sebagai pengayom
dan penentu kebijakan dalam keluarga. Selanjutnya adat budaya madura menempatkan penghormatan kepada ibu dan perempuan diurutan kedua.
Penghormatan kepada gurukyai menempati urutan ketiga sebagai orang yang memberikan ilmu terutama ilmu keagamaan. Kepatuhan masyarakat Madura
terhadap kyai menempatkan kyai pada strata tertinggi dan dapat mempengaruhi kebijakan publik.
Konsep hidup bappa, babbhu, guru, rato tidak hanya terlihat pada pola aktivitas sehari-hari tetapi juga termanifestasi pada tatanan permukiman, baik
permukiman pada skala ketetanggaan maupun permukiman pada skala rumah tinggal Gambar 16. Manifestasi konsep bappa-babbhu, guru, rato pada
permukiman skala ketetanggaan ditunjukkan oleh keberadaan elemen rumah tinggal, masjid, dan kantor pemerintahan. Rumah tinggal merupakan perwujudan
konsep bappa-babbhu, masjid dan komplek rumah kyai merupakan perwujudan konsep ghuru, dan kantor desapemerintahan merupakan manifestasi dari konsep
rato
’. Permukiman masyarakat madura pada skala rumah tinggal ditata menurut
filosofi perlindungan terhadap anak perempuan. Prinsip ini mengharuskan setiap orang tua membangunkan rumah bagi anak perempuannya di halaman yang sama
dengan orang tuanya. Anak perempuan yang sudah menikah akan tetap tinggal di pekarangan orang tuanya sehingga suaminya akan ikut tinggal di rumah istri.
Apabila orang tua tidak mampu membuatkan rumah bagi anak perempuannya maka rumah yang ada akan diberikan pada anak perempuannya dan orang tua
pindah ke kamar belakang atau ruangan yang lebih kecil. Posisi perempuan yang demikian menjadikan masyarakat Madura sangat menjaga martabat dan
kehormatan perempuan. Dalam pandangan orang Madura, perempuan, terutama istri, merupakan simbol kehormatan rumah tangga atau laki-laki Madura.
Penerapan konsep bappa-babbhu, ghuru, rato pada skala rumah tinggal tampak pada penataan elemen rumah tinggal yang terdiri dari roma tongghu dan
langghar. Roma tongghu adalah rumah orang tua atau rumah induk. Adanya
elemen roma tongghu merupakan bentuk manifestasi konsep bappa-babbhu. Langghar adalah elemen dalam rumah tinggal yang berfungsi sebagai tempat
melaksanakan ibadah dan memberikan pendidikan agama bagi anak-anak. Selain itu langghar juga berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya musyawarah
keluarga. Berdasarkan fungsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan langghar dalam rumah tinggal merupakan manifestasi konsep guru-rato.
Gambar 16. Manifestasi konsep hidup masyarakat Madura pada spot permukiman