Falsafah Hidup Masyarakat Madura

cluster atau berkelompok merupakan bentuk pertahanan dari gangguan musuh dan hewan liar. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Hastijanti 2005 bahwa elemen permukiman Madura yang berbentuk tanean lanjhang dan kampung mejhi merupakan elemen yang mengakomodir ritual carok. Mata pencaharian penduduk madura sebagai petani mempengaruhi karakter permukiman sehingga tampak selalu dekat dengan lahan pertanian. Tanah sebagai lahan pertanian tidak dapat dipisahkan dari permukiman tradisional Madura karena rumah tinggal hampir selalu dibangun didekat lahan garapan. Penelitian de Jonge 1989 bahkan menyebutkan bahwa komplek rumah tinggal tradisional madura yang disebut tanean lanjhang tidak dapat dipisahkan dari lahan garapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rapoport 1969 bahwa pola permukiman tradisional dipengaruhi oleh bentuk tapak, upaya petahanan, dan aspek ekonomi. Gambar 18. Pagar hidup pada rumah tinggal madura

6.2 Faktor-Faktor Pembentuk Permukiman Tradisional Madura

Permukiman tradisional Madura dibentuk oleh kombinasi tiga faktor dominan, yaitu faktor strata sosial, faktor religi, dan faktor kekerabatan. Ketiga faktor tersebut membentuk ruang permukiman pada skala meso ketetanggaan berdasarkan aktivitas masyarakat Madura.

6.2.1 Faktor Strata Sosial

Permukiman tradisional Madura sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Madura. Kebudayaan yang berhubungan dengan strata sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bentuk permukiman. Strata sosial di Madura dibagi menurut beberapa sudut pandang sehingga lapisan antar golongan saling bertumpang tindih. Pelapisan sosial masyarakat Madura dalam hal keagamaan membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yaitu kiai, santre dan benne santre. Penggolongan ini merupakan bentuk strata yang masih kuat di masyarakat. Kyai sebagai golongan tertinggi memegang peranan penting dalam masyarakat yaitu sebagai guru yang memberikan teladan dan sumber ilmu keagamaan sehingga seorang kyai sangat dihormati. Ada kepercayaan yang menyebutkan bahwa orang yang menentang kyai akan mendapatkan sial kenneng tola sehingga penghormatan kepada kyai seringkali melebihi penghormatan kepada penguasa wilayah. Permukiman golongan kyai merupakan pusat aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar keagamaan dan kegiatan kemasyarakatan Gambar 19. Hal ini menyebabkan di beberapa tempat rumah tinggal kyai dilengkapi dengan masjid dan pondok pesantren sebagai ruang aktivitas publik. Permukiman golongan santre dan benne santre umumnya memiliki pola ruang yang sama dengan masyarakat madura pada umumnya. Gambar 19. Komplek rumah kyai Pelapisan sosial menurut dimensi ekonomi mempengaruhi penggunaan material dalam permukiman. Masyarakat dengan strata sosial tinggi umumnya membangun rumah tinggal dengan tipe atap berbentuk bangsal dan pacenan dengan material bangunan berupa batu bata putih. Sedangkan bagi masyarakat dengan starata sosial menengah dan rendah rakyat jelata umumnya membangun rumah dengan menggunakan tipe atap trompesan atau pegun. Namun, tidak terdapat ketentuan khusus dalam penggunaan tipe atap tersebut. Pemilihan bentuk atap hanya didasarkan pada kemampuan dan selera pemilik rumah.

6.2.2 Faktor Religi

Kehidupan masyarakat Madura tidak lepas dari suasana religi yang kuat. Kegiatan-kegiatan bernuansa islam berkembang di masyarakat dan seringkali dilaksanakan secara berkala. Hal ini menyebabkan fasilitas keagamaan manjadi pusat orientasi kegiatan masyarakat. Permukiman tradisional secara makro menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat madura berorientasi pada Masjid dan komplek rumah kyai Gambar 20. Masjid menjadi tempat melaksanakan ibadah sholat lima waktu, belajar agama, belajar mengaji, dan ritual khataman Qur’an.

6.2.3 Faktor Kekerabatan

Faktor Kekerabatan merupakan faktor yang paling dominan membentuk permukiman tradisional Madura. Penataan permukiman masyarakat Madura didasarkan pada hubungan kekerabatan antar anggota permukiman. Semakin dekat jarak rumah tinggal atau komplek permukiman maka hampir dapat dipastikan anggota masyarakata tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Gambar 20. Masjid dan komplek rumah kyai sebagai pusat orientasi kegiatan Elemen utama permukiman yang berupa rumah tinggal dibangun secara berkelompok sesuai dengan jumlah anak perempuan sehingga membentuk tanean lanjhang Gambar 21. Tanean lanjhang ini selain sebagai tempat tinggal juga menjadi pamolean bagi saudara laki-laki yang telah bercerai atau pulang dari merantau. Oleh sebab itu anak perempuan selalu mewarisi rumah beserta pekarangannya sedangkan anak laki-laki berbagi dengan saudara perempuannya mewarisi lahan pertaniangarapan. Fungsi pewarisan rumah dan pekarangan pada anak perempuan adalah untuk tetap menjaga keutuhan hubungan kekerabatan. Kelompok permukiman baru dapat terbentuk apabila pihak laki-laki yang akan menikahi wanita dapat menyediakan lahan dan rumah di tempat yang baru sehingga menjadi cikal bakal tanean lanjhang yang baru. Gambar 21. Komplek rumah tanean lanjhang