Metode Penelitian Kajian desain lanskap permukiman tradisional Madura

3.4.3. Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Data dieksplorasi menurut teori-teori yang berkaitan dengan desain permukiman kontemporer dari studi literatur untuk kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan desain permukiman tradisional. Menurut Hubermen 1992 analisis data kualitatif dilakukan dalam tiga alur, yaitu : 1. Reduksi data Data yang diperoleh dipilih, dikelompokkan, dan disederhanakan melalui pembuatan ringkasan, tabel, dan diagram agar lebih mudah dipahami. 2. Penyajian data Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk teks naratif yang dilengkapi dengan tabel, diagram, bagan, dan atau gambar sehingga dapat diperoleh informasi yang terpadu. 3. Verifikasi Verifikasi merupakan proses penarikan kesimpulan dari analisa terhadap data. Berdasarkan uraian tersebut, pembahasan hasil analisis penelitian dapat dibagi menjadi analisis aspek fisik permukiman tradisional Madura dan analisis aspek non fisik. 1. Analisis aspek fisik dilakukan melalui pendekatan aktivitas sehingga diperoleh tata ruang permukiman tradisional madura baik pada skala makro maupun mikro 2. Analisis aspek non fisik dilakukan melalui pendekatan historis sehingga diperoleh karakteristik permukiman tradisional madura, faktor-faktor pembentuknya, serta makna dan simbolisme yang terdapat pada permukiman tradisional madura.

3.4.4. Penyusunan Konsep

Konsep desain permukiman tradisional Madura disusun pada level ketetanggan.. Konsep ruang ditentukan berdasarkan fungsi dan sifat penggunaan ruang dalam lanskap permukiman. Konsep vegetasi ditentukan berdasarkan tata letak dan fungsi vegetasi bagi lanskap permukiman. Pola sirkulasi dalam permukiman ditentukan melalui pola pergerakan penghuni dalam permukiman, sedangkan konsep fasilitas dan utilitas ditentukan melalui tata letak sarana sosial dan sarana umum dalam permukiman. Pada akhirnya, penelitian ini menghasilkan sebuah gambar konsep desain lanskap permukiman tradisional Madura. IV KONDISI UMUM MADURA

4.1 Kondisi Administratif dan Geografis Madura

Pulau Madura terletak di sebelah timur laut Pulau Jawa, tepatnya pada 7° Lintang Selatan dan 113°- 14° Bujur Timur. Pulau Madura dan Pulau Jawa dipisahkan oleh Selat Madura dengan lebar ± 4 Km. Secara umum, Pulau Madura tergolong kecil. Panjangnya sekitar 160 km dan jarak terlebarnya 55 Km sehingga luas totalnya 5.304 km 2 . Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang terletak dibagian timur Pulau Madura dan termasuk kabupaten yang masih memiliki nilai –nilai tradisional yang murni. Hal ini disebabkan Sumenep merupakan bekas wilayah keraton Madura dan pembedaan status masyarakat di wilayah ini relatif cukup kuat. Kabupaten Sumenep terletak diantara 113 o 32’54’’ BT – 116 o 16’48’’ BT dan diantara 4 o 55’ LS – 7 o 24’ LS dengan batas-batas sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Laut Jawa Laut Flores, sebelah selatan Selat Madura, dan sebelah barat Kabupaten Pamekasan. Secara geografis wilayah Kabupaten Sumenep terbagi atas bagian Daratan dengan luas : 1.146,93 Km 2 54,79 . Bagian Kepulauan dengan luas : 946,53 Km 2 45,21 yang meliputi 126 buah pulau, 48 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak berpenghuni. Temperatur Sumenep pada tahun 2009 tertinggi di bulan Nopember 36,2 o C dan terendah di bulan Februari 25,4 o C dengan kelembaban 65,0 sd 95,5. Tekanan udara tertinggi di bulan September sebesar 1.014,5 milibar dan terendah di bulan Januari 1.005,9 milibar. Jumlah curah hujan terbanyak terjadi di bulan Januari. Rata-rata penyinaran matahari terlama di bulan Agustus dan terendah di bulan Februari. Sedangkan Kecepatan angin di bulan Juli merupakan yang tertinggi dan terendah di bulan Maret BPS Sumenep 2010. Desa Lenteng Timur merupakan salah satu desa di kabupaten Sumenep yang terletak di Kecamatan Lenteng Gambar 15. Desa Lenteng Timur memiliki luas wilayah 4,05 Km 2 dan terbagi dalam enam dusun yaitu Dusun Jepun Timur, Jepun Barat, Sarpereng Utara, Sarpereng Selatan, Samondung Utara, dan Samondung Selatan. Secara geografis wilayah desa Lenteng Timur terletak di dataran rendah yaitu kurang dari 500 m diatas permukaan laut sedangkan menurut topografinya Desa Lenteng Timur termasuk daerah landai dan berbukit dengan kemiringan tanah 30. Gambar 15. Lokasi desa lenteng timur sumber: www.google.maps.com

