Keberadaan makam-makam kecil ini dapat ditemui di wilayah perdesaan Subaharianto dkk 2004.
Hubungan tanah dan leluhur yang sangat erat menyebabkan penjualan tanah pada dasarnya dianggap sama dengan menjual roh leluhur. Oleh sebab itu pantang
bagi orang Madura untuk menjual tanah pekarangan atau tanah tegalan kepada orang luar yang bukan saudara. Penjualan tanah kepada orang luar akan
merupakan aib bagi pemilik tanah dan dapat berakibat ecapok tola atau kenneng tola tidak selamat atau sial.
Sistem kekerabatan yang berlaku pada setiap kelompok etnis menunjukkan berbagai variasi yang menggambarkan bentuk jalinan sosial yang lebih luas.
Kerabat merupakan kerangka dasar terbentuknya ikatan sosial yang paling primer Subaharianto dkk 2004. Masyarakat Madura termasuk masyarakat yang
menganut hubungan kekerabatan bilateral patrilineal Hidayah 1996. Hubungan kekerabatan ini memperhitungkan garis keturunan laki
–laki dan perempuan secara sama dan setara sehingga sebutan kekerabatan bagi keluarga pihak laki
–laki tidak berbeda dengan sebutan untuk keluarga pihak perempuan. Landasan ikatan
kekerabatan yang penting bagi orang Madura adalah hubungan pertalian darah seketurunan dalam keluarga. Rasa keeratan tersebut diperlihatkan dan dipelihara
dengan menggunakan sistem pengelompokan bhala kerabat atau taretan persaudaraan secara bertingkat. Konsep dasar kriteria kerabat tersebut
ditumpukan pada asas seperindukan sebagai landasan utamanya Rifai 2007.
Pada sistem pewarisan hubungan kekerabatan patrilineal ini tidak berlaku secara konsisiten, terutama pada pewarisan tanah pekarangan dan rumah.
Berdasarkan adat, anak perempuan berhak mewarisi rumah dan tanah pekarangan. Hal ini disebabkan sistem matrilokal yang berlaku di Madura. Seorang laki-laki
yang sudah menikah akan tinggal menetap di rumah istri dan keluar dari keluarga batihnya sendiri sementara seorang istri harus menyiapkan rumah di
pekarangannya. Pola bermukim ini menunjukkan bahwa ikatan hubungan kekerabatan di Madura lebih kuat pada kaum perempuan. Pewarisan tanah tegalan
berbeda dengan tanah pekarangan. Anak laki-laki dan perempuan memiliki bagian yang sama dalam pembagian waris tanah tegalan. Tanah tegalan mempunyai
kekuatan mengikat dalam kegiatan budidaya pertanian berupa kebersamaan dalam mengolah tanah secara gotong royong. Bentuk ikatan gotong royong biasanya
berdasarkan kepemilikan tanah yang berdekatan. Para pemilik tanah yang berdekatan biasanya masih satu keluarga karena tanah tegal yang diolah
merupakan hasil pembagian warisan tanah sangkolan.
Kegiatan sosial di perdesaan Madura diselenggarakan oleh organisasi massa yang dibentuk oleh masyarakat sendiri. Organisasi massa yang banyak dijumpai
umumnya berlandaskan keagamaan. Ada kelompok yang secara teratur bertemu dan melakukan pembacaan
diba’i dan barzanji dengan diiringi bunyi-bunyian hadrah atau samrah. Kamrat adalah organisasi massa lain yang lebih umum
kegiatannya. Kadangkala kegiatan pertemuan teratur organisasi massa diikat pula dengan kegiatan arisan Rifai 2007
Dalam hal seni seni sastra, masyarakat Madura mengenal peribahasa, pepatah, dan kata-kata bijak seperti saloka. Baik pepatah, peribahasa, maupun
saloka merupakan representasi dari kearifan lokal masyarakat Madura Sadik 2012. Didalamnya terdapat simbol atau kiasan yang berisi falsafah hidup dan
norma dalam bermasyarakat dan memelihara alam. Selain itu masyarakat Madura
juga mengenal seni tembang dan lagu. Tembang dan lagu ini umumnya memiliki makna yang menggambarkan adat kebiasaan masyarakat sehari-hari atau dapat
pula berisi nasihat tentang nilai-nilai kehidupan Junianto 2008, Syafiuddin 2011.
2.4.3 Permukiman Madura
Masyarakat Madura memiliki tipologi pola pemukiman sendiri dan tipologi bentuk rumahnya sendiri yang masih tetap dipegang di daerah perantauannya.
