daerah yang berpeluang menjanjikan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan sebaliknya. Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit
yang disalurkan oleh bank-bank umum untuk masyarakat di Jawa Barat digunakan untuk kegiatan konsumtif. Pada triwulan I-2006 kredit konsumsi yang disalurkan
mencapai 20,74 triliun rupiah atau sebesar 49,55 persen dari total kredit yang disalurkan dengan pertumbuhan kredit secara triwulan 5,71 persen dan sebesar
31,60 persen secara tahunan. Sedangkan kredit yang disalurkan untuk kegiatan produktif berupa kredit investasi dan modal kerja pada triwulan I-2006 sebesar
21,12 triliun rupiah 50,45. Jika ditinjau dari aspek pertumbuhan, untuk pertumbuhan kredit produktif lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan
kredit konsumtif. Hal ini menunjukkan dukungan sektor perbankan terhadap perkembangan investasi dan kegiatan ekonomi lainnya di Jawa Barat perlu dipacu
dengan maksimal sehingga dapat berpengaruh positif terhadap intensitas program akselerasi pemulihan perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kredit yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan per kapita masyarakat untuk konsumsi rumah tangga yang menunjang terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayahnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan-permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana keterkaitan kredit dan konsumsi rumah tangga dengan faktor- faktor sosial ekonomi lainnya?
2. Bagaimana dampak persebaran spasial kredit dan konsumsi rumah tangga
terhadap perekonomian regional Jawa Barat? 3.
Implikasi kebijakan apa yang didapatkan dari analisis di atas?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilaksanakan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Menganalisis keterkaitan kredit dan konsumsi rumah tangga dengan faktor- faktor sosial ekonomi lainnya di Jawa Barat
2. Menganalisis dampak persebaran spasial kredit dan konsumsi rumah tangga
terhadap perekonomian regional Provinsi Jawa Barat 3.
Merumuskan implikasi kebijakan dari hasil analisis di atas
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini sebagai berikut: 1.
Memberikan masukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat rumah tangga di Jawa Barat
2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
peningkatan pembangunan ekonomi regionalnya 3.
Memberikan pertimbangan kepada pihak lembaga keuangan dalam mengambil keputusan untuk memberikan akses kredit kepada pelaku rumah tangga baik
dalam sektor usaha kecil, menengah maupun besar 4.
Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua provinsi
di Indonesia. Provinsi yang miskin menghadapi masalah klasik, yaitu pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Kemiskinan setidaknya dapat dilihat
dari dua sisi yaitu : Pertama, kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan tertentu.
Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan daerah yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan. Dengan kata lain, kemiskinan relatif
berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan Kuncoro 2006.
2.1.1 Indikator Kemiskinan
Pengertian kemiskinan yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut: 1 Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya
dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari, 2 Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila:
a Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, b Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari, c Seluruh anggota keluarga tidak
memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerjasekolah dan bepergian, d Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah, e Tidak mampu membawa
anggota keluarga ke sarana kesehatan, 3 Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00
per hari Kuncoro 2006. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang
mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan kelompok atau
golongan masyarakat sosial. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan. Kondisi kemiskian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan
yang menghimpit.
Untuk mengidentifikasi
kemiskinan selama ini yang sering digunakan adalah garis kemiskinan poverty line, yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan
ketidakmampuan penduduk melampaui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum,
misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan kebutuhan perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang lain, dan jasa.
Kuncoro 2006, menyatakan bahwa garis kemiskinan lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan Sajogyo, yang dalam studinya menggunakan
suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga dasar beras. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita
setahun yang sama dengan beras. Namun demikian, pendekatan Sajogyo memiliki kelemahan mendasar, yaitu tidak mempertimbangkan perkembangan tingkat biaya
riil. Dengan menerapkan garis kemiskinan ini ke dalam data Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional dari tahun 1976 sampai dengan 1987, akan diperoleh
persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, Esmara menetapkan suatu garis kemiskinan dipandang
dari sudut pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial. Karena ukuran Esmara mampu menangkap dampak inflasi maupun dampak penghasilan
riil yang meningkat terhadap kualitas barang-barang esensial yang dikonsumsi Kuncoro 2006.