4.2 Kondisi Sosial Masyarakat Madura

Masyarakat Madura termasuk masyarakat yang menganut hubungan kekerabatan bilateral patrilineal Hidayah 1996. Hubungan kekerabatan ini memperhitungkan garis keturunan laki –laki dan perempuan secara sama dan setara sehingga sebutan kekerabatan bagi keluarga pihak laki –laki tidak berbeda dengan sebutan untuk keluarga pihak perempuan Rifai 2007. Hubungan kekerabatan ini sangat dekat sehingga menjadi pengikat utama dalam hidup bermasyarakat. Rifai 2007 menyebutkan bahwa orang madura memiliki sifat ejhin sendiri-sendiri namun keterikatan dalam keluarga sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat pada penataan permukiman masyarakat madura. Mayoritas masyarakat Madura beragama islam sehingga nilai-nilai agama islam menjadi landasan dalam sistem kemasyarakatannya. Penduduk Desa Lenteng Timur seluruhnya beragama islam. Pada hari-hari tertentu diadakan pengajian secara berkala di masjid Desa Lenteng Timur. Acara pengajian ini juga di sesuaikan dengan jenis kelamin dan usia. Pengajian bagi kalangan bapak-bapak disebut kamrad yang dilaksanakan satu minggu sekali. Pengajian bagi ibu-ibu disebut muslimat dan dilaksanakan satu bulan sekali. Kamrad dan muslimatan dipimpin seorang kyai dan nyai istri kyai. Mata pencaharian masyarakat madura relatif beragam. Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Madura adalah bercocok tanam tanaman pangan, berdagang, nelayan dan berternak Hidayah 1996; Rifai 2007. Penduduk desa Lenteng Timur bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani, PNS, dan pensiunan PNS. Menurut data monografi yang dihimpun dinas kependudukan Kabupaten Sumenep Jumlah penduduk desa Lenteng Timur tahun 2011 adalah 6.643 jiwa yang terdiri dari 3.266 penduduk laki-laki dan 3.377 penduduk perempuan. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Komposisi penduduk desa Lenteng Timur berdasarkan mata pencaharian No. Mata Pencaharian Prosentase 1. Petani 18,68 2. Buruh tani 4,88 3. PNS 1,57 4. Swasta 28,6 5. Tukang kayuBatu 1,42 6. Peternak 0,87 7. Sopir 2,51 8. Jasa Angkut 2,45 9. Pandai Besi 2,48 10. Pengrajin Tikar 1,90 11. Lain-lain 34,64 Sumber: data demografi Desa Lenteng Timur, Sumenep 2012 Berdasarkan tabel diketahui bahwa sektor swasta berperan dominan dalam menggerakkan ekonomi di Desa Lenteng Timur. Sektor swasta yang mulai tumbuh dan berkembang ini mayoritas adalah sekolah swasta sehingga masyarakat desa lenteng Timur sebagian besar bekerja sebagai guru di sekolah swasta tersebut. Mata pencaharian dibidang pertanian juga masih menjadi potensi utama di Desa Lenteng Timur. Lahan pertanian umumnya berupa sawah tadah hujan dan tegalan. Hasil pertanian masyarakat antara lain padi, jagung, tembakau, dan kedelai. Padi ditanam pada musim penghujan sedangkan pada musim kemarau para petani menanam tembakau. Jagung dan kedelai ditanam pada masa jeda dari padi ke tembakau atau sebaliknya. Ilmu pengetahuan yang menonjol di Kabupaten Sumenep adalah ilmu pengobatan tradisional, kesenian, dan keagamaan. Jenis kesenian yang banyak diminati adalah hadrah dan pencak silat. Kesenian yang masih berkembang di Sumenep adalah orkes, ketoprak, karawitan, dan samroh topeng, namun populasinya sangat kecil. Kesenian seperti terbang, samman, sandur, gambus telah ditinggalkan peminatnya dan hampir punah. Tingkat pendidikan penduduk Desa Lenteng Timur cukup menyebar dengan sebagian besar penduduk dapat menyelesaikan pendidikannya hingga tamat SLTP. Komposisi penduduk desa Lenteng Timur menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5. Pola sikap dan perilaku masyarakat Madura didasarkan pada keyakinan kepada Tuhan, sistem stratifikasi sosial, harga diri yang melekat pada masyarakat Madura, dan sistem kekerabatan Wiyata 2002. Dasar-dasar inilah yang menjadi landasan dalam setiap tindakan masyarakat Madura. Dasar keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa menunjukkan budaya Madura mengenal etika terhadap Tuhan. Secara garis besar pelapisan sosial meliputi tiga lapisan yaitu oreng kene sebagai lapisan terbawah, ponggaba sebagai lapisan menengah, dan parjaji sebagai lapisan paling atas wiyata 2002. Oreng kene atau orang kecil adalah kelompok masyarakat biasa atau kebanyakan. Mereka biasanya bekerja sebagai petani, nelayan, atau pengrajin. Lapisan sosial menengah atau ponggaba meliputi para pegawai yang bekerja sebagai birokrat mulai dari tingkat bawah hingga tinggi. Lapisan paling atas atau parjaji adalah para bangsawan baik yang merupakan keturunan raja maupun keturunan orang-orang yang diberi penghargaan oleh pemerintah kolonial. Tabel 5 Komposisi Penduduk Desa Lenteng Timur menurut Tingkat Pendidikan No. Pendidikan Prosentase 1. Tidak Sekolah 4,28 2. Tidak Lulus SD 14,23 3. Lulus SDsederajat 28,02 4. Lulus SLTPsederajat 30,23 5. Lulus SLTAsederajat 17,68 6. Sarjana 1,48 7. D1, D2, D3 0,72 8. Madrasah Diniyyah 3,12 9. Pernah Kursus 0,48 Sumber: data demografi Desa Lenteng Timur diolah Pelapisan sosial menurut dimensi agama membagi masyarakat Madura menjadi dua lapisan yaitu santre dan benne santre. Kelompok santri dibedakan menjadi tiga tingkatan. Kyai merupakan kelompok masyarakat yang berada di lapisan atas, bindara dianggap sebagai kelompok menengah, dan santri sebagai kelompok di lapisan terbawah. Di wilayah perdesaan sistem pelapisan sosial menurut dimensi agama lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga seorang kyai yang berfungsi sebagai guru akan lebih ditaati perintahnya dan didengarkan nasihatnya daripada penguasa daerah. Secara arsitektural kondisi permukiman Desa Lenteng Timur masih memegang nilai-nilai budaya tradisional. Hal ini tampak pada bentuk arsitektur bangunan, pola rumah tinggal, dan pola elemen pembentuk permukiman. Bentuk arsitektur bangunan yang terdapat di Desa lenteng Timur umumnya berupa bangunan dengan bentuk atap bangsal atau trompesan Gambar 17. Bahan bangunan yang digunakan antara lain berupa tembok bata, kayu, bambu atau anyaman bambu tabing. Pola rumah tinggal masyarakat Desa Lenteng Timur sebagian besar berbentuk taneyan lanjhang dengan komposisi rumah berjumlah 6- 15 bangunan.

