II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua provinsi
di Indonesia. Provinsi yang miskin menghadapi masalah klasik, yaitu pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Kemiskinan setidaknya dapat dilihat
dari dua sisi yaitu : Pertama, kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan tertentu.
Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan daerah yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan. Dengan kata lain, kemiskinan relatif
berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan Kuncoro 2006.
2.1.1 Indikator Kemiskinan
Pengertian kemiskinan yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut: 1 Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya
dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari, 2 Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila:
a Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, b Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari, c Seluruh anggota keluarga tidak
memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerjasekolah dan bepergian, d Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah, e Tidak mampu membawa
anggota keluarga ke sarana kesehatan, 3 Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00
per hari Kuncoro 2006. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang
mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan kelompok atau
golongan masyarakat sosial. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan. Kondisi kemiskian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan
yang menghimpit.
Untuk mengidentifikasi
kemiskinan selama ini yang sering digunakan adalah garis kemiskinan poverty line, yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan
ketidakmampuan penduduk melampaui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum,
misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan kebutuhan perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang lain, dan jasa.
Kuncoro 2006, menyatakan bahwa garis kemiskinan lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan Sajogyo, yang dalam studinya menggunakan
suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga dasar beras. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita
setahun yang sama dengan beras. Namun demikian, pendekatan Sajogyo memiliki kelemahan mendasar, yaitu tidak mempertimbangkan perkembangan tingkat biaya
riil. Dengan menerapkan garis kemiskinan ini ke dalam data Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional dari tahun 1976 sampai dengan 1987, akan diperoleh
persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, Esmara menetapkan suatu garis kemiskinan dipandang
dari sudut pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial. Karena ukuran Esmara mampu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan
riil yang meningkat terhadap kualitas barang-barang esensial yang dikonsumsi Kuncoro 2006.
Beberapa penetapan tolok ukur kemiskinan Rustiadi, et al. 2006 sebagai berikut: a Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi Good-service Ratio, GSR,
yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kesejahteraan seseorang semakin besar persentase pendapatan income yang digunakan untuk konsumsi jasa,
b Persentase atau rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan, yang bertolok berdasarkan semakin rendah persentase pengeluaran untuk
makanan terhadap total pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahterannya, c Pendapatan setara harga beras, hal ini didasarkan pada
kebutuhan kalori sebesar 120 kkalkapitatahun, ditentukan ambang batas kemiskinan di wilayah masing-masing jika pendapatannya kurang dari 240
kkalkapitatahun, d Kebutuhan pokok, pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan sembilan bahan pokok.
2.1.2 Penyebab Kemiskinan