Beberapa penetapan tolok ukur kemiskinan Rustiadi, et al. 2006 sebagai berikut: a Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi Good-service Ratio, GSR,
yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kesejahteraan seseorang semakin besar persentase pendapatan income yang digunakan untuk konsumsi jasa,
b Persentase atau rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan, yang bertolok berdasarkan semakin rendah persentase pengeluaran untuk
makanan terhadap total pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahterannya, c Pendapatan setara harga beras, hal ini didasarkan pada
kebutuhan kalori sebesar 120 kkalkapitatahun, ditentukan ambang batas kemiskinan di wilayah masing-masing jika pendapatannya kurang dari 240
kkalkapitatahun, d Kebutuhan pokok, pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan sembilan bahan pokok.
2.1.2 Penyebab Kemiskinan
Ada banyak penyebab kemiskinan. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya yang dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua,
kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang
pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau
karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Gambar 1 Lingkaran perangkap kemiskinan. Ketiga penyebab kemiskinan bermuara pada akibat adanya berbagai
dualisme sosial ekonomi, yaitu lingkaran perangkap kemiskinan masyarakat tradisional Rustiadi, et al. 2006. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan
pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.
Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Lingkaran perangkap
kemiskinan ini diformulasikan oleh Geertz sebagai Agriculture Involution yang
Kekayaan alam kurang dikembangkan 1
Masyarakat masih terbelakang 2 Kekurangan modal 3
Pembentukan modal rendah 8
Rangsangan investasi rendah 7 Produktivitas rendah 4
Pendapatan Rill rendah 5 Tabungan rendah 6
Kekayaan alam kurang dikembangkan 1
Masyarakat masih terbelakang 2
Kekurangan modal 3
sebelumnya diungkapkan oleh Nurkse 1953, diacu dalam Rustiadi, et al. 2006 sebagai “The Vicious Circles”. Skematik lingkaran perangkap kemiskinan dapat
dilihat pada Gambar 1. 2.2 Disparitas Antar Wilayah
Disparitas pembangunan merupakan masalah regional yang tidak merata. Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi
makro cenderung akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Keseimbangan antar kawasan menjadi penting karena
keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara
menyeluruh. Dalam perspektif paradigma keterkaitan antar wilayah, kemiskinan disuatu tempat akan sangat berbahaya bagi wilayah lainnya Rustiadi, et al. 2006.
Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah. Faktor-faktor ini antara lain adalah: 1 Geografi, 2 Sejarah,
3 Politik, 4 Kebijakan pemerintah, 5 Administrasi, 6 Sosial budaya, dan 7 Ekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas
adalah: 1 Faktor ekonomi yang terkait dengan perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki, 2 Faktor ekonomi yang terkait dengan
akumulasi dari berbagai faktor yang salah satunya adalah lingkaran setan kemiskinan, 3 Faktor ekonomi yang terkait dengan pasar bebas dan pengaruhnya
terhadap spread effect dan backwash effect, serta 4 Faktor ekonomi yang berkaitan dengan distorsi pasar.
Untuk membangun keterkaitan antar wilayah dan mengurangi terjadinya disparitas antar wilayah, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan antara
lain Rustiadi, et al. 2006: 1.
Mendorong pemerataan investasi, investasi harus terjadi pada semua sektor dan wilayah secara simultan sehingga infrastruktur bisa berkembang.
2. Mendorong pemerataan permintaan demand.
3. Mendorong pemerataan tabungan, tabungan sangat diperlukan untuk bisa
memacu investasi. Apabila jumlah tabungan di suatu wilayah meningkat maka potensi investasi juga akan meningkat.
Faktor sosial ekonomi dapat memiliki efek positif atau negatif yang berantai terhadap disparitas antar wilayah. Faktor sosial seperti tingkat pendidikan
dan kesehatan masyarakat yang rendah, selanjutnya akan menyebabkan tingkat produksi yang rendah, akibatnya pendapatan yang menentukan tingkat
kesejahteraan masyarakatpun juga rendah dan ini akan menjadi lingkaran setan yang membuat suatu wilayah makin terbelakang.
2.3 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah akan berimplikasi luas
dalam sistem peningkatan aktivitas perekonomian daerah, pemerintah daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar dalam merencanakan arah pembangunan
di daerahnya. Disisi lain pemerintah daerah akan semakin dituntut lebih mandiri dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di daerahnya masing-masing.
