Gambar 25. Dapur dan kandang 4.
Tanean Tanean merupakan ruang terbuka yang berada di tengah-tengah komplek
bangunan. Tanean berfungsi sebagai pusat interaksi sosial antar anggota keluarga yang tinggal dalam tanean. Selain itu tanean juga berfungsi sebagai tempat
menjemur hasil pertanian dan menyelenggarakan hajatan. Apabila pemilik tanean memiliki banyak anak perempuan, maka tanean akan berkembang memanjang
sehingga disebut dengan tanean lanjhang Gambar 26.
Gambar 26. Rumah mejhi yang berkembang menjadi tanean lanjhang Bentukan lahan tanean umumnya datar dan menjadi bidang dasar bagi
bangunan-bangunan diatasnya. Keberadaan taneyan menyatukan elemen bangunan sehingga menimbulkan harmonisasi antar elemen. Ruang dengan
bentukan datar pada taneyan memberikan kesan terbuka, netral, dan stabil. 5.
Pagar Hidup Pagar hidup merupakan barisan pohon dan semak yang ditanam
mengelilingi tanean. Desain penanaman pagar hidup sengaja dibuat agar tumbuh rapat sehingga dapat menjadi penanda batas area tanean dan melindungi penghuni
tanean dari serangan musuh. Adanya pagar hidup ini merupakan bentuk defense penghuni tanean dari musuh-musuh yang mungkin ada serta menjadi batas
teritorial kekuasaan pemilik tanean.
Tanaman yang digunakan sebagai pagar hidup adalah tanaman produktif dan dapat dimanfaatkan oleh pemilik rumah. Daftar tanaman yang digunkan
sebagai pagar hidup dan fungsi turunannya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Tanaman yang digunakan sebagai pagar hidup dan fungsi turunannya
No. Nama Tanaman
Nama Latin Fungsi turunan
1 Pohon waru
Pakan ternak 2
Pohon Jaran
Dolichandrone spathacea
Pakan ternak 3
Bintaos Pakan ternak
4 Cabe Jawa
Jamu, dijual 5
Kelor
Moringa oleifera
Bahan pangan 6
Pepaya Dijual
7 Mangga
Mangifera indica
Dijual 8
Bambu Bambusa sp.
Dijual 9
Rambutan Dijual
10 Pisang
Dijual 11
Nangka
Artocarpus integra
Dijual 12
Sarikaya
Annona squamosa
Dijual 13
Kenanga
Cananga odorata
Dijual 14
Turi
Aeschynomene grandiflora
Bahan pangan 15
Cempaka
Michelia champaca
Estetika 16
Mawar Rosa sp.
Estetika 17
Melati Jasminum sambac
Estetika 18
Beluntas
Pluchea indica
Bahan pangan, jamu Sumber : survei lapang 2013
5.3.2 Lahan Garapan
Lahan garapan di Pulau Madura sebagian besar merupakan lahan kering sehingga sistem pertanian yang diterapkan oleh petani Madura adalah sistem
pertanian lahan kering atau perladangan Gambar 27. Pada musim hujan nambara’ petani menanam padi dengan sistem tadah hujan sedangkan pada
musim kemarau nemor petani menanam jagung dan tembakau. Pada tanah tegalan ditanam kacang hijau dan ubi-ubian. Pada sisi-sisi ladang ditanami dengan
kelapa. Pohon kelapa berfungsi sebagai peneduh dan hasilnya dijual ke pasar. Lahan garapan biasanya terletak di sekeliling permukiman. Hal ini menyebabkan
antara permukiman yang satu dengan permukiman yang lain cenderung terpencar.
Lahan garapan umumnya terletak disisi luar tanean atau berada disekeliling tanean. Hal ini dimaksudkan agar petani bekerja tidak jauh dari rumahnya
sehingga seringkali rumah dibangun diatas tanah garapan. Tidak ada orientasi khusus dimana harus membangun rumah. Biasanya hal ini diserahkan pada
dhukon atau kyai untuk menentukan dimana tempat yang baik untuk membangun rumah.
Gambar 27. Pertanian lahan kering Lahan garapan yang dimiliki petani madura pada masa lalu sangatlah luas.
Hal ini dapat dilihat dari pola permukiman tanean lanjhang yang dapat dibangun oleh pemilik pertama tanean. Namun saat ini, sesuai dengan hukum waris
menurut syariat islam, tanah pertanian telah dibagi-bagi sehingga terpetak-petak menurut jumlah keluarga. Letaknya pun terpencar-pencar karena sebagian
pewarisnya lebih memilih untuk menjual tanah pertanian. Tanah pertanian umumnya dijual untuk menambah biaya naik haji. Fenomena ini tidak sejalan
dengan pendapat Subaharianto 2009 bahwa masyarakat madura memiliki ikatan tanah dengan roh leluhur sehingga menjual tanah sama dengan menjual roh
leluhur. Penjualan tanah hanya dapat dilakukan kepada keluarga dekat sehingga seharusnya cukup sulit untuk menjual tanah di madura.