Tipologi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang tipe. Tipologi arsitektur berkaitan dengan elemen
– elemen pembentuk bangunan Anonimous, 2009. Menurut Tulistiyantoro 2005, tipologi pola pemukiman di
Madura adalah pemukiman yang berdasarkan keterikatan terhadap keluarga batih keluarga luas, yakni Tanean Lanjang Gambar 8. Sedangkan tipologi huniannya
menurut Wiryoprawiro 1986 adalah Pegun, Trompesan, Pacenan, Kampung, Limasan, Surabayanan.
Permukiman tradisional Madura umumnya merupakan kumpulan rumah yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Biasanya letaknya berdekatan
dengan lahan garapan, mata air, atau sungai. Lahan garapan dan kompleks rumah dibatasi oleh tanaman hidup atau guludan tanah yang disebut galengan. Susunan
rumah disusun menurut hierarki keluarga. Keluarga paling tua berada berada di sebelah barat dan keluarga paling muda di sebelah timur. Di ujung paling barat
terdapat langgar yang menjadi orientasi permukiman secara keseluruhan Tulistyantoro 2005.
Gambar 8. Taneyan lanjhang sumber: Maningtyas 2011 Sebuah tempat permukiman keluarga tidak terbentuk dari sebuah rumah,
melainkan terdiri dari beberapa rumah yang mengelompok dan biasanya merupakan satu keluarga Sadik 1996; dan Rifai 2007. Pada umumnya, di
sekeliling komplek permukiman tersebut diberi pagar dengan tanaman pepohonan pagar hidup baik berupa bambu atau tanaman keras lainnya yang ditanam sangat
rapat. Bahkan terkadang tanaman pohon tersebut masih diikat dengan bilah
–bilah bambu. Bagi masyarakat Madura permukiman adalah sebuah benteng bagi
penghuninya. Sehingga pagar yang mengelilinginya haruslah dapat menahan ancaman dari luar seperti musuh atau binatang buas Sadik 1996. Kondisi ini
merupakan bentuk adaptasi masyarakat terhadap kondisi alam Madura yang panas serta pemanfaatan lahan yang efisien dimana satu halaman dipakai bersama-sama
dan menjadi pusat aktivitas kemasyarakatan dalam suatu permukiman Maulidi 2011.
Pola pemukiman pada Pulau Madura menurut Wiryoprawiro 1986 pada dasarnya merupakan pola pemukiman yang tersebar, karena mengikuti tempat
dimana ada wilayah yang subur Gambar 9. Maulidi 2011 menyebutkan bahwa Sistem pertanian tegal dan pertanian tadah hujan membentuk unit lingkungan
permukiman pedesaan yang terpencar. Berbeda halnya dengan pola pemukiman Madura di pesisir, menurut Citrayati 2008, adalah mengikuti adanya jalan dan
beroriantasi pada adanya laut.
Gambar 9. Permukiman tradisional madura sumber: Maulidi 2011 Pola permukiman tradisional Madura yang ideal disebut tanean lanjhang.
Tanean lanjhang bermakna halaman panjang yang tersusun dari deretan rumah yang berjajar dari barat hingga ke timur sesuai dengan jumlah anak perempuan.
Pola permukiman tanean lanjhang menunjukkan hubungan yang erat antara tanahlahan dengan kekerabatan. Penghuni tanean lanjhang adalah anak-anak
perempuan dari sebuah keluarga inti bersama suami dan anak-anaknya.
2.4.4 Taman Rumah Tinggal Tradisional Madura
Rumah tinggal tradisional madura terdiri dari beberapa rumah tinggal yang memiliki ikatan kekerabatan. Komplek rumah tinggal tradisional ini disebut
taneyan lanjhang. Taneyan lanjhang terdiri dari beberapa elemen yang disusun dari barat ke timur Maningtyas 2011, yaitu :
1. roma
roma merupakan istilah untuk rumah tinggal dalam taneyan. Rumah tinggal ini dibedakan menjadi dua, yaitu rumah induk dan rumah anak perempuan. Rumah
induk dinamakan dengan roma tongghu. Biasanya rumah induk dibangun di sebelah barat pada sisi utara taneyan dengan menghadap ke selatan. Sementara
rumah-rumah anak perempuan dibangun di sebelah timur rumah induk dengan pola berjajar membentuk barisan bangunan yang linear Gambar 10
2. Langghar
Langghar merupakan penanda bagi suatu taneyan yang mandiri. Selain itu langghar juga berperan sebagai pusat aktivitas dalam taneyan dan tempat
untuk menerima tamu. Pada umumnya langghar dibangun di ujung barat taneyan berhadapan langsung dengan pintu masuk Gambar 11.
3. dapor dan kandang
dapor merupakan istilah untuk dapur pemilik taneyan. Dapur tersebut dibangun berhadapan dengan rumah tinggal masing-masing pada sisi selatan
taneyan. Sedangkan kandang dibangun di sisi selatan taneyan menghadap ke utara. Seringkali kandang juga dibangun bersisian dengan dapur Gambar 12.