Penyelenggaraan desentralisasi erat kaitannya dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini karena penyelenggaraan desentralisasi
terdapat dua elemen penting yang salah satu elemennya sangat terkait dengan pembagian kekuasaan, yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan
kekuasaan secara hukum untuk mengatur dan mengurus bidang-bidang pemerintahan tertentu, baik yang dirinci maupun yang dirumuskan secara umum
Kunarjo 2002. Pembangunan pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari pelayanan
yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Ini berarti pembangunan merupakan impelementasi dari tugas
pelayanan. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pertimbangan atas upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat luas
harus menjadi perhatian utama. Oleh karena itu untuk melihatmengukur berhasil tidaknya suatu proses pembangunan adalah sampai sejauh mana atau seberapa
besar tingkat kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dilihat dari bagaimana masyarakat
dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mudah, seperti listrik, air bersih, BBM, sarana prasarana penghubungtransportasi, dan sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan tersebut akan mengarah pada tingkat kepuasan masyarakat, yang dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang diberikan
pemerintah. Untuk mencapai hal itu, konsep pembangunan sejak dari perencanaan harus diarahkan pada perwujudan pada pusat-pusat pelayanan secara adil dan
merata Riyadi dan Bratakusumah 2005. Banyak masalah-masalah yang dihadapi negara sedang berkembang yaitu
masalah rendahnya pendapatan, tingkat pengangguran yang tinggi, distribusi pendapatan yang tidak merata dan tingkat kesehatan, gizi, pendidikan yang relatif
rendah. Kesulitan perhitungan pendapatan nasional, penentuan tingkat pendapatan sebagai batas antara maju dan belum maju adalah tidak tepat. Tetapi pendapatan
per kapita tetap dipakai sebagai indeks perkembangan karena memiliki beberapa alasan sebagai berikut: 1 Pendapatan per kapita merupakan indeks tunggal yang
dipunyai, 2 Memang tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan, 3 Pendapatan per kapita merupakan
petunjuk yang cukup baik bagi struktur ekonomi dan sosial masyarakat Irawan dan Suparmoko 2002.
Rustiadi, et al
. 2006 menyatakan pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu intervensi positif terhadap suatu wilayah. Terdapat teori
pengembangan wilayah, yaitu demand side strategy dan supply side strategy. 1. Strategi Demand Side
Strategi ”Demand Side” adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang dan jasa dari masyarakat setempat
melalui kegiatan produksi total. Tujuannya adalah meningkatkan taraf hidup penduduk. Peningkatan taraf hidup diharapkan akan meningkatkan permintaan
terhadap barang-barang non pertanian. Adanya peningkatan permintaan tersebut akan meningkatkan perkembangan industri dan jasa yang lebih mendorong
perkembangan wilayah tersebut. 2.
Strategi Supply Side Strategi
” Supply Side” adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi. Dengan
adanya peningkatan penawaran diharapkan dapat meningkatkan pendapatan lokal.
2.4 Kredit 2.4.1 Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani credere yang berarti kepercayaan truth atau faith. Kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan
pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Suyatno, et al. 1999 menyatakan bahwa kredit adalah hak
untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan
barang-barang sekarang. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok-Pokok
Perbankan mendefinisikan kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Menurut Suyatno, et al. 1999, unsur-unsur yang terdapat dalam kredit sebagai berikut: 1 Kepercayaan, yaitu dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang,
2 Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang, 3 Degree of risk,
yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang
akan diterima kemudian hari, 4 Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa.
Menurut Muljono 1996, terdapat unsur-unsur kredit antara lain : 1.
Waktu, yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya.
2. Kepercayaan, yang mendasari pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada
debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikan sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak.
3. Penyerahan, yang menyatakan bahwa pihak debitur menyerahkan nilai
ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo. 4.
Risiko, yang menyatakan adanya risiko yang mungkin timbul sepanjang jarak antara saat memberikan dan pelunasannya.
5. Persetujuan dan perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dan
debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian. Jenis-Jenis Kredit Perbankan Untuk Masyarakat Suyatno, et al. 1999
sebagai berikut : 1.
Kredit Dilihat dari Sudut Tujuannya • Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai
pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung kepada konsumen. Jenis kredit ini digunakan untuk
membiayai hal-hal yang bersifat konsumtif seperti kredit perumahan, kredit kendaraan, serta kredit untuk membeli makanan dan pakaian.
Secara tidak langsung kredit konsumtif akan memberikan efek produktif dengan cara meningkatkan produksi dari barang dan jasa
yang telah dibeli olen peminjam. • Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang
produktif. Kredit ini dipakai untuk membeli barang-barang modal yang bersifat tetap maupun untuk membiayai kegiatan pengadaan barang
yang habis dalam sekali produksi. 2.
Kredit Dilihat dari Sudut Jangka Waktunya •
Kredit jangka pendek short term loan, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Yang dapat berbentuk kredit rekening
koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel, kredit eksploitasi. •
Kredit jangka menengah medium term loan, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun.
