2.6 Hubungan antara Bahan Pengisi dan Ashi
Penambahan pati ke dalam daging ikan giling pada pembuatan gel kamaboko bertujuan untuk memperkuat ashi, terutama pada daging ikan yang
memiliki ashi yang lemah, disamping itu juga untuk memodifikasi tekstur dan menurunkan biaya. Pati berperan sebagai bahan pengisi gel protein miofibril yang
sederhana, tidak berinteraksi langsung dengan matriks protein surimi maupun mempengaruhi formasi protein tersebut karena pada proses pemasakan yang
terjadi lebih dulu adalah gelasi protein diikuti dengan mengembangnya pati Wu et al
. 1985. Proses mengembangnya granula pati pada gel protein selama proses
pemanasan dijelaskan oleh Lee dan Kim 1985 yang dikutip oleh Wu et al. 1985 sebagai berikut: selama proses pemanasan, pati mengalami gelatinisasi,
granula mengembang dan memerlukan air. Selama perubahan ini granula pati mengembang pada tingkat tertentu dan menyebar melewati struktur jala protein
ikan. Mengembangnya granula pati tersebut menyebabkan tekanan yang kuat pada matriks protein disertai dengan penarikan air yang berada di sekitar matriks
protein sehingga menghasilkan gel yang lebih kuat dan kohesif. Wu et al. 1985 menegaskan bahwa efek meningkatnya kekuatan gel oleh pati tidak terjadi jika
gelatinisasi tidak terjadi dalam pasta ikan. Menurut Okada 1973 yang dikutip oleh Suzuki 1981, agar pati
menunjukkan pengaruhnya membangun ashi dibutuhkan suhu yang spesifik selama pemanasan. Wu et al. 1985 melaporkan bahwa setiap pati memiliki suhu
gelatinisasi yang berbeda, seperti pati kentang 65
o
C, tapioka 69
o
C dan maizena 73
o
C. Suhu gelatinisasi juga tergantung pada konsentrasi pati, makin kental larutan, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu
kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun Winarno 1997. Menurut Wu et al. 1985 pada proses pengolahan gel, saat pati dicampur
dengan surimi, suhu gelatinisasi pati bergeser ke suhu yang lebih tinggi dibandingkan jika pati hanya dicampur dengan air. Ketersediaan air dalam sistem
surimi bukan faktor utama yang menyebabkan pergeseran suhu gelatinisasi pati tersebut. Ada faktor-faktor lain yang menyebabkan meningkatnya suhu
gelatinisasi pati. Faktor-faktor tersebut adalah adanya sukrosa, garam dan protein.
Garam menghambat ‘opening’ daerah kristal di dalam granula pati Ganz 1965 diacu dalam Fitrial 2000. Di dalam tepung, protein membentuk kompleks
dengan pati pada permukaan granula sehingga menghambat pembebasan eksudat pati Olkku dan Rha 1978 diacu dalam Wu et al. 1985.
Menurut Okada 1973 dalam Suzuki 1981, penambahan pati akan berpengaruh terhadap sifat ashi kamaboko jika hal dibawah ini terjadi:
1 granula pati harus tergelatinisasi;
2 pada saat terjadi gelatinisasi, granula pati menyerap air dan menjadi elastis
sehingga membantu pembentukan tekstur ashi; 3
granula pati yang telah tergelatinisasi lebih tahan terhadap kekuatan mekanis sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel protein daging.
Penambahan pati optimum untuk mendapatkan kekuatan gel maksimum menurut Lee et al. 1992, sangat tergantung pada tipe pati yang ditambahkan.
Menurut Wu et al. 1985 pati yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi untuk memperkuat ashi adalah pati kentang, tapioka dan maizena. Diantara pati-pati
tersebut, pati kentang mempunyai pengaruh yang paling baik untuk menguatkan gel karena pati tersebut memiliki kemampuan untuk mengikat sejumlah besar air
dan mengembang dengan diameter yang besar. Menurut Swinkels 1985 diameter granula pati kentang adalah sekitar 33 m, sedangkan granula tapioka
sekitar 20 m dan pati jagung sekitar 15 m. Pengaruh fraksi yang terdapat pada pati terhadap ashi gel telah dilaporkan
oleh Suzuki 1981. Fraksi amilopektin lebih berperan terhadap ashi gel dibandingkan amilosa, meskipun demikian amilosa juga berperan memperkuat
gel. Pati kentang mengandung 21 bb amilosa dan 79 bb amilopektin, sedangkan tapioka 17 bb amilosa dan 83 bb amilopektin Swinkels
1985.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2008. Pelaksanaan penelitian berlangsung di beberapa laboratorium yaitu
Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan pada Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan BPP2HP Jakarta untuk kegiatan preparasi bahan
baku dan pembuatan surimi, Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk kegiatan pembuatan bakso ikan,
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk analisis Total Volatile Base TVB, Laboratorium Biokimia
Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk analisis proksimat, Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian untuk
analisis derajat putih, kekuatan gel dan Water Holding Capacity WHC. Laboratorium Pusat Antar Universitas PAU IPB untuk uji pH, dan protein larut
garam serta Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk uji lipat, uji gigit dan uji organoleptik.
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk pembuatan surimi dan bakso ikan, serta bahan-bahan untuk analisis
karakteristik surimi dan bakso ikan. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi adalah ikan HTS kurisi, beloso, gulamah dan mata goyang,
garam, air dan es. Bahan-bahan untuk pembuatan bakso ikan adalah surimi ikan HTS, tepung tapioka “Alini”, tepung sagu “Alini”,air es dan bumbu-bumbu
bawang merah, bawang putih, garam, telur, dan merica. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis karakteristik surimi dan bakso ikan meliputi
bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia seperti K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO4, tablet Kjeldahl, akuades, NaOH 40, H
3
BO
3
, HCl, heksana, NaCl, buffer, TCA, K
2
CO
3
dan indikator.