Gambar 10. Tata Letak Roma Sumber: Maningtyas 2011
Gambar 11. Tata Letak Langghar sumber: Maningtyas 2011
Gambar 12. Tata letak Dapor dan Kandang 4.
Taneyan Taneyan merupakan halaman yang dikelilingi bangunan, berupa hamparan
tanah kosong. Fungsi taneyan adalah untuk menjemur hasil pertanian, melaksanakan ritual adat atau hajatan keluarga. Vegetasi dalam taneyan tidak
boleh terlalu tinggi sehingga menutupi pandangan dari langghar.
roma
5. Pagar hidup
pagar hidup merupakan barisan pohon atau semak yang tumbuh rapat disekeliling taneyan lanjhang. Pagar hidup ini sekaligus menjadi batas area
sekaligus menjadi pelindung taneyan dari bahaya binatang atau musuh dari luar.
6. Pamengkang
Pamengkang merupakan kebun tempat menanan tanaman kebutuhan sehari- hari. Biasanya pamengkang diletakkan di belakang bangunan rumah tinggal
atau disekeliling taneyan diluar komplek bangunan.
Secara umum, elemen yang nilai budaya paling tinggi dan dianggap paling suci diletakkan di sisi paling barat dari taneyan.
Konsep desain taman rumah tinggal tradisional Madura adalah adanya ruang publik taneyan berbentuk axis yang menghubungkan pintu masuk dengan ruang
semi publik langghar dengan desain berupa ruang terbuka sehingga pandangan meluas dan tidak terhalang. Sedangkan ruang privat dan servis saling berhadapan
dan dipisahkan oleh ruang publik untuk mengakomodasi pelayanan umum tanpa mengganggu aktivitas pribadi penghuni Maningtyas dan Gunawan 2011.
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Gambar 13. Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih
berdasarkan rekomendasi ahli kebudayaan Madura dengan merujuk pada tingkat perubahan fisik perkampungan tradisional di wilayah studi. Secara umum
Kabupaten Sumenep mengembangkan wilayah dengan memelihara budaya lokal, sehingga wilayah ini dikenal sebagai kota budaya di Madura. Desa Lenteng Timur
di Kecamatan Lenteng merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan karakter permukiman tradisional.
Gambar 13. Peta lokasi penelitian Wilayah penelitian adalah kawasan pedusunan di Desa lenteng Timur
Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Ellak Laok, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Poreh, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lenteng Barat, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Lembung Timur. Luas wilayah penelitian di Desa
Lenteng Timur adalah 4,05 Km
2
. Permukiman Desa Lenteng Timur berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut dan termasuk pada dataran
rendah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012-Juli 2013.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tahap penelusuran sejarah berupa pengumpulan data, kunjungan lapang, dan wawancara, dilanjutkan dengan tahap analisis dan
sintesis data berupa perumusan konsep desain permukiman tradisional Madura hingga penulisan laporan.
Peta lokasi Desa Lenteng Timur
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat keras hardware dan lunak software. Perangkat keras yang digunakan antara lain
berupa netbook, kamera, recorder, dan mesin cetak printer. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian terdiri dari program komputer seperti MS word,
MS excel, dan Adobe Photoshop. Bahan penelitian yang digunakan dalam analisis berupa peta wilayah, peta citra satelit, sketsa, data deskriptif baik dari pustaka
maupun hasil wawancara, serta foto dan gambar.
3.3 Penentuan Sampel Penelitian
Penentuan sampel penelitian didasarkan pada aplikasi teoritis sehingga penghayatan mendalam terhadap obyek studi lebih diutamakan. Obyek yang
dipilih secara umum dapat menggambarkan permukiman Madura yang tradisional dan nilai-nilai budaya Madura yang original. Penelitian ini menitikberatkan pada
kualitas obyek daripada kuntitasnya. Menurut Sarantakos 1993 jumlah sampel yang besar tidak selalu menjamin akurasi, validitas, dan keberhasilan penelitian
kualitatif. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsep desain permukiman Madura yang original dan telah lampau sehingga wilayah penelitian
mungkin saja telah mengalami perubahan atau modernisasi. Oleh sebab itu penelitian ini hanya mengambil sebagian dari populasi responden dengan teknik
pengambilan sample menggunakan metode purposive sampling.
Penentuan sample penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu menganalisis dan merumuskan konsep desain permukiman tradisional Madura
sehingga lokasi sample penelitian didasarkan pada kriteria berikut : 1.
Lingkungan yang masih menunjukkan suasana tradisional
2.
Lingkungan yang menunjukkan bentukan rumah tradisional pada kawasan
3. Lingkungan yang masih menunjukkan kekhasan aktivitas
Pengambilan sample pada lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive random sampling dimana sample yang dipilih adalah sample
dengan jumlah rumah tradisional lebih dari satu.