• Kredit jangka panjang long term loan, yaitu kredit yang berjangka
waktu lebih dari 3 tahun. 3.
Kredit Dilihat dari Sudut Jaminannya
Kredit tanpa jaminan
Kredit dengan jaminan
4. Kredit Dilihat dari Sudut Penggunaannya
Kredit ekploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan
oleh suatu bank kepada perusahan untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan sehingga lancar.
Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang
diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal.
2.4.2 Peranan Kredit
Fungsi Kredit dalam Perekonomian dan Perdagangan Suyatno, et al. 1999 sebagai berikut:
a. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang
, 1 Para pemilik uangmodal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada
para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau usahanya, 2 Para pemilik uangmodal dapat menyimpan uangnya pada
lembaga-lembaga keuangan. b.
Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang , kredit uang
yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet dan wesel sehingga dapat meningkatkan peredaran
uang giral. Kredit yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang.
c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang,
dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproes bahan baku menjadi
barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. d.
Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi, kebijaksanaan diarahkan
kepada usaha: 1 Pengendalian inflasi, 2 Peningkatan ekspor, 3 Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha,
bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para
pengusaha di bidang permodalan, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.
f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan,
bantuan kredit dapat memperluas usaha pengusaha dan dapat mendirikan proyek-proyek baru,
sehingga dapat terserapnya tenaga kerja yang akhirnya terjadi pemerataan pendapatan.
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional,
bank- bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat
memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Bantuan
dalam bentuk kredit dapat mempererat hubungan ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga meningkatkan hubungan internasional.
Muljono 1996, menyatakan fungsi pokok kredit pada dasarnya ialah pemenuhan untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan
memperlancar perdagangan, mendorong dan melancarkan produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang semuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan
taraf hidup manusia.
2.4.3 Aspek Sosial Ekonomi dalam Analisis Kredit
Bahsan 2003, menyatakan bahwa suatu usaha kegiatan antara lain yang dilakukan di bidang perekonomian, akan mempunyai suatu pengaruh terhadap
kegiatan lainnya. Dalam hal ini dapat diperhatikan terjadinya keterkaitan atau dampak yang disebut sebagai aspek sosio ekonomi dari suatu usaha kegiatan.
Pengaruh suatu usaha dalam analisis kredit berdampak pada: 1.
Adanya Nilai Tambah Terhadap Produk yang Dihasilkan Pendirian suatu usaha kegiatan diharapkan dapat memberikan nilai
tambah terhadap jumlah produk nasional dan regional, yaitu berupa penambahan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Barang yang
dihasilkan oleh usaha dapat berupa barang mentah, barang setengah jadi ataupun barang jadi. Terdapatnya usaha kegiatan baru yang melakukan
pengolahan lebih lanjut dari suatu produk yang berupa barang mentah menjadi barang jadi ataupun barang setengah jadi akan lebih meningkatkan
jumlah produk yang dihasilkan secara keseluruhan. 2.
Penggunaan Sumber Dalam Negeri Suatu usaha kegiatan yang baru didirikan dapat dipastikan memerlukan
berbagai kebutuhan. Sebagian diantara kebutuhan itu dapat dipenuhi dari dalam negeri terutama dari daerah setempat, misalnya berupa tenaga kerja,
barang mentah atau barang setengah jadi, peralatan, dan lain-lain. Penggunaan tenaga keja dari daerah setempat akan memberikan pengaruh
positif terhadap: a Pengurangan pengangguran karena adanya lapangan kerja baru, b Penambahan penghasilan terhadap penduduk yang
dipekerjakan, c Peningkatan ketrampilan dan keahlian penduduk yang dipekerjakan, d Pengurangan masalah tindak kejahatan yang mengganggu
keamanan masyarakat, e Peningkatan harga diri dari penduduk yang dipekerjakan, f Pengurangan urbanisasi, dan lain-lain.
Sementara itu suatu usaha yang menggunakan bahan baku yang dihasilkan oleh produsen-produsen di dalam negeri akan sangat mendorong
peningkatan produksi barang mentah dan barang setengah jadi yang sudah ada. Terjadinya pengolahan barang mentah dan barang setengah jadi oleh
pihak lain sehingga menghasilkan barang baru sebagai barang jadi akan memberikan banyak pengaruh positif.
