keterkaitan hubungan yang dapat menentukan produktivitas dan mempengaruhi pertumbuhan pembangunan di suatu wilayah. Tingkat dan pola konsumsi serta
serapan kredit antara daerah satu dengan daerah yang lain dalam suatu wilayah tentunya berbeda-beda yang dipengaruhi banyak faktor. Kajian komprehensif
yang memadukan antara ekonomi dan geografis yang mempengaruhi penawaran dan permintaan kredit, serta mengidentifikasi hambatan-bambatan yang relevan
mempengaruhinya merupakan kebutuhan penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Tingkat serta pola kredit dan konsumsi rumah tangga dalam suatu
wilayah dapat dibuat dalam suatu model keterkaitan sehingga dapat dilihat faktor- faktor dominan, baik dari dalam maupun luar, baik terkendali maupun tidak
terkendali dalam meningkatkan pendapatan per kapita yang siap dibelanjakan pada suatu wilayah dalam satu tahun tertentu.
1.2 Perumusan Masalah
Isu adanya ketimpangan pembangunan wilayah berkaitan dengan masalah arah kebijakan pembangunan yang lebih diperluas dengan adanya disparitas
pembangunan ekonomi. Hal-hal tersebut juga sangat berpengaruh terhadap kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang pada dasarnya diakibatkan
oleh faktor-faktor: 1 Sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, 2 Struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga
atau masyarakat, 3 Potensi regional sumberdaya alam dan lingkungan serta infrastrukur yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan
4 Kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global.
Laporan Badan Pusat Statistik Tahun 2005 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat sebesar 5,06 persen, dimana nilai
tersebut hampir mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,60 persen. Namun demikian, keberhasilan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak
sesuai dengan kenyataan bahwa Provinsi Jawa Barat masih memiliki masyarakat yang tergolong miskin. Kemiskinan penduduk di Provinsi Jawa Barat sebesar
24,04 persen per tahunnya yang jauh lebih tinggi daripada penduduk miskin di Indonesia yang tercatat sebesar 20,54 persen per tahunnya. Hal ini menunjukkan
bahwa masih terjadinya ketimpangan-ketimpangan khususnya antara kota dan kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Untuk dapat meningkat pertumbuhan ekonomi regional di wilayah Indonesia umumnya dan di wilayah Jawa Barat, khususnya ada tiga sektor yang
diunggulkan, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan. Namun pada 4 sampai 5 tahun terakhir diketahui sektor-sektor tersebut memiliki
nilai share dari Pendapatan Domestik Bruto PDB yang semakin menurun. Sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif lain untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Di luar ketiga sektor tersebut salah satu sektor yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi regional adalah sektor
jasa khususnya jasa perbankan, dalam hal ini berkaitan erat dengan kredit-kredit perbankan.
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari pelaku ekonomi. Sebagian besar pelaku ekonomi sektor jasa perbankan adalah
rumah tangga yang mencapai 67 persen. Salah satu sumbangan PDB berasal dari konsumsi rumah tangga, sehingga peran serta rumah tangga dalam pertumbuhan
ekonomi sangat besar dan dapat meningkatkan PDB. Namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan, pertumbuhan
ekonomi yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat yang miskin dilandasi dengan masih rendahnya tingkat pertumbuhan kredit yang disalurkan dalam
rangka pembiayaan sektor-sektor produktif berupa kredit investasi dan kredit modal kerja. Pada tiwulan I-2006 kredit yang disalurkan oleh bank-bank umum di
Jawa Barat mencapai 41,86 triliun rupiah. Secara nominal, jumlah kredit di awal tahun 2006 ini relatif cukup besar dan mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan IV-2005. Tetapi dilihat dari pertumbuhan kredit sebenarnya masih rendah yaitu 2,89 persen. Dibandingkan dengan potensi besar yang dimiliki
sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat maka sesungguhnya pertumbuhan itu masih sangat rendah. Untuk mendorong akselerasi perbaikan perekonomian Jawa Barat
pada level intensitas yang tinggi LDR masih menyimpan potensi yang besar. Apabila kredit yang disalurkan tumbuh dengan pertumbuhan yang tinggi,
dapat dipastikan akselerasi peningkatan kegiatan ekonomi daerah akan mengalami pergerakan yang signifikan terutama dalam menciptakan iklim perekonomian
daerah yang berpeluang menjanjikan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan sebaliknya. Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit
yang disalurkan oleh bank-bank umum untuk masyarakat di Jawa Barat digunakan untuk kegiatan konsumtif. Pada triwulan I-2006 kredit konsumsi yang disalurkan
mencapai 20,74 triliun rupiah atau sebesar 49,55 persen dari total kredit yang disalurkan dengan pertumbuhan kredit secara triwulan 5,71 persen dan sebesar
31,60 persen secara tahunan. Sedangkan kredit yang disalurkan untuk kegiatan produktif berupa kredit investasi dan modal kerja pada triwulan I-2006 sebesar
21,12 triliun rupiah 50,45. Jika ditinjau dari aspek pertumbuhan, untuk pertumbuhan kredit produktif lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan
kredit konsumtif. Hal ini menunjukkan dukungan sektor perbankan terhadap perkembangan investasi dan kegiatan ekonomi lainnya di Jawa Barat perlu dipacu
dengan maksimal sehingga dapat berpengaruh positif terhadap intensitas program akselerasi pemulihan perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Besarnya kredit yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan per kapita masyarakat untuk konsumsi rumah tangga yang menunjang terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayahnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan-permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana keterkaitan kredit dan konsumsi rumah tangga dengan faktor- faktor sosial ekonomi lainnya?
2. Bagaimana dampak persebaran spasial kredit dan konsumsi rumah tangga
terhadap perekonomian regional Jawa Barat? 3.
Implikasi kebijakan apa yang didapatkan dari analisis di atas?
1.3 Tujuan Penelitian