5.3.3 Masjid
Masjid bagi masyarakat madura merupakan simbol ketaatan masyarakat madura terhadap Allah SWT. Masjid digunakan sebagai tempat ibadah shalat,
Pengajian, dan tempat berkumpul. Penggerak utama kegiatan masjid adalah kyai. Pada umumnya rumah seorang kyai dilengkapi langghar yang digunakan anak-
anak belajar mengaji. Kemudian langghar ini dapat berkembang menjadi masjid dan dapat pula menjadi cikal bakal pesantren.
Selain di rumah kyai, masjid juga dapat didirikan diatas tanah wakaf menurut kesepakatan masyarakat. Tidak ada ketentuan berapa masjid yang harus
dibangun dalam satu desa. Kebutuhan masjid disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan keberadaan tanah wakaf. Tapi hampir dapat dipastikan dalam satu
desa terdapat minimal satu buah masjid. Masjid merupakan pusat orientasi aktivitas keagamaan permukiman tradisional.
5.3.4 Tanah Pemakaman
Masyarakat Madura tradisional tidak mengenal pemakaman umum. Biasanya keluarga yang meninggal dunia akan dimakamkan di dalam tanean atau
di tanah tegalnya. Tidak ada aturan khusus dimana harus memakamkan, yang
terpenting adalah arwah jenazah yang dimakamkan dapat kembali menyatu dengan tanah dan lebih tenang keberadaannya.
Pemakaman umum yang dikenal saat ini merupakan hasil dari wakaf anggota masyarakat. Tata letak pemakaman umum tidak ditentukan secara pasti.
Umumnya tanah pemakaman ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi dari sekitarnya agar terhindar dari banjir saat hujan.
5.4
Pola Permukiman Tradisional Madura
Karakter permukiman tradisional Madura dipengaruhi oleh sistem pertanian lahan kering dan kekerabatan sehingga membentuk pola permukiman yang
mengelompok namun terpencar. Setiap keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan cenderung membentuk permukiman yang mengelompok, namun
antar kelompok umumnya terpisah oleh lahan pertanian sehingga membentuk permukiman yang terpencar. Pola permukiman ini dapat dikategorikan sebagai
kombinasi antara the scattered formstead community dan the cluster village Leibo 1986. The scattered formstead community adalah pola permukiman yang
sebagian penduduknya berdiam di pusat layanan, sementara yang lainnya tersebar bersama sawah ladangnya masing-masing, sedangkan the cluster village adalah
pola permukiman yang penduduknya tinggal mengelompok dengan dikelilingi sawah ladangnya.
Pusat layanan dalam ruang permukiman tradisional madura juga berperan sebagai pusat aktivitas sosial masyarakat. Pusat layanan dan aktivitas sosial ini
dapat berupa masjid, pondok pesantren, atau lapangan kampung. Tata letak masjid pada permukiman tradisional Madura umumnya berada pada jalur sirkulasi primer
dan menjadi penanda landmark sekaligus simpul aktivitas nodesbagi kawasan permukiman.
Jalur sirkulasi path pada permukiman tradisional Madura dapat dibedakan menjadi jalur sirkulasi primer dan sekunder. Jalur sirkulasi primer adalah jalur
sirkulasi utama yang menghubungkan antar wilayah. Letak jalur sirkulasi primer dalam permukiman tradisional tidak mengikuti pola permukiman, namun dapat
membelah kawasan permukiman tradisional sehingga jalan utama dapat digunakan sebagai pembatas antar ruang permukiman edges dalam satu desa
atau dusun. Jalur sirkulasi sekunder adalah jalur sirkulasi yang menghubungkan kelompok rumah dengan kelompok rumah atau dengan lahan pertanian berupa
jalan lingkungan. Pada umumnya jalur sirkulasi sekunder hanya menghubungkan antar titik dalam ruang permukiman.
Tepian edges permukiman tradisional madura umumnya dibatasi oleh batas fisik dan batas alam. Di wilayah Desa Lenteng Timur, daerah tepian dibatasi
oleh jalan, lahan pertanian, dan sungai. Lahan pertanian yang luas dan banyaknya jumlah jalan sekunder menyebabkan batas tepi permukiman menjadi kurang tegas
sehingga tidak menjadi batas wilayah yang jelas.