3. Pengaruh Terhadap Timbulnya Usaha Kegiatan Lain
Suatu usaha kegiatan yang baru dibuka sering mendorong pembukaan usaha lain. Usaha lain tersebut dapat mempunyai keterkaitan langsung atau
tidak langsung dengan usaha yang didirikan. Keterkaitan langsung berupa timbulnya usaha lain sebagai pemasok bahan baku, sedangkan keterkaitan
tidak langsung berupa usaha penyewaan tempat tinggal, rumah makan, dll. Juga terdapat keterkaitan antara industri seperti keterkaitan industri hulu
dengan industri hilir. 4.
Pengaruh Terhadap Perekonomian Regional Lokasi pendirian usaha mempunyai dampak terhadap pembangunan di
sekitarnya, terutama bila didirikan di luar daerah yang berpenduduk padat. Mengingat beberapa kota besar terutama yang terletak di Pulau Jawa secara
umum sudah sangat berkembang perekonomiannya, maka pendirian usaha baru di daerah lainnya akan sangat mendukung perkembangan
perekonomian di daerah tempat berdirinya usaha. 5.
Pengaruh Terhadap Penerimaan Pemerintah Salah satu penerimaan Pemerintah berasal dari pungutan pajak. Sejauh
mana dari suatu usaha yang baru didirikan dapat memberikan sumbangan
bagi penerimaan Pemerintah melalui pembayaran berbagai pungutan pajak yang terkait. Pembayaran pajak diperlukan dalam rangka membantu
penerimaan pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 6.
Keterkaitan Beban Biaya Investasi dengan Kerugian Masyarakat Suatu usaha dapat disimpulkan akan merugikan masyarakat dengan
memperhatikan beban biaya investasi yang harus ditanggung Pemerintah. Keputusan untuk melaksanakan suatu investasi di bidang publik merupakan
wewenang penuh dari Pemerintah meskipun terdapat kemungkinan kerugian bagi masyarakat.
7. Dampak Terhadap Fasilitas Sosial
Berdirinya usaha dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat disekitarnya antara lain adanya pembukaan rumah
sakit, sekolah, pasar. Fasilitas sosial tersebut akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan kesehatan, pendidikan, pelayanan
kebutuhan sehari-hari.
2.5 Permintaan Turunan Derived Demand dan Penawaran kredit
Permintaan terhadap suatu produk dapat berupa permintaan primer primary demand dan atau permintaan turunan derived demand. Derived
demand digunakan untuk menunjukkan daftar permintaan bagi input yang dipakai
dalam menghasilkan produk akhir. Derived demand juga menyangkut sistem pemasaran secara keseluruhan ataupun fungsi permintaan ditingkat petani. Kurva
derived demand dapat berubah salah satunya karena pergeseran kurva primary
demand Tomek dan Robinson 1972.
Derived demand Primary demand
Harga Pr
Pf
Jumlah per unit waktu
Gambar 2 Kurva primary demand dan derived demand.
Sumber: Tomek dan Robinson 1972
Derived demand merupakan demand untuk sebuah input yang tergantung
pada, dan berasal dari tingkat output dari perusahaan dan harga input Pindyck dan Rubinfeld 2005. Dalam menghasilkan produk atau output hasil pertanian
diperlukan input antara faktor produksi yang terdiri dari faktor produksi yang tetap dan tidak tetap variabel. Bila sektor pertanian ingin meningkatkan
produksi, salah satunya adalah dengan meningkatkan penggunaan input. Kredit yang diperoleh petani dapat digunakan sebagai penambah modal untuk membiayai
input produksi sehingga petani dapat meningkatkan produknya pada tingkat yang lebih tinggi. Input yang dibiayai dengan kredit juga akan memiliki biaya
tambahan sebesar bunga kredit dan biaya transaksi lainnya.
