III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Pemberantasan kemiskinan merupakan langkah yang harus ditempuh dalam menghadapi bahaya akibat kemiskinan, terutama di Provinsi Jawa Barat.
Penduduk di Provinsi Jawa Barat hampir 50 persen adalah masyarakat miskin, hal ini ditandai pula oleh jumlah penganggurannya yang menempati urutan pertama di
Indonesia yaitu sebesar 35,14 persen. Salah satu permasalahan dalam proses pembangunan daerah di Jawa Barat selama ini adalah adanya
disparitasketimpangan pembangunan antara kawasan pedesaan dan perkotaan. Pembangunan cenderung terpusat pada perkotaan sehingga masyarakat perkotaan
memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya ekonomi dan cenderung memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Dengan kinerja makroekonomi yang membaik, ternyata Jawa Barat belum mampu meningkatkan kinerja sektor riil dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama
kesempatan kerja, pendidikan dan kesehatan. Ini ditandai dengan masih stagnasinya sektor riil, tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang
masih tinggi. Terlihat tidak adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Secara teoritis, jika perekonomian mengalami
pertumbuhan, maka penyerapan tenaga kerja atau permintaan tenaga kerja akan meningkat.
Pola-pola pertumbuhan yang pro masyarakat akan mendukung efektifitas pembangunan yang dapat mengurangi ketidakmerataan inequality melalui
investasi kepada modal manusia dan sosial social and human capital untuk meningkatkan kemampuan kelompok rumah tangga sehingga mereka memiliki
akses terhadap modal finansial antara lain melalui kredit. Sumber daya alam merupakan endowment factor yang memiliki berbagai alternatif penggunaan.
Sekalipun ada beberapa wilayah di Jawa Barat yang memiliki kesamaan sebagai wilayah pertanian, namun masing-masing memiliki keunikan sehingga jika
dieksploitasi akan memberikan nilai tambah value added yang beragam. Sedangkan modal sosial adalah organisasi sosial khususnya asosiasi horizontal
seperti jaringan, norma dan kepercayaan trust yang memfasilitasi koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan.
Dalam rangka penciptaan kesempatan kerja, pemerintah perlu berhati-hati dalam menerima investasi. Investasi yang dibutuhkan adalah investasi yang
berbasis pada sumber daya ekonomi yang ada di perdesaan dan memberikan nilai tambah yang besar dalam penciptaan kesempatan kerja. Diperlukan juga
revitalisasi pada sektor pertanian, karena sektor inilah penyumbang pengangguran tertinggi. Sedangkan dalam mendorong sektor nonformal seperti UMKM ke
dalam sektor formal. Kelangkaan modal yang mudah untuk diakses bagi penduduk miskin maupun pengusaha mikro dan kecil-menengah UMKM,
kurangnya infrastruktur fisik dan sosial, kurangnya akses terhadap pelayanan dan informasi serta beberapa faktor sosial budaya masyarakat adalah faktor-faktor
penting yang membatasi masyarakat miskin maupun masyarakat lainnya yang bergerak dalam sektor usaha mikro dan kecil menengah UMKM di perdesaan
untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan sosial. Sehingga masyarakat dalam pemenuhan untuk kebutuhan rumah tangga
dapat meningkat dengan mendorong dan melancarkan produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang semuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan
taraf hidup manusia. Selain daripada itu peningkatan produktifitas rumah tangga sangat dipengaruhi oleh potensi yang ada di daerah yang meliputi sumberdaya
manusia, alam, man-made capital dan social capital. Dengan adanya pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dimaksudkan agar suatu
wilayah dengan keunggulan komparatif dan kompetitifnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan peningkatan pertumbuhan ekonominya.
Tingkat dan pola konsumsi rumah tangga dari hasil penerimaan pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga pada suatu wilayah dalam waktu
tertentu merupakan cerminan tingkat kesejahteraan masyarakat output di wilayah tersebut. Sedangkan kredit merupakan salah satu input sekaligus insentif
bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas baik produktif maupun pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangga. Sehingga kredit dan konsumsi serta faktor-
faktor sosial ekonomi lainnya memiliki keterkaitan hubungan yang dapat menentukan produktifitas khususnya kesejahteraan pelaku ekonomi rumah tangga.
Sedangkan tabungan merupakan selisih dari pendapatan rumah tangga dengan pengeluarankonsumsi dan pajak-pajak rumah tangga, sebagai simpanan yang
dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu. Tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dapat diukur dengan
Indeks Pembangunan Manusia IPM. Mencermati ukuran dan komponen di atas maka IPM yang dicapai oleh suatu wilayah atau dapat mencerminkan
keberhasilan membangun unsur manusia dari tiga sisi yang paling mendasar yaitu melek huruf, harapan hidup dan daya beli. IPM tidak mengukur aspek-aspek
kebutuhan mendasar lainnya seperti perumahan, lingkungan, kualitas gizi dan sebagainya. Akan tetapi seandainya ketiga unsur tersebut juga masih rendah
pencapaiannya hal itu dapat menggambarkan betapa pembangunan manusia di wilayah tersebut masih jauh dari memadai.