4.3 Falsafah Hidup Masyarakat Madura

Dalam kehidupan masyarakat madura dikenal falsafah bappa, babbu, guru, rato. Konsep ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat madura kepada orang tua, guru kyai dan penguasa pemerintah. Penghormatan dan Kepatuhan terbesar dipersembahkan pada kedua orang tua, terutama bapak sebagai pengayom dan penentu kebijakan dalam keluarga. Selanjutnya adat budaya madura menempatkan penghormatan kepada ibu dan perempuan diurutan kedua. Penghormatan kepada gurukyai menempati urutan ketiga sebagai orang yang memberikan ilmu terutama ilmu keagamaan. Kepatuhan masyarakat Madura terhadap kyai menempatkan kyai pada strata tertinggi dan dapat mempengaruhi kebijakan publik. Konsep hidup bappa, babbhu, guru, rato tidak hanya terlihat pada pola aktivitas sehari-hari tetapi juga termanifestasi pada tatanan permukiman, baik permukiman pada skala ketetanggaan maupun permukiman pada skala rumah tinggal Gambar 16. Manifestasi konsep bappa-babbhu, guru, rato pada permukiman skala ketetanggaan ditunjukkan oleh keberadaan elemen rumah tinggal, masjid, dan kantor pemerintahan. Rumah tinggal merupakan perwujudan konsep bappa-babbhu, masjid dan komplek rumah kyai merupakan perwujudan konsep ghuru, dan kantor desapemerintahan merupakan manifestasi dari konsep rato ’. Permukiman masyarakat madura pada skala rumah tinggal ditata menurut filosofi perlindungan terhadap anak perempuan. Prinsip ini mengharuskan setiap orang tua membangunkan rumah bagi anak perempuannya di halaman yang sama dengan orang tuanya. Anak perempuan yang sudah menikah akan tetap tinggal di pekarangan orang tuanya sehingga suaminya akan ikut tinggal di rumah istri. Apabila orang tua tidak mampu membuatkan rumah bagi anak perempuannya maka rumah yang ada akan diberikan pada anak perempuannya dan orang tua pindah ke kamar belakang atau ruangan yang lebih kecil. Posisi perempuan yang demikian menjadikan masyarakat Madura sangat menjaga martabat dan kehormatan perempuan. Dalam pandangan orang Madura, perempuan, terutama istri, merupakan simbol kehormatan rumah tangga atau laki-laki Madura. Penerapan konsep bappa-babbhu, ghuru, rato pada skala rumah tinggal tampak pada penataan elemen rumah tinggal yang terdiri dari roma tongghu dan langghar. Roma tongghu adalah rumah orang tua atau rumah induk. Adanya