Gambar 3 Pengaruh elastisitas permintaan kredit dan elastisitas penawaran kredit
terhadap suku bunga. Bunga pinjaman kredit ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran kredit. Stevens dan Jabara 1988 menyatakan bunga pinjaman yang tinggi di pedesaan disebabkan oleh permintaan dan penawaran kredit yang tidak
elastis inelastis seperti terlihat pada Gambar 3. Lebih lanjut Stevens dan Jabara 1988 menyatakan bunga pinjaman dapat
menjadi lebih rendah dengan cara mengeser kurva penawaran dengan supply kredit yang lebih elastis ke kanan. Pergeseran kurva penawaran ini ke kanan dapat
ditempuh dengan cara: 1 Memperluas sumber-sumber kredit di pedesaan. Semakin banyak sumber kredit maka kurva penawaran kredit akan bergeser ke
kanan, yang berarti pada tingkat bunga pinjaman yang sama besar maka jumlah
A B
C
Suku bunga
kredit
r
3
r
1
r
2
Q
1
Q
2
Q
3
S
2
D
2
S
1
D
1
Jumlah Sumber: Stevens dan Jabara 1988
Keterangan: S
1
: Kurva penawaran kredit pertama
S
2
: Kurva Penawaran kredit kedua
D
1
: Kurva permintaan kredit pertama
D
2
: Kurva permintaan kredit kedua
kredit yang tersedia akan lebih besar, 2 Memperbanyak jenis-jenis pelayanan yang sudah ada. Semakin banyak jenis pelayanan yang dapat diberikan bank
tabungan, deposito, kredit, pengiriman uang maka semakin besar nasabah yang dapat dilayani bank, yang berarti juga akan menggeser kurva penawaran bank ke
kanan, 3 Perubahan teknologi dari kelembagaan kredit. Perubahan teknologi akan membuat produktivitas masukan meningkat, sehingga biaya marginal semakin
rendah. Perubahan teknologi akan membuat kurva penawaran bergeser ke kanan dan kurva ini mempunyai elastisitas lebih besar dibandingkan dengan kurva
penawaran semula. Dalam dunia perbankan terdapat istilah Credit Crunch, yang didefinisikan
sebagai suatu situasi dimana terjadi penurunan supply kredit perbankan secara tajam sebagai akibat dari menurunnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit
kepada dunia usaha Agung, et al. 2001. Dalam kondisi yang ekstrim terjadi dalam bentuk credit rationing, yaitu bank menolak dalam memberikan kredit
terhadap nasabah tertentu atau sebagian besar nasabah pada tingkat suku bunga manapun.
Dengan adanya credit crunch, fungsi intermediasi perbankan akan terganggu. Perbankan yang seharusnya menjadi perantara antara sektor moneter
dengan sektor riil menjadi tidak mampu lagi menggerakkan perkembangan dunia usaha melalui kredit yang mereka salurkan. Dengan terhambatnya penyaluran
kredit oleh perbankan pada dunia usaha, maka dunia usaha akan mengalami kelesuan. Investasi dan aktivitas ekonomi lainnya akan mengalami stagnasi
bahkan kemunduran sehingga pendapatan nasional output pada akhirnya akan mengalami penurunan. Adapun penurunan kredit yang disalurkan perbankan
tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi demand maupun supply
. Penurunan kredit akibat faktor-faktor permintaan demand merupakan
sesuatu yang wajar terjadi ketika perekonomian suatu bangsa mengalami kelesuan resesi. Dari sisi mikro perusahaan, masalah struktural seperti penyesuaian untuk
mengurangi debt-equity ratio yang meningkat akibat krisis merupakan penyebab turunnya permintaan kredit. Adanya ketidakpastian uncertainty dan iklim
berusaha business confidence yang rendah juga merupakan penyebab rendahnya
keinginan untuk melakukan investasi sehingga permintaan kredit juga mengalami penurunan, sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 4.
Penurunan kredit dari sisi penawaran disebabkan oleh turunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman pada tingkat suku bunga yang berlaku. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan menurunnya keinginan perbankan untuk memberikan kredit dapat bersumber dari faktor internal maupun faktor eksternal
Agung, et al. 2001. Faktor internal berupa rendahnya kualitas aset perbankan, tingginya non-performing loans NPLs dan anjloknya modal perbankan akibat
depresiasi dan negative interest margin menurunkan kemampuan bank untuk memberikan kredit. Faktor eksternal berupa menurunnya tingkat kelayakan kredit
creditworthiness dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan, sehingga bank akan mengalami kesulitan untuk membedakan creditworthiness
dari debitur.
Kuantitas Kredit S
D D
1
L L
1
Suku Bunga Kredit
r r
1
Gambar 4 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan.
E E
1
Keterangan: S : Kurva penawaran kredit
D : Kurva permintaan kredit
mula-mula D
1
: Kurva permintaan kredit bergeser ke kiri
Sumber: Agung, et al. 2001
Gambar 5 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran.
Suku Bunga Kredit
D S
S
1
r
1
r
E E
1
Kuantitas Kredit L
L
1
Sumber: Agung, et al. 2001 Keterangan:
S : Kurva penawaran
kredit mula-mula S
1
: Kurva penawaran kredit bergeser ke kiri
D : Kurva permintaan kredit
2.6 Kajian Pola Konsumsi