Orientasi permukiman pada skala ketetanggaan cenderung tidak ada. Permukiman padat umumnya terkonsentrasi menurut letak fasilitas dan pelayanan
umum, ketersediaan akses jalur sirkulasi, atau jumlah kerabat. Hal ini berbeda dengan permukiman tradisional pada skala mikro yang menggunakan konsep
taneyan lanjhang. Permukiman tradisional taneyan lanjhang berorientasi pada arah kiblat. Kiblat menjadi pedoman dalam menentukan arah pembangunan
rumah tinggal dalam taneyan lanjhang. Hal ini menyebabkan posisi rumah tidak sejajar dengan jalan utama.
5.5 Tata Ruang Permukiman Tradisional Madura
Ruang permukiman tradisional madura dibentuk oleh budaya masyarakat madura yang sangat erat dengan faktor religi dan kekerabatan. Faktor religi dan
kekerabatan membentuk pelapisan sosial sehingga berpengaruh terhadap pola ruang aktivitas masyarakat. Tata ruang permukiman tradisional masyarakat
madura dapat dibagi dalam tiga klasifikasi, yaitu tata ruang menurut fungsi, tata ruang menurut sifat, dan tata ruang menurut aktivitas.
5.5.1 Tata Ruang Permukiman Tradisional Madura menurut Fungsi
Berdasarkan fungsi ruang, tata ruang permukiman tradisional madura dibedakan menjadi ruang tinggal, ruang sosial, dan ruang produksi Gambar 28.
Ruang tinggal merupakan area permukiman yang terikat oleh faktor kekerabatan dan menjadi tempat tinggal masyarakat. Ruang tinggal terdiri atas kelompok-
kelompok rumah yang berpola mejhi dan tanean lanjhang. Ruang sosial merupakan ruang tempat masyarakat melakukan aktivitas secara bersama dan
dapat digunakan oleh siapa pun. Ruang sosial dapat berupa lapangan, masjid, dan pemakaman umum. Ruang produksi merupakan ruang yang digunakan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ruang produksi dapat berupa lahan pertanian dan pasar.
Gambar 28 Tata ruang menurut fungsi
5.5.2 Tata ruang permukiman Tradisional menurut Sifat
Berdasarkan sifatnya, ruang permukiman dibagi menjadi ruang publik dan ruang privat Gambar 29. Ruang publik merupakan ruang yang dapat diakses
oleh semua orang. Ruang publik mengakomodasi kegiatan sosial dan keagamaan seperti kamrat, muslimatan, musyawarah warga, lomba karapan sapi, ziarah
kubur, dan sebagainya. Elemen permukiman dalam ruang publik adalah masjid, lapangan, dan pemakaman umum. Ruang privat merupakan ruang yang hanya
dapat diakses oleh individu masyarakat yang memiliki ruang tersebut. Ruang privat mengakomodasi kebutuhan produksi dan tinggal menetap. Elemen
permukiman yang termasuk dalam ruang privat adalah elemen rumah tinggal dan lahan pertanian.
Gambar 29. Tata ruang menurut sifat
5.5.3 Tata ruang Permukiman Tradisional menurut Kepercayaan
Berdasarkan aspek kepercayaan, ruang permukiman tradisional madura dapat dibagi menjadi ruang profan dan ruang suci Gambar 30. Ruang profan
merupakan ruang yang bersifat keduniawian sehingga aktivitas yang diakomodir dalam ruang ini adalah aktivitas-aktivitas sosial yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan hubungan sesama manusia. Elemen permukiman yang termasuk dalam ruang profan adalah lahan pertanian. Ruang
suci merupakan ruang yang bersifat spritual sehingga aktivitas yang diakomodir adalah kegiatan yang bersifat keagamaan dan pelaksanaan kepercayaan. Elemen
permukiman yang termasuk dalam ruang suci adalah masjid, rumah tinggal, dan tanah pemakaman.
Gambar 30. Tata ruang menurut kepercayaan
5.6 Desain Permukiman Tradisional Madura
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar desain permukiman tradisional Madura adalah berbentuk cluster.
Desain cluster merupakan desain permukiman yang mengakomodir beberapa unit rumah pada suatu lokasi yang sempit untuk mendapatkan ruang terbuka yang
lebih luas Russ 2009. Menurut Untermann dan Robert 1993 Perumahan dengan desain cluster adalah perumahan yang saling dihubungkan sedemikian
rupa sehingga unit-unit individualnya membagi bersama, baik dinding, lantai, ataupun langit-langitnya. Hal yang terpenting adalah unit-unit individual tersebut
membagi bersama pemakaian ruang terbuka dan fasilitas yang ada. Skala dan organisasi permukiman cluster menggambarkan suatu wadah fisik dan sosial yang
terstruktur namun tetap fleksibel menurut nilai-nilai dan kebudayaan setempat.