3.4 Metode Penelitian
Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historic kesejarahan untuk kajian desain lanskap permukiman dan
teknik analisis kualitatif. Menurut Noeng Muhajir 1996, metode analisis kualitatif adalah metode analisis penelitian yang menuntut adanya sifat holistik
dimana obyek diteliti pada suatu aksentuasi tertentu tapi tidak melupakan konteks dari obyek tersebut. Desain penelitian kualitatif bertolak pada kerangka teoritik
penelitian terdahulu dan pemikiran dan teori para pakar untuk kemudian dikonstruksikan menjadi sesuatu yang problematik dan perlu diteliti lebih lanjut.
Konstruksi teori dibangun dari konseptualisasi teoritik sebagai hasil pemaknaan empirik, logis, dan etik. Pada tataran empirik, sampel dipilih secara
purposive untuk mengungkapkan makna dan esensinya Muhajir 1996. Sifat penelitian kualitatif dapat dilihat pada tabel 1. Secara umum tahapan penelitian
meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan konsep Gambar 14.
Tabel 1. Sifat Penelitian Kualitatif No. Materi
Operasional
1. Tujuan Penelitian
Membangun teori baru 2.
Desain Penelitian Desain penelitian meliputi tujuan, obyek,
sample, dan sumber data tidak terinci, fleksibel, muncul dan berkembang saat
penelitian berlangsung
3. Proses Penelitian
Desain penelitian dapat diketahui dengan jelas setelah penelitian selesai
4. Hipotesis
Sebelumnya tidak mengemukakan hipotesis. Hipotesis muncul ketika penelitian berjalan
dan bersifat hipotesis kerja
5. Hasil Penelitian
Hasil Penelitian bersifat terbuka 6.
Analisa data Analisa data dilakukan sejak awal
bersamaan dengan pengumpulan data 7.
Teknik Pengumpulan data Tidak berstruktur, data berbentuk narasi
8. Lingkup temuan
Ideographic sebuah kenyataan Sumber : Moleong 1997
3.4.1. Tahap Persiapan
Studi pendahuluan dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keadaan lanskap dan karakteristik budaya masyarakat Madura. Pada
tahap ini peneliti mengumpulkan data umum terkait lanskap permukiman tradisional dalam bentuk uraian dan artikel dalam jejaring berkala dan wawancara
singkat dengan beberapa orang suku Madura. Wawancara ini masih sangat sederhana untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan lanskap, karakter
budaya, dan informasi tentang pola lanskap permukiman. Selain itu peneliti juga mencari informasi terkait narasumber yang sesuai untuk penelitian ini.
3.4.2. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kategori yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan survei atau pengamatan langsung di lapang. Kegiatan survei dilakukan dengan menyusuri jalan utama dan batas tapak, serta
mengunjungi rumah-rumah tradisional yang berada pada wilayah studi.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur dan pengambilan data dari instansi-instansi terkait. Literatur yang dikumpulkan terdiri
dari berbagai bentuk baik berupa buku, jurnal, laporan penelitian, maupun artikel bebas dari media cetak atau media elektronik.
Data yang dikumpulkan terdiri dari dokumen-dokumen berisi bukti sejarah yang terkait dan mendukung penelitian, Foto, sketsa, dan hasil survey dan
wawancara terstruktur dan purposive di lapangan Tabel 2. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi tentang pola permukiman Madura, elemen yang ada,
fungsi dan filosofi bagi permukiman, serta nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat. Narasumber dalam interview ini dipilih secara purposive yaitu
dengan mempertimbangkan latar belakang dan tingkat interaksi yang dimiliki calon narasumber dengan budaya Madura.
Gambar 14. Tahapan penelitian Tabel 2. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data
Jenis Data Bentuk Data
Sumber Data
Pola Permukiman Tradisional
Peta, deskripsi, sketsa, foto
Literatur, studi lapang Tata ruang Permukiman
Tradisional Peta, sketsa
Literatur, studi lapang, wawancara
Orientasi elemen permukiman
Deskripsi, sketsa, foto Literatur, studi lapang,
wawancara Sejarah Budaya
Deskripsi Literature, wawancara
Sastra Tulisan Deskripsi
Dongeng, Legenda, cerita rakyat
Tabel 3. Narasumber Penelitian
No. Nama Narasumber Profesi
Latar belakang Studi
1. Prof. Dr. Ahmad Mien
Rifai Peneliti LIPI
Peneliti LIPI 2.
Sulaiman Sadik Sejarawan
Sastra Madura 3.
Dr. Latief Wiyata Dosen
Antropologi 4.
Dr. Lintu Tulistyantara Dosen
Arsitektur