Jika dilihat bahwa IPM di Jawa Barat dipengaruhi oleh unsur budaya dan gaya hidup. Kesenjangan target dan realisasi
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat semakin besar. Tiga hal utama yang memengaruhinya adalah peningkatan indeks rendah di beberapa
daerah, minimnya pemahaman aparatur pemerintahan, dan rendahnya indeks daya beli masyarakat. Untuk mewujudkan cita-cita sebagai provinsi termaju pada tahun
2010, Jawa Barat menetapkan IPM mencapai angka 80. Saat ini dengan IPM sebesar 69,10, target per tahun peningkatan IPM minimal sebanyak 1,5, tetapi
kenyataannya kenaikan IPM tertinggi di Jawa Barat sejak 2004-2005 hanya 0,99. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya IPM di Jawa Barat adalah: 1 rata-rata
masyarakat belum memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya pendidikan formal dan belum mengerti tentang kesehatan, 2 Masyarakat lebih mementingkan
membeli barang-barang bukan kebutuhan pokok, seperti alat elektronik atau kendaraan bermotor. Keadaan itu merupakan situasi yang tidak menguntungkan
bagi peningkatan IPM. Peningkatan daya beli yang terjadi bukan daya beli untuk kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan energi, tapi cenderung pada barang-barang
tersier. Lebih lanjut, ada dua hal lain yang harus dipenuhi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yaitu peningkatan pendapatan masyarakat dan ketersediaan
barang yang akan dibeli. Dalam pembangunan ekonomi regional, pemerintah menggunakan dasar
Pendapatan Domestik Bruto PDB sebagai tolak ukur perekonomian wilayah.
Salah satu penyumbang PDB adalah dari pengeluarankonsumsi rumah tangga serta pajak-pajak. Sehingga besaran pengeluarankonsumsi rumah tangga akan
berpengaruh terhadap pendapatan regional Jawa Barat. Ditinjau dari segi lain, penyumbang PDB terbesar antara lain sektor
pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan memiliki kecenderungan yang semakin menurun semenjak krisis terjadi. Sehingga pemerintah perlu
mempertimbangkan alternatif lain untuk dapat terus meningkatkan pendapatan regionalnya, salah satunya adalah dengan mempertimbangkan sektor lain yaitu
sektor jasa khususnya jasa perbankan. Dimana pengguna sektor jasa perbankan sebagian besar adalah pelaku ekonomi rumah tangga sebesar 67 persen. Dalam
teori ekonomi pembangunan, lembaga keuangan dianggap sebagai salah satu input dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Lembaga keuangan merupakan
komplemen input lain dalam pengalokasian sumberdaya pembangunan agar tercapai efisiensi dan efektifitas pembangunan. Penawaran kredit oleh lembaga
perkreditan terhadap pelaku ekonomi rumah tangga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga yang mempengaruhi pergerakan pola
konsumsi dan pola kredit dari masyarakat yang dapat menggeser kurva penawaran dan permintaan terhadap suatu barang dan jasa suatu wilayah tersebut dan secara
linear akan mempengaruhi pembangunan ekonomi wilayahnya. Di sektor rumah tangga banyak sekali sumberdaya yang belum
dikembangkan secara optimal sebagai akibat dari masih rendahnya kualitas rumah tangga, yaitu baik tingkat pendidikan, banyaknya jumlah keluarga. Selain
daripada itu, kurangnya modal rumah tangga merupakan salah satu penyebab kemiskinan terjadi. Kenyataan ini mengakibatkan tingkat produktivitas rumah
tangga rendah dan berimplikasi tingkat pendapatan rumah tangga juga rendah. Akibat tingkat pendapatan yang rendah akan berdampak pada tingkat
konsumsipengeluaran rumah tangga dan rangsangan menabung rumah tangga. Permintaan rumah tangga yang rendah akan kurang mendorong pembangunan
perekonomian wilayah tersebut sehingga jumlah modal yang terbentuk rendah. Selanjutnya akan berdampak pada modalinvestasi untuk rumah tanggapun juga
rendah. Secara lebih jelas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 7.
Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perkreditan hanya lebih menekankan pada keterkaitan penyaluran kredit khususnya baik kredit produktif
dan kredit konsumtif oleh lembaga perkreditan terhadap perubahan pendapatan yang menerima kredit tersebut. Di dalam penelitian ini, selain permasalahan
keterkaitan antara kredit yang disalurkan oleh pihak lembaga perkreditan terhadap perubahan sosial ekonomi penerima kredit yang sangat berpengaruh terhadap
tingkat kesejahteraan rumah tangga, hubungan antara sektor jasa lembaga keuangan yang menyalurkan kredit kepada pelaku ekonomi rumah tangga
terhadap pembangunan ekonomi regional akan menjadi fokus perhatian. Pembangunan ekonomi tiap wilayah berbeda-beda sehingga perlu diketahui
identifikasi wilayah secara spesifik khususnya para pelaku ekonomi rumah tangganya. Dengan demikian perlu adanya kajian komprehensif yang memadukan
antara ekonomi dan geografis yang mempengaruhi penawaran dan permintaan kredit, serta mengidentifikasi hambatan-bambatan yang relevan
mempengaruhinya merupakan kebutuhan penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah.
3.2 Hipotesis