Pengembangan desain cluster dapat mereduksi dampak visual dari pengembangan yang dilakukan komunitas serta dapat mereduksi dampak
lingkungan. Bentuk cluster memungkinkan pengembang untuk memanfaatkan lahan untuk memelihara nilai-nilai kawasan alami, lahan pertanian, zona riparian,
dan sebagainya Russ 2009. Daftar atribut bagi permukiman dengan desain cluster adalah sebagai berikut.
1. Mengakomodir sejumlah unit pada ruang sempit bagi ruang terbuka yang
lebih luas 2.
Mereduksi dampak visual bagi komunitas penghuni permukiman 3.
Mengakomodasi ruang penyangga diantara penggunaan yang berbeda 4.
Memelihara fungsi lanskap alami penting 5.
Mangangkat karakter perdesaan pada tapak 6.
Sensitif terhadap karakter tapak 7.
Membangun benchmark bagi pengembangan di masa datang
5.6.1 Konsep Ruang
Berdasarkan hasil analisis terhadap sifat dan fungsi penggunaan ruang serta atribut desain cluster, area permukiman tradisional madura dapat dibagi dalam 3
ruang sebagai berikut : 1.
Ruang privat Ruang privat merupakan ruang yang hanya dapat diakses oleh penghuni
komunitas. Ruang privat berupa rumah tinggal yang ditata berkelompok- kelompok menurut hubungan kekerabatan. Ruang privat mengakomodasi aktivitas
pribadi dan anggota komunitas dalam kelompok. 2.
Ruang publik Ruang publik adalah ruang yang dapat diakses oleh semua orang. Ruang
publik dapat berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti Masjid sebagai sarana ibadah. Ruang publik merupakan pusat orientasi kegiatan masyarakat
dalam permukiman. 3.
Ruang terbuka privat Ruang terbuka privat adalah ruang terbuka yang dimiliki oleh anggota
komunitas. Ruang terbuka ini juga merupakan buffer antara kelompok rumah yang satu dengan kelompok rumah yang lain. Ruang terbuka privat
mengakomodasi kegiatan produksi dan sosial. Elemen ruang terbuka privat adalah lahan pertanian dan halaman bersama dalam komunitas.
Konsep tata ruang yang permukiman tradisional madura adalah ruang privat diapit oleh ruang terbuka privat sehingga ruang terbuka privat berfungsi sebagai
buffer antar komunitas. Ruang publik berada ditengah permukiman sehingga dapat diakses oleh seluruh penghuni permukiman Gambar 31. Keterkaitan antar
ruang yang demikian memungkinkan dibuatnya fasilitas-fasilitias penunjang permukiman pada area publik, sedangkan pada area privat dan ruang terbuka
privat ketersedian fasilitas komunal harus melalui musyawarah anggota komunitas.
Gambar 31. Konsep Ruang Permukiman Tradisional Madura
5.6.2 Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi berkaitan dengan konsep tata hijau dalam ruang permukiman tradisional Madura. Penataan vegetasi pada permukiman tradisional
madura didasarkan pada fungsi dan manfaat vegetasi bagi penghuni permukiman. Konsep tata hijau dalam ruang permukiman dibagi menjadi 2, yaitu sebagai
vegetasi penyangga dan vegetasi produksi. Vegetasi penyangga adalah vegetasi yang berperan sebagai pembatas antar ruang dalam permukiman. Secara umum
vegetasi penyangga berfungsi sebagai batas teritori bagi penghuni komunitas. Jenis vegetasi yang digunakan sebagai vegetasi penyangga adalah jenis pohon
seperti kelapa, mahoni, jati, sengon, jaran, dan waru. Vegetasi produksi merupakan vegetasi yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan penghuni
permukiman. Vegetasi produksi umumnya ditanam pada ruang terbuka privat. Jenis vegetasi yang digunakan sebagai vegetasi produksi adalah jenis tanaman
pangan dan buah-buahan.
Desain penanaman dalam permukiman tradisional tidak mengenal aturan khusus. Tata hijau lanskap didasarkan pada fungsi vegetasi dan ketersedian lahan
penanaman. Vegetasi yang berfungsi sebagai buffer umumnya ditanam mengelilingi tapak, baik ruang terbuka privat maupun ruang privat.
5.6.3 Konsep sirkulasi
Sirkulasi pada permukiman tradisional madura tidak memiliki pola yang khusus. Hierarki jalan permukiman dapat dibagi menjadi jalan utama dan jalan